Kamis, 28 Desember 2023

PSIKOLOGI LINGKUNGAN, ESAI 8-UAS, Ujian Akhir Semester, Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA

Peran Unilever Dalam Membangun Kesadaran Lingkungan Dengan Mengubah Persepsi Dan Perilaku Terkait Pengolahan Sampah.

Juliani Mariati Larosa

NIM: 22310410072

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


sumber: PotretNews.com

Proses kognitif di mana individu memperoleh, mengorganisasi, menginterpretasi, dan memberikan makna terhadap informasi yang diterima melalui panca indra disebut persepsi. Namun setiap individu bisa memiliki persepsi yang berbeda terhadap objek yang sama dengan stimulus yang sama, dan dalam waktu bersamaan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seperti pengalaman sebelumnya, nilai-nilai, tujuan, harapan, serta stimulasi sensorik yang diterima. Sama seperti yang dijelaskan oleh Shinta dalam tulisannya yang berjudul "persepsi terhadap lingkungan" yang membahas tentang bagaimana seseorang berperilaku lebih kearah pro lingkungan hidup, sedangkan perilaku lainnya tidak memperdulikan restorasi lingkungannya bahkan justru merusaknya. Begitu juga dengan masyarakat yang enggan mematuhi perintah undang-undang tentang pengolahan sampah, perbedaan persepsi tentang kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sampah, akan menimbulkan perilaku yang berbeda juga. Seperti halnya yang terjadi pada kondisi sekarang ini, ada banyak kota-kota besar di Indonesia yang sedang mengalami kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sampah yang menumpuk. Meskipun ada banyak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), sampah tetap berlimpah ruah dikarenakan cara pengolahannya yang ditumpuk begitu saja. Sekarang, semakin banyaknya penduduk maka semakin banyak pula sampah yang dihasilkan, sehingga akhirnya pemerintah mengeluarkan peraturan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah supaya masyarakat bisa mengolah sampahnya dengan baik.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, masyarakat dan pemerintah bisa bekerjasama dalam kegiatan pengelolaan sampah supaya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 mendefinisikan sampah sebagai sisa atau bekas kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang bentuknya padat, sedangkan pengelolaan sampah yaitu kegiatan sistematis, berkesinambungan dan menyeluruh yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. 

Permasalahannya menumpuknya sampah dikarenakan jumlah penduduk yang ada di indonesia semakin banyak serta perubahan pola konsumsi masyarakat yang menimbulkan penambahan jenis, volume, serta karakteristik sampah yang bermacam di masyarakat. Perilaku tidak peduli terhadap lingkungan dengan tidak ramah lingkungan memicu terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang buruk. Perilaku tidak memilah sampah sebelum membuang sampah serta membuang sampah sembarangan adalah bentuk tindakan membangkang perintah pengelolaan sampah.

Hubungan persepsi dan perilaku orang-orang yang membangkang perintah pengelolaan sampah, yaitu dari interpretasi. Persepsi individu tentang UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah dapat berbeda-beda. Beberapa mungkin menginterpretasikan dan memahami pentingnya aturan tersebut, sementara yang lain mungkin menganggapnya tidak relevan atau tidak begitu penting. Persepsi yang berbeda ini dapat mempengaruhi perilaku individu terkait dengan mematuhi atau melanggar peraturan tersebut. Selanjutnya adalah sikap, persepsi juga dapat membentuk sikap individu terhadap UU tersebut. Jika seseorang memiliki persepsi positif terhadap peraturan tersebut, mereka mungkin memiliki sikap yang mendukung dan cenderung untuk mematuhi aturan tersebut. Namun, jika seseorang memiliki persepsi negatif terhadap UU tersebut, mereka mungkin memiliki sikap yang menentang dan cenderung melanggar aturan. Selain persepsi individual, norma sosial juga memainkan peran penting dalam membentuk perilaku individu terkait dengan UU tersebut. Jika norma sosial dalam komunitas atau lingkungan tertentu cenderung mendukung dan mendorong patuh terhadap peraturan, individu cenderung mengikuti norma ini. Namun, jika norma sosial mendukung perilaku yang melanggar aturan, individu cenderung mengikuti norma tersebut. Persepsi individu juga dapat dipengaruhi oleh faktor sosial dan lingkungan di sekitarnya. Jika individu mengamati atau mengalami bahwa banyak orang di sekitarnya melanggar aturan dengan tidak mendapatkan konsekuensi negatif, mereka mungkin cenderung untuk melanggar aturan tersebut. Demikian pula, jika individu mengamati atau mengalami bahwa mereka yang mematuhi aturan mendapatkan penghargaan atau manfaat, mereka mungkin cenderung untuk mematuhi peraturan tersebut.

Adanya psikologi lingkungan akan menciptakan persepsi pro lingkungan di dalam masyarakat. Masyarakat dituntut untuk persepsi atau memiliki cara pandang positif yakni ramah lingkungan. Seperti halnya persepsi positif nasabah bank sampah Rawajati yang menilai bahwa pengelolaan sampah harus dilakukan secara berkelanjutan, mereka menilai bahwa sampah yang menumpuk akan berdampak buruk pada lingkungan sehingga sebelum dibuang sampah harus dipilah terlebih dahulu, tujuannya supaya memudahkan proses pengelolaan sampah. Persepsi positif terhadap pengelolaan sampah akan menimbulkan perilaku pro lingkungan hidup. partisipasi tinggi nasabah bank sampah Rawajati muncul dikarenakan persepsi positif terhadap 3R atau mendukung penanganan sampah yang berwawasan lingkungan. begitu juga sebaliknya ketika seseorang memiliki persepsi negatif tentang pengolahan sampah maka partisipasinya menjadi rendah sehingga berperilaku buruk terhadap lingkungan.Persepsi individu tentang UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah dapat mempengaruhi perilaku mereka terkait dengan mematuhi atau melanggar aturan tersebut. Persepsi yang berbeda, sikap, norma sosial, dan faktor sosial serta lingkungan dapat memainkan peran penting dalam membentuk perilaku individu terkait dengan peraturan tersebut.

sumber: Big Alpha

Peranan Unilever dalam pembinaan bank sampah bertujuan untuk mendorong masyarakat dan konsumen untuk menjadi lebih sadar akan pentingnya pengelolaan limbah dan keberlanjutan lingkungan. Melalui program ini, Unilever berpartisipasi dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya daur ulang, pengurangan limbah, dan pemilihan bahan yang ramah lingkungan. Unilever berperan sebagai agen perubahan dengan memimpin dan mendukung pembentukan bank sampah. Bank sampah bisa menjadi sistem pengumpulan atau pengelolaan limbah yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan pemisahan dan pengolahan sampah dalam upaya menciptakan nilai ekonomi dari limbah tersebut. PT Unilever membantu dalam membina bank sampah dengan memberikan pelatihan, dukungan teknis, dan sumber daya. Jika dilihat dari sudut pandang piramida Carroll, peran Unilever dalam pembinaan bank sampah di masyarakat memiliki empat tingkatan tanggung jawab yang harus dipenuhi yaitu:

1. Economic Responsibility/ Tanggungjawab Ekonomis

Make a profit, di mana tujuan utama perusahaan yakni menghasilkan laba. Perusahaan harus mempunyai value tambahan ekonomi yang menjadi persyaratan agar perusahaan dapat terus hidup dan berkembang. laba menjadi fondasi perusahaan. Unilever sebagai perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan keuntungan dan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini Unilever memainkan peran ekonomi dengan memfasilitasi dan mendukung pembentukan bangsa. Mereka berinvestasi dalam program-program ini dengan harapan dapat memberikan manfaat ekonomi jangka panjang bagi perusahaan dan juga masyarakat. Pada tingkatan ekonomi, Unilever mendukung pembinaan bank sampah melalui berbagai program dan kampanye yang memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. Contohnya, Unilever dapat memberikan insentif kepada masyarakat yang aktif dalam mengelola dan mengolah sampah dengan memberikan imbalan yang bermanfaat.

2. Legal Responsibility/ Tanggungjawab Legal

Obey the law, yakni kebijakan yang menuntut perusahaan taat akan hukum yang berlaku. Artinya dalam proses mencari laba, tidak boleh ada namanya pelanggaran kebijakan atau hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam konteks bank sampah, Unilever memastikan mereka beroperasi sesuai dengan peraturan yang mengatur pengelolaan limbah dan sampah. Mereka membantu dalam memastikan bahwa bank sampah beroperasi secara legal dan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. You never berperan dalam memastikan adanya regulasi dan peraturan yang jelas terkait pengolahan sampah. Perusahaan ini dapat berkolaborasi dengan pemerintah dan lembaga terkait untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang efektif, termasuk pembentukan bank sampah.

3. Ethical Responsibility/ Tanggungjawab Etis

Be ethical, yakni kebijakan yang menuntut perusahaan untuk menjalankan kewajibannya melakukan praktek bisnis yang baik, adil, benar, dan fair. Mereka harus patuh terhadap norma-norma masyarakat di mana perilaku organisasi harus sesuai dengan norma tersebut. Unilever mengakui tanggung jawab etis mereka dalam beroperasi secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat. Dalam hal ini, mereka terlibat dalam pembinaan bank sampah untuk mengatasi masalah sampah, pengelolaan limbah, dan dampak lingkungan yang negatif. Unilever mempromosikan kesadaran akan pentingnya peduli terhadap sampah di masyarakat, dan mendukung perlindungan dan pelestarian lingkungan melalui bank sampah. PT Unilever berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah dan dampaknya terhadap lingkungan. Mereka melibatkan para konsumen dan masyarakat dalam program-program yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan sampah.

4. Philantropic Responsibility/ Tanggungjawab Filantropis

Yang menjadi kata kunci adalah be a good citizen, selain kewajiban menghasilkan laba, menaati hukum, dan berperilaku etis, perusahaan juga mempunyai kewajiban untuk berkontribusi secara langsung di masyarakat. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat luas. Pemilik perusahaan dan karyawan yang bekerja memiliki tanggung jawab ganda yaitu kepada perusahaan dan kepada publik. Dalam kasus Unilever, mereka menggunakan kebijaksanaan perusahaan dan otoritas mereka untuk melampaui persyaratan minimum yang ditetapkan oleh hukum dan regulasi. Mereka mengambil inisiatif untuk membangun dan memfasilitasi bank sampah, dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat secara luas. Unilever dapat memberikan dukungan finansial dan sumber daya kepada bank sampah yang ada di masyarakat. Hal ini dapat membantu bank sampah dalam meningkatkan daya tampung dan infrastrukturnya, sehingga dapat menciptakan dampak yang lebih besar dalam pengolahan sampah. Seperti yang dikutip dari jurnal abdidas (Auliani, 2020) menyatakan bahwa PT Unilever memberikan bantuan dan dana hingga Rp. 150.000.000.000 per tahun untuk kegiatan pelatihan dan pendampingan dalam rangka pengembangan BSIS di Sumut. Program bank sampah disesuaikan dengan target pengurangan sampah kota yang dibuang ke tpa yang ditetapkan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan. Disana juga dinyatakan bahwa bank sampah induk Sicanang sangat terbantu dengan adanya bantuan dari PT Unilever.

Namun, pembinaan Bank Sampah juga menghadapi beberapa masalah atau tantangan, salah satunya itu kesadaran dan partisipasi masyarakat. Meskipun Unilever berupaya untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pembinaan bank sampah, masih ada sebagian masyarakat yang belum memahami manfaatnya, atau bahkan tidak memiliki motivasi untuk terlibat dalam program tersebut. Tantangan lain yang dihadapi adalah masalah infrastruktur dan logistik. Pembinaan bank sampah membutuhkan sistem pengumpulan tanda pemilahan, dan pengolahan limbah yang efisien. Namun, dalam beberapa komunitas standar infrastruktur kurang memadai, termasuk kendala pengangkutan limbah, fasilitas pengolahan yang terbatas, serta kurangnya sarana yang memadai untuk pemilihan dan daur ulang. Aspek ekonomi juga dapat menjadi tantangan, kesulitan dalam menciptakan nilai ekonomi yang signifikan dari pengolahan limbah bisa menjadi faktor penghambat. Ketika biaya operasional dan keberlanjutan keuangan bank sampah buruk maka akan menghambat pembinaan bank sampah.

Dalam menghadapi masalah tersebut, idealnya Unilever berupaya untuk bekerja sama dengan pemerintah, masyarakat lokal, dan pihak terkait lainnya. Kolaborasi ini penting untuk memberikan dukungan yang logistik dan berkelanjutan dalam pembinaan bank sampah. Melalui kemitraan dan pengembangan kapasitas, Unilever berharap dapat menciptakan dampak yang positif terhadap lingkungan dan masyarakat, sambil mendorong keterlibatan dan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan yang terlibat.

Daftar Pustaka

Auliani, R. (2020). Peran Bank Sampah Induk Dalam Pengelolaan Sampah Kota Medan ( Studi Kasus: Bank Sampah Induk Sicanang, Belawan, Medan). Jurnal Abdidas. 1(5), 2020, 330-337.

Nugraha, A., Sutjahjo, H.S. & Amin, A.K. (2018). Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Melalui Bank Sampah Di Jakarta Selatan. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 8(1), April 2018, 7-14

Shinta, A. (2013, April 9). Persepsi Terhadap Lingkungan. KUPASIANA. http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html 

Tanudjaja, B.B. (2006). Perkembangan Corporate Social Responsibility Di Indonesia. NIRMANA. 8(2), Juli 2006, 92-98.

0 komentar:

Posting Komentar