Kamis, 28 Desember 2023

Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008 dan Piramida Carroll


Psikologi Lingkungan
Ujian Akhir Semester (UAS)
Mohammad Evansyah (19310410049)
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


    Sampah merupakan salah satu masalah lingkungan yang serius di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Yogyakarta. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada periode 2019-2022. Pada tahun 2019, timbulan sampah mencapai 29,3 juta ton dengan rata-rata produksi harian sebesar 80.210 ton. Pada tahun 2022, jumlah produksi sampah melonjak menjadi 33,9 juta ton setahun dengan timbulan sampah harian rata-rata 92.960 ton. Hal ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat dan ekosistem, seperti pencemaran tanah, air, dan udara, penyebaran penyakit, dan kerusakan keanekaragaman hayati.
    Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, yang mengatur tentang hak dan kewajiban pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha dalam pengelolaan sampah. UU ini juga mendorong penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Namun, sayangnya, masih banyak masyarakat yang enggan melaksanakan perintah UU ini, sehingga sampah tetap menjadi masalah yang belum terselesaikan.
    Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah persepsi mereka terhadap lingkungan. Hubungan antara persepsi dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah ini bahwa persepsi masyarakat akan mempengaruhi perilaku mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, persepsi masyarakat akan menentukan bagaimana mereka menilai, merasakan, dan bertindak terhadap sampah dan pengelolaannya. Misalnya, jika masyarakat memiliki persepsi positif terhadap pengelolaan sampah, yaitu menganggapnya sebagai hal yang penting, bermanfaat, dan mudah dilakukan, maka mereka akan cenderung memiliki perilaku prolingkungan, yaitu mengurangi, menangani, dan memanfaatkan sampah secara ramah lingkungan. Sebaliknya, jika masyarakat memiliki persepsi negatif terhadap pengelolaan sampah, yaitu menganggapnya sebagai hal yang tidak penting, tidak bermanfaat, dan sulit dilakukan, maka mereka akan cenderung memiliki perilaku antilingkungan, yaitu membuang, menumpuk, dan menyia-nyiakan sampah secara sembarangan.
    Masyarakat yang membangkang perintah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah mungkin memiliki persepsi yang kurang positif terhadap lingkungan. Mereka mungkin menganggap bahwa lingkungan adalah sesuatu yang dapat dieksploitasi tanpa batas untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka, tanpa memperhatikan dampak jangka panjangnya. Mereka mungkin juga merasa bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab pemerintah saja, dan tidak merasa memiliki kewajiban atau manfaat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengurangan, penggunaan ulang, atau pendauran ulang sampah. Mereka mungkin juga tidak menyadari atau tidak peduli dengan dampak negatif dari sampah bagi kesehatan dan lingkungan mereka sendiri dan orang lain. Masyarakat yang taat perintah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah mungkin memiliki persepsi yang lebih positif terhadap lingkungan. Mereka mungkin menganggap bahwa lingkungan adalah sesuatu yang harus dijaga dan dilestarikan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang. Mereka mungkin juga merasa bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha, dan memiliki kewajiban dan manfaat untuk berkontribusi dalam kegiatan pengurangan, penggunaan ulang, atau pendauran ulang sampah. Mereka mungkin juga lebih menyadari dan peduli dengan dampak positif dari sampah bagi kesehatan dan lingkungan mereka sendiri dan orang lain.
    Salah satu contoh dunia usaha yang berperan aktif dalam pengelolaan sampah adalah Unilever, sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang produk konsumen. Unilever telah membantu pemerintah daerah dan mendorong masyarakat untuk peduli sampah melalui pembinaan bank sampah. Bank sampah adalah suatu sistem pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat dalam mengumpulkan, memilah, dan menjual sampah yang dapat didaur ulang, dan mendapatkan imbalan berupa uang atau barang (LindungiHutan 2019). Bank sampah dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi masyarakat, seperti meningkatkan pendapatan, mengurangi volume sampah, dan menjaga kebersihan lingkungan.
Peran Unilever dalam pembinaan bank sampah dapat dijelaskan melalui Piramida Carroll, sebuah model yang menggambarkan empat dimensi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yaitu tanggung jawab ekonomis, hukum, etis, dan filantropis. Berikut adalah penjelasan peranan Unilever dalam setiap dimensi tersebut:
- Tanggung jawab ekonomis adalah tanggung jawab perusahaan untuk menghasilkan laba dan memberikan nilai tambah bagi pemegang saham. Peranan Unilever dalam dimensi ini adalah dengan menjalankan bisnisnya secara efisien dan efektif, serta mengembangkan produk-produk yang berkualitas dan ramah lingkungan, seperti sabun, deterjen, pasta gigi, dan lain-lain, yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
- Tanggung jawab hukum adalah tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang dibuat oleh pemerintah maupun yang disepakati oleh masyarakat. Peranan Unilever dalam dimensi ini adalah dengan mematuhi UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab pelaku usaha dalam pengelolaan sampah, seperti melakukan pengurangan sampah, melabeli atau menandai produk yang menimbulkan sampah, dan memberikan insentif kepada konsumen yang melakukan pengelolaan sampah.
- Tanggung jawab etis adalah tanggung jawab perusahaan untuk melakukan hal-hal yang benar dan adil, meskipun tidak diwajibkan oleh hukum. Peranan Unilever dalam dimensi ini adalah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral dalam berbisnis, seperti jujur, transparan, bertanggung jawab, dan peduli terhadap lingkungan. Unilever juga berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, seperti menghemat energi, air, dan bahan baku, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mengelola limbah secara bertanggung jawab.
- Tanggung jawab filantropis adalah tanggung jawab perusahaan untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan, melampaui kewajiban ekonomis, hukum, dan etis. Peranan Unilever dalam dimensi ini adalah dengan melakukan berbagai program CSR yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, salah satunya adalah dengan membantu pemerintah daerah dan juga mendorong masyarakat untuk peduli sampah melalui pembinaan bank sampah. Bank sampah adalah suatu sistem pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat untuk mengumpulkan, memilah, dan menjual sampah yang dapat didaur ulang, sehingga dapat mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA atau TPST, sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
    Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Unilever memiliki peran yang signifikan dalam pembinaan bank sampah di masyarakat melalui Piramida Carroll. Unilever tidak hanya memenuhi tanggung jawab ekonomis dan hukumnya sebagai perusahaan, tetapi juga tanggung jawab etis dan filantropisnya sebagai warga korporasi yang peduli terhadap lingkungan dan masyarakat. Dengan demikian, Unilever dapat menjadi contoh bagi perusahaan

Daftar Pustaka:


Carroll, A. B. (2016). Carroll’s pyramid of CSR: taking another look. Carroll International Journal of Corporate Social Responsibility, 1(3), 1-8.

https://doi.org/10.1186/s40991-016-0004-6

 

Indraswari, D. L. (2023, Juli 28). Darurat pengelolaan sampah di indonesia. Kompas.

https://www.kompas.id/baca/riset/2023/07/28/darurat-pengelolaan-sampah-di-indonesia

 

Jaringan Dokumentasi Dan Informasi Hukum Kementerian LHK. (2023). Undang-undang republik  indonesia nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.

https://jdih.menlhk.go.id/new2/uploads/files/UU%2018%20Tahun%202008%20%28Sampah%29.pdf.

 

Setiawan, T., Purwanti, A. (2017). Piramida carroll pada perusahaan di indonesia:studi pada 3 perusahaan pemenang CSR award 2016. Jurnal Manajemen Bisnis, 6(1), 57-64.

 

Shinta, A. (2013). Persepsi terhadap lingkungan. Kupasiana.

http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html

 

Qodriyatun, S. N. (2014). Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sampah berdasarkan UU no. 18 tahun 2008. Aspirasi, 5(1), 21-33.


0 komentar:

Posting Komentar