Kamis, 28 Desember 2023

PsiLingkungan : UAS Aditya Nur Ihsan_22310410133

 

UJIAN AKHIR SEMESTER

Nama                          : Aditya Nur Ihsan

Nim                             : 22310410133

Kelas                           : Psikologi SP

Dosen Pengampu      : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA

 

1. Title : Hubungan Persepsi dan Perilaku Terhadap UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah di Yogyakarta dan Kota-Kota Besar Indonesia



Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang pesat di Yogyakarta dan kota-kota besar Indonesia, masalah sampah menjadi 'musibah' yang menghantui kesejahteraan lingkungan. Meskipun Pemerintah Daerah telah mendirikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), sampah terus meningkat karena metode open dumping yang digunakan. Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan TPA dan TPST cepat penuh, memperburuk kondisi ini.

Pemerintah merespons dengan menerapkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah, bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat agar lebih peduli terhadap sampah dan mau mengelolanya secara ramah lingkungan. Namun, ironisnya, masyarakat tampak enggan melaksanakan 'perintah' undang-undang tersebut.

Persepsi masyarakat terhadap perilaku mereka memainkan peran penting dalam 'pembangkangan' terhadap UU No. 18 Tahun 2008. Persepsi merupakan cara seseorang memahami dan menafsirkan lingkungan sekitarnya. Dalam konteks ini, persepsi terhadap sampah dan kewajiban mengelolanya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Salah satu faktor yang dapat menjelaskan 'pembangkangan' adalah kurangnya kesadaran akan dampak lingkungan dari perilaku mereka terhadap sampah. Masyarakat mungkin tidak sepenuhnya memahami konsekuensi negatif dari open dumping dan dampaknya terhadap lingkungan lokal. Selain itu, persepsi tentang urgensi pengolahan sampah mungkin belum cukup kuat untuk mendorong tindakan nyata.

Aspek sosial budaya juga dapat menjadi faktor penentu. Masyarakat yang hidup dalam budaya yang kurang memprioritaskan keberlanjutan lingkungan atau tidak memiliki tradisi kuat dalam pengelolaan sampah mungkin lebih cenderung untuk 'membangkang'. Selain itu, adanya norma sosial yang tidak mendukung praktik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dapat memperkuat perilaku 'pembangkangan'.

Pemahaman psikologis mengenai resistensi terhadap perubahan perilaku juga dapat memberikan wawasan yang berharga. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa orang cenderung memilih perilaku yang dianggap mudah, nyaman, dan sesuai dengan norma sosial. Dalam konteks ini, jika masyarakat menganggap mengelola sampah secara ramah lingkungan sebagai tindakan yang sulit atau tidak sesuai dengan norma sosial yang ada, mereka mungkin lebih cenderung untuk 'membangkang'.

Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan psikologis perlu diterapkan. Program penyuluhan dan edukasi harus dirancang untuk merubah persepsi masyarakat terhadap sampah dan memperkuat urgensi pengelolaan sampah. Selain itu, membangun norma sosial yang mendukung praktik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dapat membantu mengubah perilaku masyarakat.

Sebagai calon sarjana Psikologi dari UP45, Saya memiliki peran penting dalam mengembangkan solusi yang berbasis psikologis untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap UU No. 18 Tahun 2008. Dengan memahami dinamika psikologis di balik 'pembangkangan', Saya dapat berkontribusi dalam merancang intervensi yang lebih efektif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah sampah di masyarakat. Dengan demikian, melibatkan masyarakat secara aktif dalam perubahan perilaku akan menjadi langkah kunci dalam mencapai tujuan keberlanjutan pengelolaan sampah di masa depan.

REFERENSI

Sangga Saputra, N. A., & Mulasari, S. A. (2017). Pengetahuan, sikap, dan perilaku pengelolaan sampah pada karyawan di kampus. Jurnal Kesehatan Masyarakat11(1).

Kahfi, A. (2017). Tinjauan terhadap pengelolaan sampah. Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum4(1), 12-25.

 

2. Title: Peran Unilever dalam Pembinaan Bank Sampah: Analisis melalui Piramida Carroll



Piramida Carroll adalah kerangka konsep yang merinci tanggung jawab sosial perusahaan, yang melibatkan empat tingkatan: ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Dalam konteks pembinaan bank sampah oleh Perusahaan Unilever, peran mereka dapat diuraikan melalui kerangka ini.

Pada tingkat ekonomi, Unilever berkontribusi secara substansial terhadap pembinaan bank sampah dengan menyediakan dukungan finansial. Mereka melibatkan sumber daya finansial mereka untuk mendukung inisiatif pembinaan bank sampah, termasuk pendanaan operasional dan pengembangan infrastruktur. Dengan demikian, mereka menjalankan tanggung jawab ekonomi untuk mendukung keberlanjutan lingkungan dan masyarakat.

Di tingkat hukum, Unilever berperan dalam menciptakan struktur hukum yang mendukung keberlanjutan dan pembinaan bank sampah. Mereka dapat berkolaborasi dengan pemerintah setempat untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan hukum yang mungkin menghambat perkembangan bank sampah. Dengan berfokus pada kepatuhan hukum, Unilever memastikan bahwa keberlanjutan bank sampah terjaga dan mendukung agenda nasional dan lokal.

Aspek etika dalam Piramida Carroll tercermin dalam upaya Unilever untuk membangun kesadaran dan etika lingkungan di kalangan masyarakat. Mereka dapat melakukan kampanye penyuluhan dan edukasi untuk mendorong perilaku peduli lingkungan dan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Melalui pendekatan ini, Unilever berperan dalam membentuk sikap dan nilai masyarakat terhadap pembinaan bank sampah.

Tingkat filantropi pada Piramida Carroll mencakup kontribusi Unilever terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pembinaan bank sampah. Selain menyediakan dukungan finansial, mereka juga dapat memberikan kontribusi dalam bentuk pelatihan, teknologi, atau sumber daya manusia untuk memperkuat kapasitas bank sampah. Ini mencerminkan komitmen Unilever untuk memberikan manfaat sosial yang signifikan di luar kegiatan bisnis utama mereka.

Dalam mengeksplorasi peran Unilever dalam pembinaan bank sampah, konsep Piramida Carroll memberikan pandangan holistik mengenai tanggung jawab sosial perusahaan.

Pada tingkat ekonomi, Unilever tidak hanya menyediakan dukungan finansial tetapi juga dapat berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait untuk menciptakan peluang ekonomi bagi komunitas yang terlibat dalam bank sampah. Ini mencakup peningkatan akses ke pasar, pelatihan keterampilan, dan pembangunan kapasitas untuk meningkatkan daya saing dan keberlanjutan bank sampah.

Dari segi hukum, Unilever mungkin terlibat dalam advokasi kebijakan publik yang mendukung pertumbuhan bank sampah. Ini mencakup partisipasi aktif dalam dialog dengan pemerintah, LSM, dan pihak berkepentingan lainnya untuk merancang kebijakan yang memfasilitasi perkembangan bank sampah.

Pada tingkat etika, Unilever bisa memberikan kontribusi dalam membentuk norma sosial yang mendukung prinsip-prinsip keberlanjutan dan pengelolaan sampah yang bijaksana. Mereka dapat mendukung kampanye edukasi masyarakat, membantu meningkatkan kesadaran akan dampak lingkungan, dan mendorong adopsi perilaku ramah lingkungan.

Di tingkat filantropi, Unilever dapat mengembangkan program-program inovatif untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas sekitar bank sampah. Ini dapat mencakup penyediaan akses ke layanan kesehatan, pendidikan, atau infrastruktur yang mendukung keberlanjutan bank sampah dan kesejahteraan masyarakat.

Piramida Carroll memberikan landasan untuk memahami peran komprehensif Unilever dalam pembinaan bank sampah, melibatkan aspek ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Dengan pendekatan ini, Unilever dapat memberikan dampak positif yang lebih besar dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah sampah dan mendukung pembinaan bank sampah di masyarakat.

Secara keseluruhan, peran Unilever dalam pembinaan bank sampah dapat dianalisis melalui konsep Piramida Carroll yang menyatukan dimensi ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Dengan memahami dan mengakui tanggung jawab di setiap tingkatan, Unilever mampu menciptakan dampak positif yang lebih luas dalam upaya keberlanjutan dan pengelolaan sampah di masyarakat. Dengan terlibat dalam pembinaan bank sampah, Unilever menjelma sebagai agen perubahan yang tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga pada kontribusi positif terhadap lingkungan dan masyarakat.

REFERENSI

Rochmaniah, A., & Sinduwiatmo, K. (2020). Buku Ajar Corporate Sosial Responsibility Dan Community Development. Umsida Press, 1-144.

Muhtar, S. M. (2023). Strategi Komunikasi Pengendalian Dampak Lingkungan Melalui Program Corporate Social Responsibility (CSR) Pada PT. Semen Tonasa= Communication Strategy for Controlling Environmental Impacts Through Corporate Social Responsibility (CSR) Programs at PT. Tonas Cement (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).

0 komentar:

Posting Komentar