Persepsi dan Perilaku Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah: Tantangan dan Peluang di Yogyakarta
Psikologi lingkungan Essay Ujian Akhir Semester
dosen pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta MA
Nama : Ingga Octiana
Nim : 19310410007
Fakultas Psikiologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Yogyakarta,
seperti banyak kota besar di Indonesia, menghadapi permasalahan serius terkait
pengelolaan sampah. nyatanya masih banyak masyarakat yang tidak mematuhi
perintah tentang pengelolaan sampah yang ada. Penjelasan atas fenomena ini
tidak hanya dapat dicari dalam dimensi hukum dan teknis, tetapi juga melalui
kacamata psikologis dan sosial. Ketidak tahuan tentang aturan dan kurangnya
edukasi menjadi penghambat lain. Masyarakat yang tidak tahu atau tidak memahami
UU No. 18 Tahun 2008 mungkin tidak menyadari betapa pentingnya peran mereka
dalam pengelolaan sampah. Jika masyarakat menganggap bahwa pengelolaan sampah
yang baik memerlukan biaya tambahan atau upaya yang tidak sebanding dengan
manfaatnya, mereka cenderung tidak akan mematuhi peraturan yang ada. Persepsi
Terhadap Sampah dan Masalah Lingkungan Salah satu faktor utama yang
mempengaruhi perilaku masyarakat terkait sampah adalah persepsi mereka terhadap
sampah dan masalah lingkungan yang ada, Jika masyarakat tidak melihat sampah
sebagai ancaman yang mendesak terhadap lingkungan, kepatuhan terhadap
undang-undang pengelolaan sampah menjadi rendah. Kesadaran akan dampak negatif
sampah terhadap alam sekitar dan kesehatan manusia adalah langkah awal untuk
membentuk persepsi yang positif. Pendidikan lingkungan dan kampanye penyuluhan
dapat menjadi sarana untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang urgensi
masalah sampah. Pengetahuan yang lebih baik dapat merubah persepsi mereka,
sehingga melihat sampah bukan hanya sebagai masalah sepele, tetapi sebagai ancaman
serius yang memerlukan tindakan kolektif. Norma Sosial dan Tekanan Kelompok
persepsi terhadap norma sosial berpengaruh besar pada perilaku masyarakat. Jika
dalam kelompok sosial tertentu, perilaku membangkang terhadap aturan
pengelolaan sampah dianggap sebagai sesuatu yang dapat diterima, individu
cenderung mengikuti norma tersebut untuk menghindari konflik sosial. Oleh
karena itu, penting untuk membangun norma sosial yang mendukung praktik
pengelolaan sampah yang baik. Tekanan kelompok dapat diatasi dengan melibatkan
komunitas dalam proses perubahan sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
Melalui kegiatan sosial dan kolaborasi, masyarakat dapat merasakan bahwa mereka
bukan satu-satunya yang berusaha mengelola sampah dengan baik. Dengan berperan
aktif dalam pembinaan. Lembaga Unilever dapat dikatakan telah mengintegrasikan
tanggung jawab sosial perusahaan dalam konsep Piramida Carroll yang merupakan
kerangka konsep yang digunakan untuk memahami tanggung jawab sosial perusahaan
dalam berbagai aspek. Piramida ini terdiri dari empat tingkatan tanggung jawab
sosial. Kontribusi mereka tidak hanya pada tingkat ekonomi dimana Unilever
memiliki tanggung jawab ekonomi untuk memberikan kontribusi positif terhadap
ekonomi. Melalui program pembinaan bank sampah, Unilever memberikan peluang
ekonomi kepada masyarakat dapat menciptakan pekerjaan dan meningkatkan
pendapatan masyarakat lokal. Tanggung jawab hukum mencakup kewajiban perusahaan
untuk mematuhi undang-undang dan regulasi yang berlaku. Unilever, dengan
membina bank sampah, memastikan bahwa kegiatan mereka sejalan dengan peraturan
pemerintah terkait pengelolaan sampah. Mereka juga membantu Pemerintah Daerah
mencapai target-target pengelolaan sampah yang telah ditetapkan oleh regulasi.
Tanggung jawab etika mencakup perilaku perusahaan yang melebihi persyaratan
hukum dan beroperasi dengan integritas. Unilever, dengan membantu pembinaan
bank sampah, menunjukkan komitmen etis mereka terhadap keberlanjutan
lingkungan. Mereka berkontribusi pada upaya mengurangi limbah dan meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah secara bertanggung
jawab. Dan Filantropi melibatkan kontribusi sukarela perusahaan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. Unilever, melalui
pembinaan bank sampah, memberikan kontribusi filantropi dengan membantu
masyarakat dalam mengelola sampah dan menciptakan dampak positif bagi
lingkungan. Ini mencerminkan komitmen perusahaan terhadap pembangunan
berkelanjutan dan tanggung jawab sosial. Dengan demikian, Unilever menjadi
model perusahaan yang mampu menjawab tuntutan masyarakat dan pemerintah terkait
isu lingkungan, khususnya pengelolaan sampah. Peran Unilever dalam pembinaan
bank sampah juga mencerminkan pendekatan holistik terhadap tanggung jawab sosial
perusahaan. Dengan memahami dan menerapkan seluruh spektrum tanggung jawab,
Unilever memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap masyarakat dan
lingkungan, sekaligus menciptakan dampak positif dalam perspektif ekonomi,
hukum, etika, dan filantropi. Ini dapat memicu merubah norma sosial dan
menciptakan tekanan positif untuk mengikuti aturan.
Daftar Pustaka:
Ajzen, I. (1991).
The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision
Processes, 50(2), 179-211.
Stern, P. C.
(2000). New environmental theories: toward a coherent theory of environmentally
significant behavior. Journal of Social Issues, 56(3), 407-424.
Bandura, A. (1986).
Social foundations of thought and action: A social cognitive theory.
Prentice-Hall, Inc.
Fishbein, M., &
Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention, and behavior: An introduction to
theory and research. Addison-Wesley.
Steg, L., &
Vlek, C. (2009). Encouraging pro-environmental behaviour: An integrative review
and research agenda. Journal of Environmental Psychology, 29(3), 309-317.
Shinta,A (2013).
Persepsi Terhadap Lingkungan Retrieved on Desember 27, 2023 from
http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
0 komentar:
Posting Komentar