TUGAS UAS
PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Persepsi Masyarakat Terhadap Perilaku Membuang Sampah dan Pengaruhnya Terhadap Kepatuhan Terhadap UU No. 18 Tahun 2008 Juga Peran Unilever Sebagai Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dalam Pembinaan Bank Sampah
Oleh: Ferdi Zidhane Agibhran (22310410085)
Dr.,
Dra. ARUNDATI SHINTA MA
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
1. Hubungan antara
persepsi dengan perilaku orang-orang yang sering membangkang perintah UU No. 18
Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah.
Persepsi adalah proses
yang dilalui oleh seseorang untuk memahami dan menginterpretasikan informasi
dari lingkungannya. Persepsi dapat mempengaruhi perilaku seseorang, termasuk
perilaku dalam mematuhi perintah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan
Sampah.
Ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu hal, termasuk:
·
Pengalaman.
Pengalaman
yang pernah dialami seseorang dapat membentuk persepsinya terhadap suatu hal.
Misalnya, seseorang yang pernah melihat sampah dibuang sembarangan di
lingkungannya, maka ia akan cenderung memiliki persepsi negatif terhadap
sampah.
·
Pengetahuan.
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang juga dapat mempengaruhi persepsinya terhadap suatu hal.
Misalnya, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang dampak buruk sampah bagi
lingkungan, maka ia akan cenderung memiliki persepsi positif terhadap perilaku
membuang sampah pada tempatnya.
·
Nilai
dan norma.
Nilai
dan norma yang dianut seseorang juga dapat mempengaruhi persepsinya terhadap
suatu hal. Misalnya, seseorang yang memiliki nilai dan norma yang tinggi
terhadap kebersihan lingkungan, maka ia akan cenderung memiliki persepsi
positif terhadap perilaku membuang sampah pada tempatnya.
Dalam konteks
pembangkangan masyarakat terhadap perintah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang
Pengolahan Sampah, dapat diasumsikan bahwa masyarakat memiliki persepsi yang
negatif terhadap perilaku membuang sampah pada tempatnya. Persepsi negatif ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:
·
Pengalaman
yang tidak menyenangkan.
Misalnya,
masyarakat pernah melihat petugas kebersihan yang tidak mengangkat sampah yang
telah dibuang pada tempatnya.
·
Pengetahuan
yang kurang.
Misalnya,
masyarakat tidak mengetahui dampak buruk sampah bagi lingkungan.
·
Nilai
dan norma yang tidak sesuai.
Misalnya,
masyarakat memiliki nilai dan norma yang tinggi terhadap kepraktisan, sehingga
mereka lebih memilih membuang sampah sembarangan karena lebih mudah.
Oleh karena itu, untuk
mengubah perilaku masyarakat agar mematuhi perintah UU No. 18 Tahun 2008
Tentang Pengolahan Sampah, perlu dilakukan upaya untuk mengubah persepsi
masyarakat terhadap perilaku tersebut. Upaya ini dapat dilakukan melalui
berbagai cara, di antaranya:
·
Peningkatan
kesadaran masyarakat akan dampak buruk sampah bagi lingkungan.
·
Peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang cara pengelolaan sampah yang benar.
·
Pengembangan
nilai dan norma masyarakat yang positif terhadap kebersihan lingkungan.
Sampah yang berlimpah
di Yogyakarta dan kota-kota besar di Indonesia menjadi masalah yang serius.
Meskipun Pemerintah Daerah telah mendirikan banyak TPA dan TPST, sampah tetap
saja berlimpah-ruah karena sistem pengolahannya hanya ditumpuk begitu saja di
TPA dan TPST (open dumping). Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan
Sampah telah dikeluarkan untuk mengatur perilaku masyarakat agar mereka peduli
pada sampahnya serta mau mengolahnya secara ramah lingkungan. Namun, masyarakat
enggan melaksanakan ‘perintah’ undang-undang tersebut. Dari aspek sosial
budaya, ‘pembangkangan’ masyarakat tersebut bisa dijelaskan melalui persepsi
masyarakat terhadap perilaku mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Bunga Hendra Asmara dan Andri Kurniawan, persepsi masyarakat terhadap sampah
dan kondisi wilayah tempat tinggal sangat berkaitan dengan pengelolaan sampah.
Persepsi masyarakat yang positif terhadap sampah dan lingkungan dapat
mempengaruhi perilaku mereka dalam mengelola sampah. Oleh karena itu, perlu
adanya edukasi dan sosialisasi yang tepat agar masyarakat dapat memahami
pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan ramah lingkungan.
2. Piramida Carroll
adalah sebuah model yang menggambarkan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Piramida ini terdiri dari empat tingkatan, yaitu:
·
Tanggung
jawab ekonomi.
Perusahaan
memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan keuntungan bagi para pemegang saham.
·
Tanggung
jawab legal.
Perusahaan
memiliki tanggung jawab untuk mematuhi peraturan yang berlaku.
·
Tanggung
jawab etis.
Perusahaan
memiliki tanggung jawab untuk bertindak sesuai dengan norma dan nilai-nilai
moral yang berlaku.
·
Tanggung
jawab filantropi.
Perusahaan
memiliki tanggung jawab untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat.
Berdasarkan Piramida
Carroll, peranan Unilever terhadap pembinaan bank sampah di masyarakat dapat
dikategorikan sebagai tanggung jawab etis dan filantropi.
Tanggung jawab etis
Unilever memiliki
tanggung jawab untuk bertindak sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral yang
berlaku. Dalam konteks pembinaan bank sampah, Unilever telah bertindak secara
etis dengan cara:
·
Mendukung
upaya Pemerintah Daerah dalam mengatasi permasalahan sampah.
·
Mendorong
masyarakat untuk peduli sampah melalui pembinaan bank sampah.
·
Meningkatkan
kesadaran masyarakat akan dampak buruk sampah bagi lingkungan.
Tanggung jawab
filantropi
Unilever memiliki
tanggung jawab untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat. Dalam konteks
pembinaan bank sampah, Unilever telah memberikan sumbangan berupa:
·
Dana. Dana
ini digunakan untuk membiayai kegiatan pembinaan bank sampah, seperti
pelatihan, pengadaan sarana dan prasarana, dan promosi.
·
Produk.
Produk-produk Unilever, seperti sabun, deterjen, dan sampo, diberikan kepada
bank sampah untuk dijual kembali. Hasil penjualan produk-produk tersebut
digunakan untuk membiayai kegiatan bank sampah.
Perusahaan Unilever
telah membantu Pemerintah Daerah dan juga mendorong masyarakat untuk peduli
sampah melalui pembinaan bank sampah. Banyak bank sampah difasilitasi oleh
Unilever. Piramida Carroll adalah suatu model yang digunakan untuk menjelaskan
tanggung jawab sosial perusahaan dalam membangun hubungan yang baik dengan
masyarakat. Model ini terdiri dari empat lapisan, yaitu tanggung jawab ekonomi,
legal, etis, dan filantropi. Dalam hal ini, Unilever bertanggung jawab dalam
lapisan etis dan filantropi. Unilever Indonesia telah membina 4.000 unit bank
sampah di 18 kota dan memperkuat program bank sampah hingga berhasil membina
sebanyak 3.859 unit bank sampah di 37 kota yang tersebar di 12 provinsi. Unilever
juga telah mendukung masyarakat untuk mengembangkan sistem pengumpulan dan
penjualan sampah. Unilever menggunakan platform yang bernama ’Google My
Business’, yang memungkinkan konsumen untuk mengakses lokasi bank sampah
terdekat melalui Google Search maupun Google Maps. Dengan demikian, Unilever
telah berkontribusi dalam membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya
pengelolaan sampah yang baik dan ramah lingkungan.
Referensi
·
Carroll,
A. B. (1991). The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward the Moral
Management of Organizational Stakeholders. Business Horizons, 34(4), 39-48.
·
Peraturan
Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah.
·
https://media.neliti.com/media/publications/222979-persepsi-masyarakat-terhadap-sampah-dan.pdf
0 komentar:
Posting Komentar