NAMA : Happy Johanis
NIM :
23310420013
KELAS : REGULER
Dosen Pengampu : Dr.,Dra. Arundati Shinta MA
Persepsi dengan perilaku masyarakat yang sering
membangkang perintah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah.
Persepsi terhadap lingkungan hidup adalah cara-cara
individu memahami dan menerima stimulus lingkungan yang dihadapinya. Proses
pemahaman tersebut menjadi lebih mudah karena individu mengaitkan objek yang
diamatinya dengan pengalaman tertentu, dengan fungsi objek, dan dengan
menciptakan makna-makna yang terkandung dalam objek itu. Penciptaan makna-makna
itu terkadang meluas, sesuai dengan kebutuhan individu (Fisher, Bell, &
Baum, 1984). Contoh dari persepsi itu ialah individu mengamati sebuah pohon
besar dengan batangnya yang besar dan daunnya rimbun. Persepsi yang muncul
adalah sebuah benda yang dapat menjadi peneduh yang menyenangkan, tempat untuk
pesta kebun, tempat untuk berpose bagi penganti yang senang dengan hal-hal yang
alami, atau bisa juga sebagai tempat yang mengerikan karena banyak hantunya.
Pohon itu juga bisa berfungsi penyumbang devisa negara dengan cara dijual, dan
juga untuk kayu bakar.
Berdasarkan indeks kualitas lingkungan hidup Indonesia
menurut kepulauan (pulau-pulau besar) pada tahun 2009-2011, Pulau Jawa
mempunyai nilai indeks terendah.
Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten
dan 1 kota yaitu: Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten
Gunungkidul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta merupakan
wilayah administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 3.250 Ha
atau 32,50 Km2 (1,02%) dari luas wilayah provinsi. Menurut Badan Lingkungan
Hidup DIY (2012), beberapa isu prioritas lingkungan hidup lokal yang perlu
mendapat perhatian penanganan antara lain: Pertama, kunci keberhasilan
pengelolaan lingkungan hidup adalah komitmen bersama dan sinergisitas dalam
pelaksanaan program/kegiatan pengelolaan lingkungan dari pemangku kepentingan.
Kedua, pencemaran udara terutama terjadi di wilayah perkotaan yang ditunjukkan
meningkatnya polutan udara. Ketiga, penurunan kualitas air tanah dan cadangan
air tanah sebagai sumber air minum bagi penduduk serta meningkatnya pencemaran
sungai oleh limbah domestik (rumah tangga) dan limbah industri. Keempat,
terbatasnya kelompok masyarakat yang peduli terhadap lingkungan serta
terbatasnya pemahaman mereka terhadap kualitas. Kelima, masih sering terjadi
pelanggaran tata ruang dan tata guna lahan yang merupakan pemicu awal timbulnya
pencemaran/kerusakan lingkungan. Keberhasilan
pengelolaan lingkungan yang belum maksimal, pencemaran udara semakin meningkat,
penurunan kualitas dan cadangan air tanah, terbatasnya masyarakat yang peduli
lingkungan serta banyaknya pelanggaran tata ruang dan tata guna lahan di Kota
Yogyakarta mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang cukup
memprihatinkan. Pengaruh pembangunan kota pada lingkungan tentu berdampak lebih
besar daripada pengaruh pembangunan di wilayah desa.
Kepadatan penduduk yang semakin tinggi di yogya
menimbulkan berbagai masalah dalam penyediaan lahan untuk permukiman dan untuk
usaha, fasilitas sosial (pendidikan, rumah ibadah, kesehatan, air bersih dan
transportasi), serta masalah sosial ekonomi dan sosial budaya.
Sebagai mahasiswa psikologi menurut saya yang harus
dilakukan pemerintah untuk merubah sudut pandang masyarat dalam mengelolah
sampah ialah dengan cara memperbanyak organisasi bank sampah di setiap daerah
kota jogja, dengan begitu masyarakat akan lebih bersemangat dalam mengumpulkan
sampah demi menambah kebutuhan ekonomi masyarakat.
Daftar
Pustaka
Papalupi L (2014). PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KECAMATAN NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA.
Shinta, A. (2013).
Persepsi Terhadap Lingkungan. KUPASIANA. http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
0 komentar:
Posting Komentar