Kamis, 28 Desember 2023

ESSAY UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN - ARJUN FANANDITO (21310410200-SJ)


Peran Teknologi dalam Mengurangi Limbah Plastik di Dunia Kemasan Modern

Psikologi Lingkungan Essay Ujian Akhir Semester

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta MA

Arjun Fanandito

21310410200

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

            Semakin banyak penduduk, semakin banyak sampah yang dihasilkan sehingga TPA dan TPST cepat penuh. Untuk mengatur perilaku masyarakat agar mereka peduli dengan sampahnya serta mau mengelolanya, maka muncul peraturan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Namun, masyarakat tidak semua menjalankan perintah perUU tersebut dan terkesan “membangkang”. Lalu bagaimana peilaku “membangkang” itu dapat dijelaskan melalui persepsi masyarakat terhadap perilaku mereka dari aspek social budaya? Mari kita simak pada gambar dibawah ini.

Gambar 1. Skema Presepsi

Melalui gambar diatas, kita dapat menguraikan satu per satu akan persepsi masyarakat yang membangkang. Dimulai dari Kotak ke-1 ada Individu, yakni diri kita sendiri. Lanjut kotak ke-2 ada objek fisik, fenomena yang dapat kita amati atau lihat, seperti timbunan sampah yang bersumber dari Rumah Tangga, dan lain sebagainya. Dari timbulan sampah tersebut, akan menimbulkan persepsi yang berada pada Kotak ke-3. Dalam buku Psikologi Umum karya Sumanto tertulis bahwa persepsi adalah proses pemahaman atau pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Dalam proses persepsi banyak dipengaruhi oleh factor-faktor seperti Lingkungan/Budaya, Pengalaman/Pembelajaran, dan Nilai yang dipegang serta Pengetahuan. Sehingga dari timbunan sampah tersebuh akan memunculkan sebuah persepsi seperti mengganggu pemandangan, mendatangkan bau tidak sedap, mendatangkan banjir, mendatangkan penyakit dan mampu mencemari lingkungan sekitar. Apabila timbunan sampah tersebut masih dalam batas normal, tidak menimbukan rasa negative yang berlebih masuk pada Kotak ke-4 dan menimbulkan situasi yang konstan dan stabil pada Kotak ke-5 yakni homeostatis. Berbeda lagi ketika dalam proses persepsi terhadap timbunan sampah itu sudah melebihi batas wajar, yakni masuk pada kotak ke-6. Individu tidak dapat lagi mengelola sampah yang sudah terlanjur tertimbun itu sehingga timbulah Stres masuk pada kotak ke-7. Stres itu dapat timbul seperti dari kejadian yang biasanya mendapati timbunan sampah dalam batas wajar dan mampu mengelola sampah tersebut. Namun, pada lain kesempatan, individu tidak lagi mampu mengelola sampah sehingga timbulah stress yang berlebih. Individu yang stress karena timbunan sampah dan tidak mampu mengolahnya akhirnya memilih untuk membuang sampah sembarang, tidak memilah milih sampah, tidak menerapkan prinsip 3R sampah, sehingga membangkang terhadap perturan yang telah dibuat. Dari stress kita menuju ke Kotak-8 yaitu coping. Dengan melakukan strategi coping mechanism, jika berhasil kita akan mampu berada disituasi mengubah diri atau lingkungan dengan perilaku yang didasari dari persepsi yang positif terhadap timbunan sampah, menganggap sambah sebagai barang yang masih dapat didaur ulang sehingga masuk pada Kotak ke-9. Setelahnya ke Kotak ke-10 efek lanjutan, perilaku yang berhasil tadi akan diteruskan selalu ketika berhadapan pada objek ke-2. Sedangkan, jika coping tidak berhasil maka stress akan berkelanjutan dan ini akan mempengaruhi persepsi semakin buruk jika stress berkelanjutan itu berhadapan dengan Kotak ke-2. Permaslaahan yang biasanya terjadi yakni masyarakat gagal dalam menjalankan copingnya sehingga tidak dapat ke tahap adaptasi.

Gambar 2 Skema Piramida Carroll.

Tanggung jawab social perusahan (CSR) sebagaimana didefinisikan berdasarkan Piramida Carroll terdapat tanggug jawab ekonomi, tanggung jawab hukum, tanggung jawab etika, dan tanggung jawab filantropis. Peranan Unilever terhadap pembinaan bank sampah di masyarakat termasuk dalam program CSR. Dari program tersebut tersebut segala aspek berdasar Piramida Carroll dapat dengan mudah diperoleh oleh Unilever. Dengan banyaknya bank sampah yang difasilitasi oleh Unilever, masyarakat akan dengan mudah mengenal produk yang dihasilkan oleh Unilever, sehingga secara ekonomi dapat dipertanggungjawabkan. Program tersebut juga membantu pemerintah daerah dan sesuai dengan UU yang berlaku di Indonesia. Secara tanggung jawab etis, Unilever dapat mendorong masyarakat untuk peduli pada sampahnya sendiri dan sekitar melalui pembinaan bank sampah. Terakhir, ada tanggungjawab filantropis, pembinaan bank sampah dengan memberikan fasilitas ke bank sampah sebagai wujud sumbangan dari Perusahaan. Permasalahannya adalah, bisnis tetaplah bisnis. Perusahaan tetap mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran yang sedikit-dikitnya. Sehingga program csr tersebut selain sebagai wujud dalam bentuk CSR juga sebagai ajang promosi pada produk dari Unilever.

 

Referensi:

Shinta, A. (2013). Persepsi Terhadap Lingkungan. Kup45iana. https://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html

 

0 komentar:

Posting Komentar