Rabu, 27 Desember 2023

PsiLingkungan : UAS Ahmad Faris Danardana 22310410080

 

HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN PERILAKU PEMBANGKANGAN PERINTAH UU NO. 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

 

Ujian Akhir Semester

 

Psikologi Lingkungan

 

Ahmad Faris Danardana

22310410080

Psikologi SP

 

Dosen Pengampu: Dr.,Dra. Arundati Shinta, M.A

 

Fakultas Psikologi

Universitas Psikologi ’45 Yogyakarta

 



Sampah merupakan salah satu masalah lingkungan yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), produksi sampah di Indonesia mencapai 67,8 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 18,5% yang diolah, sedangkan 81,5% sisanya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Penumpukan sampah di TPA menimbulkan berbagai masalah, seperti pencemaran air, tanah, dan udara. Selain itu, sampah juga dapat menjadi sumber penyakit dan menimbulkan bau yang tidak sedap.

Salah satu penyebab penumpukan sampah di TPA adalah perilaku masyarakat yang sering membangkang perintah UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam UU tersebut, diatur bahwa setiap orang wajib melakukan pengelolaan sampah dengan cara dan standar yang telah ditentukan. Namun, dalam kenyataannya, masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah.



Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan Sampah

Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu persepsi yang positif dan persepsi yang negatif. Persepsi yang positif adalah persepsi yang menganggap bahwa pengelolaan sampah adalah hal yang penting dan perlu dilakukan. Sedangkan persepsi yang negatif adalah persepsi yang menganggap bahwa pengelolaan sampah adalah hal yang tidak penting dan tidak perlu dilakukan.

Persepsi masyarakat yang negatif terhadap pengelolaan sampah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

  • Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah.
  • Kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak negatif dari penumpukan sampah.
  • Kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang memadai.

Hubungan Persepsi dengan Perilaku Pembuangan Sampah

Persepsi merupakan proses kognitif yang melibatkan pengumpulan, pengorganisasian, dan interpretasi informasi untuk membentuk suatu gambaran tentang sesuatu. Persepsi dapat mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk perilaku pembuangan sampah. Pada dasarnya, masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2022. Survei tersebut menunjukkan bahwa 96% masyarakat Indonesia menyadari bahwa pengelolaan sampah yang baik penting untuk dilakukan.

Namun, kesadaran saja tidak cukup untuk menjamin perilaku pembuangan sampah yang baik. Perilaku pembuangan sampah juga dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap sampah. Persepsi masyarakat terhadap sampah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu persepsi negatif dan persepsi positif.

Persepsi Negatif Terhadap Sampah

Persepsi negatif terhadap sampah dapat mendorong perilaku pembuangan sampah yang tidak bertanggung jawab. Masyarakat yang memiliki persepsi negatif terhadap sampah cenderung menganggap sampah sebagai sesuatu yang kotor, menjijikkan, dan tidak bernilai. Akibatnya, mereka cenderung membuang sampah sembarangan tanpa memikirkan dampak negatifnya.



Persepsi Positif Terhadap Sampah

Persepsi positif terhadap sampah dapat mendorong perilaku pembuangan sampah yang bertanggung jawab. Masyarakat yang memiliki persepsi positif terhadap sampah cenderung menganggap sampah sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan kembali atau didaur ulang. Akibatnya, mereka cenderung membuang sampah pada tempatnya dan melakukan pemilahan sampah.

Peningkatan Persepsi Positif Terhadap Sampah

Untuk meningkatkan perilaku pembuangan sampah yang bertanggung jawab, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan persepsi positif masyarakat terhadap sampah. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:

  • Pendidikan dan sosialisasi

Pendidikan dan sosialisasi merupakan upaya yang paling penting untuk meningkatkan persepsi positif masyarakat terhadap sampah. Pendidikan dan sosialisasi dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti sekolah, media massa, dan media sosial.

  • Pemberian contoh yang baik

Pemberian contoh yang baik juga dapat mendorong masyarakat untuk memiliki persepsi positif terhadap sampah. Pemerintah dan masyarakat dapat memberikan contoh yang baik dengan menerapkan perilaku pembuangan sampah yang bertanggung jawab.

  • Peningkatan akses terhadap fasilitas pengelolaan sampah

Peningkatan akses terhadap fasilitas pengelolaan sampah juga dapat mendorong masyarakat untuk memiliki persepsi positif terhadap sampah. Fasilitas pengelolaan sampah yang memadai akan memudahkan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan melakukan pemilahan sampah.

Pada aspek lembaga, sebagai contoh, Perusahaan Unilever telah membantu Pemerintah Daerah dan juga mendorong masyarakat untuk peduli sampah melalui Bank Sampah. Unilever, sebagai salah satu perusahaan multinasional terbesar di dunia, memiliki tanggung jawab sosial yang besar terhadap lingkungan dan masyarakat. Salah satu bentuk kontribusinya adalah melalui pembinaan bank sampah di berbagai wilayah, termasuk di Indonesia. Dalam upaya ini, Unilever memanfaatkan kerangka kerja Piramida Carroll untuk memastikan keberlanjutan dan dampak positif jangka panjang terhadap masyarakat.

Piramida Carroll dikembangkan oleh Archie B. Carroll, seorang profesor manajemen dari Amerika Serikat. Piramida ini menggambarkan empat tingkatan tanggung jawab sosial perusahaan, mulai dari yang paling dasar hingga yang paling kompleks:

1.      Tanggung jawab ekonomi: Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan mempertahankan kelangsungan bisnisnya.

2.      Tanggung jawab legal: Ketaatan perusahaan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

3.      Tanggung jawab etis: Kepatuhan perusahaan terhadap prinsip-prinsip moral dan etika dalam menjalankan bisnisnya.

4.      Tanggung jawab filantropis: Kontribusi perusahaan terhadap masyarakat melalui kegiatan sosial dan donasi.

Dalam konteks pembinaan bank sampah, Unilever menerapkan Piramida Carroll dengan cara:

·         Tanggung jawab ekonomi: Unilever mendorong masyarakat untuk mengumpulkan sampah plastik, yang kemudian dibeli oleh perusahaan untuk diolah menjadi produk baru. Hal ini menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat, sekaligus mengurangi biaya produksi Unilever.

·         Tanggung jawab legal: Unilever memastikan bahwa seluruh kegiatan pembinaan bank sampah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, seperti pengelolaan limbah dan perlindungan lingkungan.

·         Tanggung jawab etis: Unilever mempromosikan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab dan kesadaran lingkungan kepada masyarakat. Selain itu, perusahaan memastikan bahwa proses pembinaan bank sampah berlangsung secara adil dan transparan, melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

·         Tanggung jawab filantropis: Unilever tidak hanya membeli sampah plastik dari bank sampah, tetapi juga memberikan bantuan berupa infrastruktur, pelatihan, dan pendampingan kepada masyarakat. Hal ini membantu meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan bank sampah.

Dengan menerapkan Piramida Carroll, Unilever tidak hanya memenuhi tanggung jawab sosialnya, tetapi juga menciptakan dampak positif yang luas bagi masyarakat dan lingkungan. Pembinaan bank sampah yang dilakukan Unilever:

·         Mengurangi polusi plastik: Sampah plastik dikumpulkan dan diolah kembali, sehingga tidak mencemari lingkungan.

·         Meningkatkan kesadaran lingkungan: Masyarakat belajar tentang pentingnya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.

·         Menciptakan lapangan kerja: Bank sampah membuka peluang usaha baru bagi masyarakat, terutama para pemulung.

·         Membangun masyarakat yang lebih kuat: Kerjasama dan partisipasi masyarakat meningkat melalui pengelolaan bank sampah.

Namun, keberhasilan pembinaan bank sampah tidak hanya bergantung pada Unilever, tetapi juga membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, seperti pemerintah, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah.

Hubungan persepsi dengan perilaku pembuangan sampah merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan pengelolaan sampah yang baik di Indonesia. Dengan meningkatkan persepsi positif masyarakat terhadap sampah, diharapkan perilaku pembuangan sampah yang bertanggung jawab dapat meningkat. Unilever, melalui pembinaan bank sampah, telah menunjukkan bagaimana perusahaan dapat memanfaatkan Piramida Carroll untuk menciptakan dampak positif jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan pendekatan yang holistik dan bertanggung jawab, Unilever tidak hanya memenuhi kewajibannya, tetapi juga turut membangun masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan.

 

Daftar Pustaka

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2022). Survei Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah. Jakarta.

Nurcahyani, S., & Purwanto, A. (2022). Hubungan Persepsi Masyarakat terhadap Sampah dengan Perilaku Pembuangan Sampah. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 24(1), 1-12.

Prasetyo, D., & Wibowo, A. (2021). Pengaruh Persepsi Masyarakat terhadap Perilaku Pembuangan Sampah di Kota Semarang. Jurnal Sosial Ekonomi, 20(2), 173-182.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2022). Laporan Kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2022. Jakarta: KLHK.

Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta: Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59.

Setiawan, R. A., & Sulistyawati, E. (2018). Persepsi Masyarakat tentang Pengelolaan Sampah di Kelurahan Manukan Kulon, Kecamatan Tandes, Kota Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 7(1), 1-12.

0 komentar:

Posting Komentar