Kamis, 28 Desember 2023

PsiLing : UAS_ Peran Korporasi dalam Pembinaan Bank Sampah dan Keberlanjutan Lingkungan ( M. Ekky Wahyu Mumpuni / 22310420017 )

PSIKOLOGI LINGKUNGAN

UJIAN AKHIR SEMESTER 


Peran Korporasi dalam Pembinaan Bank Sampah dan Keberlanjutan Lingkungan

 

M. Ekky Wahyu Mumpuni 

22310420017

 

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi ‘45

Yogyakarta


Hubungan antara persepsi dan perilaku orang-orang yang sering membangkang terhadap perintah Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah dapat dijelaskan melalui pemahaman tentang bagaimana persepsi terhadap lingkungan memengaruhi sikap dan tindakan individu. Shinta A (2013) membahas bahwa persepsi terhadap lingkungan hidup adalah cara individu memahami dan menerima stimulus lingkungan. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti budaya, status sosial ekonomi, usia, agama, dan interaksi antar peran gender, desa/kota, dan suku.

Dalam konteks sampah, persepsi masyarakat terhadap masalah lingkungan, khususnya sampah, dapat sangat bervariasi. Faktor budaya, status sosial ekonomi, dan interaksi sosial memainkan peran penting. Masyarakat yang kurang memahami urgensi pengelolaan sampah atau merasa bahwa tindakan tersebut tidak memberikan manfaat ekonomi langsung, mungkin cenderung membangkang terhadap regulasi atau undang-undang terkait pengelolaan sampah. Selain itu, jika persepsi mereka terhadap dampak lingkungan tidak merugikan secara langsung atau tidak terlihat, mereka mungkin tidak merasa perlu untuk berubah.

Pendidikan dan kampanye publik yang memperkuat persepsi positif terhadap tindakan pengelolaan sampah, mengaitkannya dengan manfaat ekonomi, dan menjelaskan dampak positifnya terhadap lingkungan dapat membantu mengubah perilaku masyarakat. Dengan memahami faktor-faktor psikologis dan persepsi yang memengaruhi perilaku, kita dapat merancang strategi pendekatan yang lebih efektif untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Mari kita ambil contoh dari korea selatan, seiring dengan perkembangan waktu, kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia terus mengalami perubahan dan peningkatan. Salah satu contoh sistem pengelolaan sampah yang mutakhir yang berhasil diterapkan di Korea adalah TPA Sudokwon di Korea Selatan. TPA ini mencakup luas 

sekitar 2.500 hektar dan berada di wilayah Sudokwon, yang melibatkan empat kota, yaitu Incheon, Seoul, Gyeonggi, dan Bucheon. Dalam tahun 2015, TPA ini melayani sampah dari sekitar 23 juta penduduk atau sekitar 47% dari total populasi Korea Selatan (Sudokwon Landfill Site Management Corp., 2015).

 

Gambar 1. Lokasi TPA Sudokwon

 

Proses pengelolaan sampah di Sudokwon landfill melibatkan beberapa tahap. Pertama, sampah dikumpulkan dan dipilah di tempat pemilahan sampah rumah tangga. Kemudian, sampah yang telah dipilah dikirim ke Transfer Station menggunakan truk khusus. Selanjutnya, sampah dipindahkan dari Transfer Station ke TPA menggunakan truk pengangkut. Setelah itu, sampah ditimbun dan dipadatkan di TPA, dan setelah mencapai tinggi tertentu, situs ditutup dengan tanah.

Selama proses ini, TPA Sudokwon juga menerapkan teknologi pengelolaan gas metan dan air lindi untuk mengurangi dampak lingkungan. TPA ini bahkan memanfaatkan sistem penangkapan gas metan untuk menghasilkan energi listrik. Keberhasilan Sudokwon landfill membuktikan bahwa pengelolaan sampah yang baik dapat menghasilkan sumber daya yang berguna, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. TPA ini menjadi inspirasi bagi negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa.

Perbandingan antara sistem pengelolaan sampah di Indonesia dan Korea Selatan mencakup beberapa aspek. Kelembagaan di Indonesia masih menghadapi kendala, seperti minimnya lembaga yang khusus menangani pengelolaan sampah, sementara Korea Selatan telah berhasil mengembangkan kelembagaan efektif melalui badan usaha milik negara seperti Sudokwon Landfill Site Management Corporation (SLC). Pembiayaan di Indonesia juga masih terkendala, dengan minimnya alokasi anggaran dari Pemerintah Daerah, sementara Korea Selatan melibatkan kontrak jangka panjang dengan badan usaha milik negara dan sektor swasta. Regulasi hukum di Indonesia perlu diperkuat, sementara Korea Selatan memiliki regulasi yang kuat yang diterapkan dengan baik oleh SLC dan pemerintah setempat.

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah di Indonesia perlu ditingkatkan, sementara Korea Selatan telah berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat melalui program pendidikan dan kampanye sosialisasi. Banyak TPA di Indonesia masih menggunakan sistem open dumping, sedangkan Sudokwon landfill menerapkan teknik operasional yang lebih modern dan efisien.

Kesimpulannya, Indonesia dapat mengambil inspirasi dari pengalaman Korea Selatan dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan efisien. Upaya terkoordinasi dari pemerintah, swasta, dan masyarakat diperlukan untuk meningkatkan kelembagaan, pembiayaan, regulasi, kesadaran masyarakat, dan penerapan teknologi pengelolaan sampah yang lebih baik. Dengan demikian, Indonesia dapat menghadapi tantangan pengelolaan sampah dengan inovasi yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokal (Hendra Y, 2016).

Aspek lembaga merupakan salah satu dari 5 aspek persampahan yaitu peraturan, lembaga, keuangan, sosial budaya, teknologi. Kita ambil aspek lembaga dari PT. Unilever. PT Unilever Indonesia memainkan peran yang sangat penting dalam pembinaan Bank Sampah di masyarakat. Inisiatif dan kontribusi mereka termasuk program Bank Sampah berbasis komunitas yang telah diperkenalkan oleh Unilever Indonesia Foundation sejak tahun 2008. Program ini bertujuan untuk mendorong masyarakat dalam memilah sampah dan melakukan daur ulang. Unilever telah berhasil membangun 3.858 unit Bank Sampah yang berfungsi sebagai pusat pengumpulan, pemilahan, dan daur ulang sampah.




Gambar 2. Ilustrasi Pengelolaan sampah (foto oleh Unilever)

 

Selain pembangunan fisik, Unilever Indonesia Foundation juga memberikan pendampingan dan dukungan untuk pengembangan Bank Sampah, termasuk pelatihan, edukasi, dan bantuan teknis. Kontribusi mereka dalam pengurangan sampah non-organik mencapai 12.487 ton, mencerminkan efektivitas program dalam mengelola sampah.

 

Salah satu langkah inovatif yang diambil oleh Unilever Indonesia adalah digitalisasi Bank Sampah melalui kolaborasi dengan Google My Business. Ini memungkinkan masyarakat dengan mudah menemukan lokasi Bank Sampah terdekat, meningkatkan partisipasi, dan mengoptimalkan proses daur ulang. Lebih dari 300 Bank Sampah binaan Unilever Indonesia telah terdaftar di Google My Business.

 

Selain itu, Unilever Indonesia terlibat dalam studi bersama Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan Indonesian Plastic Recyclers (IPR) mengenai rantai nilai sampah plastik di Pulau Jawa. Studi ini membantu pemahaman lebih dalam tentang permasalahan dan potensi dalam pengelolaan sampah plastik.

 

Melalui kolaborasi, pembangunan, dan inovasi ini, Unilever Indonesia tidak hanya berkontribusi pada pengelolaan sampah yang berkelanjutan tetapi juga berperan dalam membentuk ekosistem yang mendukung pembinaan dan pengembangan Bank Sampah di berbagai komunitas (Unilever, 2020)

DAFTAR PUSTAKA

 

Shinta, A. (2013, 9 April). Persepsi terhadap Lingkungan. Diakses pada 27 Desember 2023. Dari https://id.admininfo.info/how-to-know-the-publication-date-of-a-page-url-or-post

Hendra, Y. (2016). Perbandingan sistem pengelolaan sampah di Indonesia dan Korea Selatan: kajian 5 aspek pengelolaan sampah. Aspirasi: Jurnal Masalah-masalah Sosial7(1), 77-91.

Unilever.co.id. (2020, 19 Agustus). Unilever Indonesia Ungkap Potensi Rantai Nilai Daur Ulang Sampah Plastik. Diakses pada 27 Desember 2023. dari https://www.unilever.co.id/news/press-releases/2020/unilever-indonesia-ungkap-potensi-rantai-nilai-daur-ulang-sampah-plastik/

0 komentar:

Posting Komentar