Essay Ujian Akhir Semester
Psikologi Lingkungan
Risa Jois Amara (22310410075)
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A
Fakultas Psikologi
Persepsi memainkan peran penting dalam membentuk perilaku orang-orang yang sering membangkang terhadap perintah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Persepsi terhadap lingkungan hidup adalah cara-cara individu memahami dan menerimaastimulus lingkungan yang dihadapinya. Proses pemahaman tersebut menjadi lebih mudah karena individu mengaitkan objek yang diamatinya dengan pengalaman tertentu, dengan fungsi objek, dan dengan menciptakan makna-makna yang terkandung dalam objek itu. Penciptaan makna-makna itu terkadang meluas, sesuai dengan kebutuhan individu (Fisher, Bell, & Baum, 1984).
Perbedaan persepsi
tentang masalah yang di sebabkan oleh banyaknya sampah di kota besar salah
satunya yaitu Yogyakarta karena sudah banyak sampah yang tidak tertampung, dan
kuranya kesadaran masyarakat akan pentingnya terhadap sampah sendiri dan mau
mengolahnya secara ramah lingkungan
itu telah menimbulkan perilaku
yang berbeda juga. Perilaku yang lebih pro kearah lingkungan hidup yaitu
masyarkat hanya memikirnya lingkungan sekitar tempat tinggalnya saja yang
penting terbebas dari tumpukan sampah tetapi tidak dengan sampah yang sudah
menumpuk di TPA sehingga menimbulkan masalah yang cukup serius, apabila TPA di
tutup akibat tidak bisa menampung sampah lagi karena di TPA sendiri itu sistem
pengolahanya hanya di tumpuk begitu saja. Hanya beberapa orang saja yang
mempunyai kesadaran untuk merawat lingkungan sendiri agar sampah tersebut bisa
di olah secara ramah lingkungan .
Bagaimana cara menjelaskan persepsi dalam bentuk skema? Berikut adalah skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Sarwono, 1995).
Dalam kaitannya dengan UU pengelolaan sampah, persepsi masyarakat yang negatif kemungkinan besar mempengaruhi perilaku membangkang. Misalnya, persepsi bahwa membuang sampah sembarangan tidak akan berdampak buruk bagi lingkungan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi negatif terhadap UU pengelolaan sampah antara lain pengalaman buruk terkait regulasi sejenis di masa lalu, kurangnya sosialisasi UU oleh pemerintah, hingga kebiasaan lama membuang sampah sembarangan yang susah diubah (Nugraha, 2017). Oleh karena itu, penyuluhan dan kampanye edukasi tentang dampak negatif dari pelanggaran UU tersebut dapat membantu meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan sampah yang baik. Dari sisi psikologis, kampanye dan edukasi berbasis perilaku (behavioral insights) perlu digencarkan untuk mengubah persepsi dan kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah (Purnomowati, 2020). Dengan persepsi positif, diharapkan perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sampah sesuai UU dapat meningkat.
Sumber :
Nugraha, A. L. (2017). Persepsi masyarakat terhadap kebijakan Undang-Undang pengelolaan sampah. Jurnal Borneo Administrator, 13(2), 155-168.
Purnomowati, R. (2020). Penerapan behavioral insights dalam pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 31(3), 171-186.
Shinta, A. (n.d.).
PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN. Retrieved from KUP45IANA:
http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
Unilever memiliki peran
yang signifikan dalam pembinaan bank sampah di masyarakat melalui pendekatan
Piramida Carroll. Piramida Carroll merupakan sebuah konsep yang menggambarkan
tanggung jawab sosial perusahaan dalam empat tingkatan, yaitu tanggung jawab
ekonomi, legal, etis, dan filantropi. Dalam konteks ini, Unilever telah aktif
dalam melaksanakan program-program Corporate Social Responsibility (CSR) yang
mencakup inisiatif-inisiatif untuk pengelolaan sampah dan pembinaan bank
sampah.
Salah satu contoh konkrit
dari peran Unilever dalam pembinaan bank sampah dapat dilihat dari implementasi
program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Unilever Indonesia Tbk.
Program ini mencakup inisiatif-inisiatif seperti pengembangan petani kedelai
hitam (P3KH) dan pengelolaan sampah mandiri. Melalui inisiatif-inisiatif ini,
Unilever tidak hanya memenuhi tanggung jawabnya secara legal dan etis, tetapi
juga berperan dalam memberikan manfaat bagi masyarakat melalui pembinaan bank
sampah dan pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Selain itu, Unilever juga
terlibat dalam kerja sama dengan pemerintah dan masyarakat dalam bidang
pengelolaan sampah. Hal ini sejalan dengan prinsip collaborative governance
yang diperlukan dalam pengelolaan persampahan yang efektif. Dengan demikian,
peran Unilever dalam pembinaan bank sampah tidak hanya terbatas pada aspek
filantropi, tetapi juga mencakup aspek legal, etis, dan keterlibatan aktif
dalam upaya bersama untuk pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa Unilever memiliki peran yang penting dalam
pembinaan bank sampah di masyarakat melalui pendekatan Piramida Carroll.
Melalui program-program CSR dan keterlibatannya dalam inisiatif-inisiatif
pengelolaan sampah, Unilever turut berkontribusi dalam upaya menciptakan
masyarakat yang lebih peduli terhadap lingkungan dan mampu mengelola sampah
secara berkelanjutan.
Sumber :
Implementasi Kebijakan
Persampahan Berbasis Collaborative Governance di Kota Makassar
An Implementasi Program
Corporate Social Responsibility PT. Unilever Indonesia Tbk
0 komentar:
Posting Komentar