Kamis, 28 Desember 2023

PsiLing : UAS ( Resdika Meihaf Putra _ 22310410089)

 UJIAN AKHIR SEMESTER

 
NAMA: Resdika Meihaf Putra
NIM: 22310410089
JURUSAN: Psikologi SP
MATA KULIAH: Psikologi Lingkugan
 
PERGURUAN TINGGI: Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
FAKULTAS: Psikologi, Kelas A, Kelas SJ & SP
MATA KULIAH: Psikologi Lingkungan
PENGAMPU: Arundati Shinta
HARI / TANGGAL: Rabu, 27 November 2023, pukul 0800 WIB.
 
 
1. Yogyakarta dan banyak kota besar di Indonesia, sekarang ini sedang dilanda oleh ‘musibah’ yang disebabkan oleh sampah dalam jumlah yang tidak berhingga. Sudah banyak TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) yang didirikan Pemerintah Daerah, namun sampah tetap saja berlimpah-ruah karena sistem pengolahannya hanya ditumpuk begitu saja di TPA dan TPST (open dumping). Semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampah yang dihasilkan dan semakin TPA dan TPST cepat penuh. Untuk mengatur perilaku masyarakat agar mereka peduli pada sampahnya serta mau mengolahnya secara ramah lingkungan, telah lahir Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. Anehnya, masyarakat enggan melaksanakan ‘perintah’ undang-undang tersebut. Dari aspek sosial budaya, ‘pembangkangan’ masyarakat tersebut bisa dijelaskan melalui persepsi masyarakat terhadap perilaku mereka. Anda sebagai calon sarjana Psikologi dari UP45 tentu bisa menjelaskan tentang:

 

Apa hubungan antara persepsi dengan perilaku orang-orang yang sering membangkang perintah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah tersebut? 

 

Syarat pengerjaan soal ujian, hendaknya menggunakan tulisan dosen berjudul: Persepsi Terhadap Lingkungan. 

http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html

 

Jawaban : Menurut saya Hubungan antara persepsi dan perilaku masyarakat yang sering membangkang terhadap perintah Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah dapat dijelaskan melalui beberapa konsep psikologis dan sosial budaya. Berikut beberapa aspek yang dapat mempengaruhi perilaku pembangkangan tersebut:

 

● Persepsi Ancaman dan Keuntungan:

 

Jika masyarakat memiliki persepsi bahwa pengolahan sampah tidak memberikan ancaman langsung terhadap kehidupan mereka dan tidak memberikan keuntungan yang nyata, mereka mungkin cenderung tidak mematuhi peraturan tersebut. Persepsi ini dapat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman mereka terhadap dampak lingkungan dari pengelolaan sampah yang buruk.

 

● Norma Sosial dan Tekanan Kelompok:

 

Persepsi terhadap norma sosial di masyarakat dapat memainkan peran besar. Jika norma sosial tidak mendukung tindakan pengolahan sampah, individu mungkin merasa tekanan untuk tidak mengikuti peraturan tersebut agar sesuai dengan norma kelompoknya.

 

 

● Ketidakpercayaan terhadap Pemerintah:

 

Jika masyarakat memiliki persepsi bahwa pemerintah tidak dapat memberikan layanan pengelolaan sampah yang memadai, mereka mungkin merasa tidak perlu mematuhi peraturan. Ketidakpercayaan terhadap keefektifan implementasi undang-undang dapat menjadi hambatan dalam mentaati perintah tersebut.

 

● Kesadaran dan Pemahaman:

 

Persepsi terhadap tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait isu sampah juga berpengaruh. Jika masyarakat tidak sepenuhnya menyadari dampak negatif sampah terhadap lingkungan atau kurang memahami urgensi pengelolaan sampah, mereka mungkin tidak termotivasi untuk patuh terhadap undang-undang tersebut.

 

● Hambatan Praktis dan Fasilitas:

 

Persepsi terhadap hambatan praktis, seperti ketersediaan fasilitas pengelolaan sampah yang memadai, juga dapat mempengaruhi perilaku. Jika masyarakat merasa sulit untuk mengakses fasilitas atau melaksanakan tindakan yang diinstruksikan oleh undang-undang, mereka mungkin lebih cenderung membangkang.

 

● Persepsi Dukungan Sosial:

 

Jika masyarakat tidak merasa didukung atau tidak ada tekanan positif dari lingkungan sosial mereka untuk mengelola sampah dengan benar, hal ini dapat menyebabkan perilaku pembangkangan.

Untuk mengubah perilaku masyarakat terkait pengelolaan sampah, kampanye edukasi yang efektif perlu difokuskan pada meningkatkan kesadaran, membangun norma sosial yang positif, meningkatkan kepercayaan pada pemerintah, dan menyediakan fasilitas pengelolaan sampah yang mudah diakses.

 

 

 

2. Penjelasan tentang seluk-beluk sampah bisa dilakukan melalui 5 aspek persampahan yakni: peraturan, lembaga, keuangan, sosial budaya dan teknologi. Pembangkangan masyarakat (soal no. 1) bisa dijelaskan dengan aspek sosial budaya. Pada aspek lembaga, sebagai contoh, Perusahaan Unilever telah membantu Pemerintah Daerah dan juga mendorong masyarakat untuk peduli sampah melalui pembinaan bank sampah. Banyak bank sampah difasilitasi oleh Unilever. Jelaskan peranan Unilever terhadap pembinaan bank sampah di masyarakat melalui Piramida Carroll. 
 
Jawaban : Piramida Carroll adalah suatu kerangka kerja yang mencakup empat tingkatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yaitu ekonomi, hukum, dan filantropi. Ide mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TSP) atau yang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) kini semakin diterima secara luas. Kesadaran akan pentingnya akan penerapan CSR tidak cukup dengan menyatakan bahwa CSR telah diamanatkan UU. Jika CSR dianggap penting hanya karena UU, perusahaan akan cenderung terpaksa dan setengah hati dalam melaksanakan CSR. 
 
Dalam lebih memahami alasan mengenai pentingnya penerapan CSR pada suatu perusahaan terdapat penjelasan yang lebih teoritis dan sistematis, yakni pada konsep piramida Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang dikembangka oleh Archie B. Carrol. Konsep ini memberi justifikasi logis pentingnya penerapan CSR pada suatu perusahaan.Untuk menjelaskan peran Unilever terhadap pembinaan bank sampah di masyarakat melalui Piramida Carroll, kita dapat menganalisis kontribusi mereka pada setiap tingkatan:
 
● Tingkatan Ekonomi (Economic Responsibilities):
 
Unilever berkontribusi secara ekonomi dengan menciptakan peluang pekerjaan melalui pembentukan dan dukungan terhadap bank sampah. Ini membantu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal.
 
● Tingkatan Hukum (Legal Responsibilities):
 
Dalam mendukung pembinaan bank sampah, Unilever memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan hukum terkait pengelolaan sampah. Mereka bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa semua kegiatan terkait bank sampah mematuhi standar hukum yang berlaku.
 
● Tingkatan Etika (Ethical Responsibilities):
 
Unilever berperan dalam mempromosikan praktik etis dalam pengelolaan sampah. Mereka dapat memberikan pelatihan dan pedoman etika kepada masyarakat terkait cara pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
 
● Tingkatan Filantropi (Philanthropic Responsibilities):
 
Unilever melibatkan diri dalam tingkatan filantropi dengan memberikan dukungan finansial dan sumber daya untuk mendirikan dan membina bank sampah. Ini mencakup penyediaan fasilitas, pelatihan, dan bantuan teknis.
Dengan melibatkan diri di keempat tingkatan ini, Unilever menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan mereka secara holistik. Kontribusi mereka membantu menciptakan dampak positif dalam masyarakat melalui pembinaan bank sampah, yang tidak hanya melibatkan aspek ekonomi dan hukum, tetapi juga mencakup dimensi etika dan filantropi untuk mencapai tujuan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

 

1. https://filantra.org/id/konsep-piramida-tanggung-jawab-sosial-perusahaan/

0 komentar:

Posting Komentar