Essay UAS Psikologi Lingkungan
NAMA :
Rizqi Bayu Nur Hanafi
NIM :
223104100134
JURUSAN :
PSIKOLOGI SP
MATA KULIAH :
PSIKOLOGI LINGKUNGAN
1.
Yogyakarta
dan banyak kota besar di Indonesia, sekarang ini sedang dilanda oleh ‘musibah’
yang disebabkan oleh sampah dalam jumlah yang tidak berhingga. Sudah banyak TPA
(Tempat Pembuangan Akhir) dan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) yang
didirikan Pemerintah Daerah, namun sampah tetap saja berlimpah-ruah karena
sistem pengolahannya hanya ditumpuk begitu saja di TPA dan TPST (open dumping). Semakin banyak penduduk,
semakin banyak pula sampah yang dihasilkan dan semakin TPA dan TPST cepat
penuh. Untuk mengatur perilaku masyarakat agar mereka peduli pada sampahnya
serta mau mengolahnya secara ramah lingkungan, telah lahir Undang-undang No. 18
Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. Anehnya, masyarakat enggan melaksanakan
‘perintah’ undang-undang tersebut. Dari aspek sosial budaya, ‘pembangkangan’
masyarakat tersebut bisa dijelaskan melalui persepsi masyarakat terhadap
perilaku mereka. Anda sebagai calon sarjana Psikologi dari UP45 tentu bisa
menjelaskan tentang:
Apa hubungan antara persepsi dengan perilaku orang-orang
yang sering membangkang perintah UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah
tersebut?
Syarat pengerjaan soal ujian, hendaknya menggunakan
tulisan dosen berjudul: Persepsi Terhadap Lingkungan.
http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
Jawaban : Dalam konteks sampah di Yogyakarta dan kota-kota besar di Indonesia, persepsi masyarakat
terhadap pengolahan sampah dapat memainkan
peran kunci dalam membentuk perilaku mereka. Berdasarkan penjelasan dalam tulisan
"Persepsi Terhadap Lingkungan," ada beberapa konsep psikologi lingkungan yang dapat
diaplikasikan untuk menjelaskan hubungan
antara persepsi dan perilaku terkait sampah:
l Pengalaman dan Pengetahuan:
Masyarakat
yang memiliki pengalaman positif atau pengetahuan mendalam tentang dampak
positif dari pengelolaan sampah yang baik mungkin lebih cenderung mengadopsi
perilaku yang ramah lingkungan.
Sebaliknya, mereka yang kurang
memiliki pemahaman atau pengalaman negatif terhadap konsep pengelolaan sampah
mungkin memiliki persepsi yang kurang peduli dan lebih mungkin untuk
mengabaikan aturan UU No. 18 Tahun 2008.
l Ketrampilan dan Kemampuan:
Masyarakat
yang memiliki ketrampilan atau kemampuan dalam mengelola sampah, misalnya,
memilah sampah, dapat memiliki persepsi yang lebih positif terhadap konsep
pengelolaan sampah. Sebaliknya, mereka yang merasa tidak memiliki ketrampilan
atau kemampuan dalam hal tersebut mungkin cenderung menghindari praktik-praktik
tersebut.
l Budaya dan Norma Sosial:
Budaya dan
norma sosial dapat memainkan peran penting dalam membentuk persepsi dan
perilaku masyarakat terkait sampah. Jika budaya lokal atau norma masyarakat
mendukung praktik pengelolaan sampah yang baik, maka individu lebih mungkin
mengikuti dan mematuhi.
l Status Sosial Ekonomi:
Status sosial
ekonomi dapat mempengaruhi persepsi terhadap pengelolaan sampah. Masyarakat
dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi mungkin memiliki akses dan
sumber daya yang lebih baik untuk mengelola sampah mereka secara efektif.
l Interaksi dan Komunikasi:
Komunikasi
efektif dari pihak berwenang atau kelompok masyarakat yang mendukung praktik pengelolaan
sampah dapat membentuk atau mengubah persepsi individu.
Interaksi antar anggota masyarakat
juga dapat memengaruhi persepsi. Jika orang-orang dalam lingkungan tertentu
saling mendukung praktik-praktik ramah lingkungan, ini dapat menciptakan norma
sosial yang positif.
Dalam konteks ini, strategi untuk
mengubah perilaku masyarakat terkait sampah dapat melibatkan upaya untuk
meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan norma sosial yang mendukung
pengelolaan sampah yang baik. Komunikasi yang efektif dan pendekatan berbasis
budaya juga dapat menjadi kunci dalam membangun persepsi yang positif terkait
praktik pengelolaan sampah.
2.
Penjelasan tentang seluk-beluk sampah
bisa dilakukan melalui 5 aspek persampahan yakni: peraturan, lembaga, keuangan,
sosial budaya dan teknologi. Pembangkangan masyarakat (soal no. 1) bisa
dijelaskan dengan aspek sosial budaya. Pada aspek lembaga, sebagai contoh,
Perusahaan Unilever telah membantu Pemerintah Daerah dan juga mendorong
masyarakat untuk peduli sampah melalui pembinaan bank sampah. Banyak bank
sampah difasilitasi oleh Unilever. Jelaskan peranan Unilever terhadap pembinaan
bank sampah di masyarakat melalui Piramida Carroll.
Jawaban : Peranan Unilever dalam Pembinaan Bank Sampah: Analisis dengan
Piramida Carroll
Pengelolaan
sampah menjadi isu yang semakin mendesak di berbagai negara, terutama di
Indonesia, di mana jumlah sampah terus meningkat. Untuk mengatasi tantangan
ini, berbagai aspek persampahan perlu diperhatikan, salah satunya adalah peran
perusahaan-perusahaan swasta. Unilever, sebagai perusahaan global, telah
berperan aktif dalam pembinaan bank sampah di masyarakat Indonesia. Analisis peran
Unilever dalam konteks ini dapat dilakukan melalui Piramida Carroll, yang
mencakup dimensi etika, ekonomi, dan hukum.
l Dimensi Etika (Tanggung Jawab Etika):
Pada dimensi
etika, perusahaan diharapkan untuk bertindak secara moral dan melakukan
kegiatan yang dianggap benar oleh masyarakat. Unilever, melalui program
pembinaan bank sampah, menunjukkan tanggung jawab etika dengan berkontribusi
pada pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini,
Unilever memiliki tanggung jawab untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan
bisnisnya terhadap lingkungan, dan pembinaan bank sampah adalah salah satu cara
untuk mencapai tujuan tersebut.
Unilever berkomitmen untuk mengurangi
limbah plastik dan mendukung ekonomi berkelanjutan. Dengan membina bank sampah,
mereka tidak hanya mengelola sampah plastik yang dihasilkan dari produk mereka
sendiri tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal. Unilever melalui pendekatan
ini tidak hanya memenuhi standar etika dalam bisnis tetapi juga menciptakan
dampak positif dalam masyarakat.
l Dimensi Ekonomi (Tanggung Jawab
Ekonomi):
Tanggung
jawab ekonomi perusahaan mencakup kontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi
dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Unilever, dengan mendukung pembinaan bank
sampah, memberikan kontribusi ekonomi melalui beberapa cara. Pertama, mereka
menciptakan peluang pekerjaan dalam pengelolaan sampah dan operasional bank
sampah. Kedua, Unilever berpotensi mendapatkan manfaat dari daur ulang bahan
baku dari sampah plastik yang dikumpulkan.
Dengan menciptakan ekosistem bisnis
yang terkait dengan pengelolaan sampah, Unilever juga memberikan dampak positif
pada pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal. Ini sejalan dengan konsep tanggung
jawab ekonomi yang mengharuskan perusahaan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi di daerah tempat mereka beroperasi.
l Dimensi Hukum (Tanggung Jawab Hukum):
Tanggung
jawab hukum perusahaan mencakup kepatuhan terhadap regulasi dan undang-undang
yang berlaku. Unilever, melalui program pembinaan bank sampah, menunjukkan
tanggung jawab hukum dengan mematuhi regulasi seputar pengelolaan sampah.
Mereka bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan lembaga terkait untuk
memastikan bahwa kegiatan mereka sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Unilever juga dapat mengambil
inisiatif proaktif untuk membantu dalam pembentukan regulasi yang lebih baik
terkait pengelolaan sampah. Hal ini menciptakan lingkungan hukum yang mendukung
praktik bisnis berkelanjutan dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
l Dimensi Filantropi:
Meskipun
tidak termasuk dalam Piramida Carroll, dimensi filantropi tetap relevan dalam
konteks peran Unilever dalam pembinaan bank sampah. Unilever, sebagai
perusahaan global dengan sumber daya yang signifikan, dapat memberikan dukungan
finansial dan sumber daya lainnya kepada bank sampah dan komunitas yang
terlibat.
Melalui kegiatan filantropi, Unilever
dapat memperkuat citra mereknya, menciptakan keterikatan emosional dengan
konsumen, dan memberikan dampak positif yang lebih besar pada masyarakat.
Filantropi yang terfokus pada pengelolaan sampah juga dapat menjadi langkah
strategis untuk membangun hubungan yang kuat dengan pemerintah dan kelompok
lingkungan.
Unilever, melalui pembinaan bank
sampah, menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan yang mencakup dimensi
etika, ekonomi, dan hukum. Dengan berkontribusi pada pengelolaan sampah dan
pemberdayaan masyarakat, Unilever menciptakan dampak positif yang sejalan
dengan nilai-nilai berkelanjutan dan tanggung jawab korporat. Dengan terus
memperkuat program ini dan menjaga keseimbangan antara dimensi etika, ekonomi,
dan hukum, Unilever dapat terus menjadi pelaku utama dalam upaya pelestarian
lingkungan dan pembangunan masyarakat di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar