Hubungan Antara
Persepsi Dengan Perilaku Orang-orang Yang Sering Membangkang & Peranan
Unilever Terhadap Pembinaan Bank Sampah Di Masyarakat Melalui Piramida Carroll
Oleh:
Alfiyan Hidayat (22310410030)
Dosen Pengampu: Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Pada saat ini Provinsi D.I. Yogyakarta sedang
mengalami darurat sampah banyak kita jumpai tumpukan sampah berserakan disetiap
pinggir jalan hal ini merupakan imbas dari banyak tps yang ditutup akibat over
kapasitas yang terjadi dikarenakan tidak adanya sistem pengelolaan sampah
,karena kita ketahui bersama bahwa sampah yang berada di tps hanya ditumpuk.
Maka dari itu mari kita bahas hubungan antara
persepsi dengan perilaku orang – orang yang sering membangkang dengan
menggunakan pendekatan Skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell
dan kawan-kawan (dalam Sarwono, 1995).
Hubungan antara persepsi dan perilaku masyarakat
dalam mematuhi UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. Ketika masyarakat berhadapan dengan masalah
lingkungan sepertihalnya sampah. Masyarakat
melihat masalah pengelolaan sampah kemudian membentuk persepsi. Namun
juga bisa masyarakat tanpa melihat
masalah pengelolaan sampah langsung membuat persepsi. Persepsi adalah suatu
pandangan, dalam pandangan itu tentu ada unsur pengalaman terdahulu, dan
juga evaluasi misalnya masalah pengolaan sampah itu
menyenangkan / tidak menyenangkan. Selanjutnya setelah melakukan persepsi
masyrakat akan memasuki kedalam batas
optimal. Artinya, masalah pengelolaan
sampah yang ada di sekitar masyarakat itu dinilai masih dalam batas
optimal. Masyarakat masih bisa
menerimanya. Evaluasinya adalah jumlahnya tidak seberapa, dan baik2 saja.
Selanjutnya masyrakat masuk pada tahap
homeostatis. Artinya, keadaan masyarakat
normal kembali, nyaman2 saja walau ada masalah lingkungan disekitarnya.
Ini karena masalah lingkungan seperti sampah itu tidak mengganggunya / masih dalam batas
wajar. Pada tahapan selanjutnya
masyarakat mempersepsikan masalah
lingkungan disekitarnya sudah diluar batas kewajaran / sudah terlalu banyak.
Selanjutnya tahap stres. Artinya, masalah lingkungan disekitarnya oleh masyrakat dipersepsikan sudah tidak wajar lagi
jumlahnya, dan sudah sangat tidak nyaman. Dampaknya masyrakat stress. Ini terjadi karena mereka tidak bisa menghindar dari situasi buruk tersebut.
Selanjutnya tahapan
coping. Artinya, masyarakat
berusaha keras untuk mengatasi stres. Hal yang dilakukan oleh
masyarakat berupa adaptasi / adjustment.
Artinya, dalam menghadapi stres, masyarakat melakukan coping behavior. Salah
satu bentuk coping behavior adalah adaptasi (Mengubah diri) dan adjustment
(mengubah lingkungan). Contoh perilaku mengubah diri, masyarakat membiasakan
diri berperilaku 3 R (Recycle,Reduce,Reuse) sebagai upaya mengelola sampah pada
lingkungan ,perilaku adjustment masyarakat
mengajak dan memotori gerakan 3R pada lingkungan sekitarnya
sepertihalnya membuat bank sampah pada tingkat RT.
Setelah itu efek lanjutan. Ketika masyarakat sudah melakukan 3R, maka problem masalah
sampah pada lingkungan teratasi
masyarakat merasa senang. Rasa senang itu memperkuat kebiasaan 3R,
sehingga bila masyarakat bertemu masalah
lingkungan terutama sampah maka ia langsung melakukan 3 R tadi. Bila perilaku
coping yang dilakukan keliru dan tidak dapat mengatasi problem yang dihadapi
maka akan membuat stress pada masyarakat
berlanjut . Contoh perilakunya adalah perilaku marah dan melakukan
pembangkangan terhadap aturan yang telah dibuat pemerintah perihal pengelolaan
sampah, terakhir efek lanjutan artinya masyarakat merasa stres, usaha2 untuk mengatasi stres
gagal terus. Mereka kemudian mulai menyalahkan lingkungan sekitarnya terutama pemerintah padahal sudah
jelas bahwasanya bila masyarakat menaati dan melaksanakan peraturan UU No. 18
Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah maka mereka bisa terhindar dari problem
dan mengatasi stress tersebut.
Unilever Indonesia, sebagai perusahaan besar, telah
aktif dalam memajukan tanggung jawab sosialnya melalui pembinaan bank sampah di
masyarakat sejak 2008. Inisiatif ini mencerminkan komitmen Unilever dalam
menjawab tanggung jawab sosialnya melalui berbagai aspek.
Pertama, secara ekonomis, Unilever memastikan
upayanya dalam pengelolaan sampah menciptakan nilai bisnis dan pertumbuhan.
Keterlibatan dalam membangun dan memperkuat bank sampah adalah langkah nyata
dalam mencapai tujuan ini.
Kedua, dari segi hukum, Unilever patuh terhadap
regulasi pemerintah, menunjukkan pemahaman dan kepatuhan perusahaan terhadap
aturan yang berlaku.
Ketiga, dalam tingkatan etis, Unilever menunjukkan
komitmennya untuk bertindak secara benar dan adil dalam kontribusinya pada
pengelolaan sampah dan lingkungan, tercermin dalam kolaborasi dengan Google My
Business untuk efisiensi operasional.
Terakhir, pada tingkatan filantropis, Unilever memberikan
kontribusi positif kepada masyarakat melalui pembinaan bank sampah dan edukasi
#GenerasiPilahPlastik, menandakan kepedulian perusahaan dalam menciptakan
dampak positif melampaui kewajiban bisnis.
Dengan demikian, Unilever secara holistik menerapkan
tanggung jawab sosial perusahaan, menciptakan sinergi positif antara
pertumbuhan bisnis, kepatuhan hukum, integritas etis, dan kontribusi
filantropis untuk kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Shinta, Arundati (2013). Persepsi terhadap Lingkungan.
http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
0 komentar:
Posting Komentar