Kamis, 04 Mei 2023

Essay 3 Review Jurnal : DINAMIKA PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL DALAM KELUARGA.

 DINAMIKA PSIKOLOGIS REMAJA YANG MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL DALAM KELUARGA.

Ferdi Zidhane Agibhran ( 22310410085 )
Program Studi Psikologi
Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Topik

Dinamika psikologis remaja yang mengalami kekerasan emosional dalam keluarga.

Sumber

Anak Agung Istri Indira Kesari & Tience Debora Valentina. (2022). Dinamika psikologis remaja yang mengalami kekerasan emosional dalam keluarga. Jurnal Psikologi Udayana 2022, Vol.9, No.2, 206-214.

Permasalahan

Kekerasan emosional adalah bentuk kekerasan nonfisik yang membahayakan keberfungsian kognitif, psikologis, maupun fisiologis individu. Beberapa bentuk kekerasan emosional yaitu mengkritik terus menerus, mempermalukan, membandingkan, menghina, merendahkan, hingga memaparkan anak terhadap kejadian traumatis. Kekerasan jenis ini banyak ditemukan dalam relasi keluarga, terutama orangtua dengan anak. Dampak kekerasan emosional dalam keluarga dapat memengaruhi proses pembentukan identitas anak sebagai salah satu tugas perkembangan remaja.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika psikologis remaja yang mengalami kekerasan emosional dalam keluarga.

Isi

Kekerasan emosional mengacu pada tindakan mempermalukan, menakuti atau meneror, atau mengeksploitasi anak secara berkepanjangan (Belsky, 2016). Glaser dan Prior (2002) memaparkan lima kategori bentuk kekerasan emosional pada anak, antara lain: (1) ketidakhadiran secara emosional (misalnya tidak responsif dan mengabaikan anak); (2) atribusi

dan misatribusi negatif (misalnya menolak, memfitnah, membenci, membuat anak merasa tidak pantas dicintai); (3) perkembangan interaksi yang tidak pantas atau tidak konsisten (misalnya ekspektasi yang berlebihan atau tidak realistis, proteksi berlebihan, dan paparan terhadap kejadian traumatis); (4) kegagalan dalam mengakui individualitas anak (seperti memanfaatkan anak untuk memenuhi kebutuhan psikologis

orangtua, kegagalan dalam mengenali keadaan sulit anak, dan tidak mendengarkan anak); serta (5) kegagalan dalam meningkatkan adaptasi sosial anak (misalnya kesalahan dalam bersosialisasi, gagal menyediakan stimulasi kognitif, serta melibatkan anak dalam aktivitas kriminal). 


Secara global, terdapat 32% anak perempuan dan 27% anak laki-laki di Asia Pasifik dilaporkan mengalami kekerasan emosional dalam lingkup keluarga (Fang dkk., 2015). Di Indonesia, survei kekerasan pada anak pada Tahun 2013 menunjukkan bahwa ada 13,35% laki-laki dan 3,76% perempuan usia pada rentang 18-24 tahun yang dilaporkan mengalami kekerasan emosional (Kurniasari dkk., 2017). Sementara itu pada tahun 2020, terdapat sebanyak 86,65% lakilaki dan 96,22% perempuan di Indonesia pada rentang usia 13- 17 tahun mengalami kekerasan emosional (Pinandhita, 2020). Meski terdapat perbedaan kategori usia dan kelompok

partisipan, kedua hasil survei tersebut mengindikasikan peningkatan jumlah kasus kekerasan emosional yang dialami remaja di Indonesia secara drastis. Hal ini juga menandakan bahwa intervensi kasus kekerasan, khususnya kekerasan emosional masih perlu mendapatkan perhatian dan tindak lanjut, terlebih banyak kasus kekerasan emosional terjadi di unitterkecil yaitu keluarga.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi multi kasus. Kasus yang didalami adalah kekerasan emosional yang terjadi dalam lingkup keluarga. Partisipan penelitian ini terdiri dari tiga remaja berusia 14-21 tahun yang didapatkan dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis tematik oleh braun dan Clarke. 

Hasil

Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan enam temuan utama, antara lain: 1) gambaran relasi keluarga yan ditinjau dari aspek kontekstual dan aspek relasional; 2) gambaran kekerasan emosional dalam keluarga; 3) dampak kekerasan emosional ditinjau dari aspek kognitif, sosio emosional, dan perilaku; 4) pembentukan identitas remaja yang mengalami kekerasan dalam emosional; 5) pengalaman perundungan di sekolah, dan; 6) pembentukan resiliensi pada remaja yang mengalami kekerasan emosional sekaligus perundungan di sekolah. Implikasi dari penelitian ini memberikan pemahaman bagi orangtua mengenai tindakan kekerasan emosional dalam keluarga dan dampaknya terhadap remaja, serta pentingnya mengembangkan relasi keluarga yang baik untuk mendukung tumbuh kembang anak ke arah yang lebih positif.

Selain temuan utama ditemukan pula tujuh tema utama, yaitu:

1. Karakteristik Demografis dan Budaya Keluarga

Tema ini meliputi kategori-kategori yang menjadi faktor

penyebab munculnya tindakan kekerasan emosional dalam

keluarga ditinjau dari aspek karakteristik demografis dan budaya keluarga.


2. Pola Relasi Keluarga

Tema ini mencakup gambaran pola relasi keluarga yang

ditemukan pada ketiga responden remaja yang mengalami

kekerasan emosional dalam keluarga.


3. Bentuk Kekerasan Emosional yang Dialami

Dari hasil analisis, bentuk-bentuk kekerasan emosional yang

dialami oleh ketiga responden antara lain direndahkan,

diabaikan, dibanding-bandingkan, tuntutan berlebihan, paparan

terhadap kejadian traumatis, dimarahi dengan nada tinggi, serta

tidak dihargai.


4. Dampak Kekerasan Emosional

Penelitian ini menemukan berbagai dampak kekerasan

emosional pada remaja yang mengalami kekerasan emosional

dalam keluarga dan mengelompokkannya ke dalam tiga aspek,

yaitu aspek kognitif, perilaku, dan sosioemosional. Pada aspek

kognitif, dampak kekerasan emosional yang muncul antara lain

penilaian diri negatif, ketidakberdayaan, perasaan bersalah,

ideasional bunuh diri, dan performa akademik yang menurun.

Pada aspek perilaku, dampak yang muncul adalah perilaku

menghindari konflik, melukai diri sendiri, membatasi interaksi

dengan orangtua, serta memendam atau melampiaskan emosi

negatif ke orang lain. Ditinjau dari aspek sosioemosional,

dampak yang muncul antara lain perasaan kesepian, iri dengan

teman sebaya, tertekan, perubahan suasana hati yang cepat,

serta malu bertemu orang lain.


5. Pembentukan Identitas Remaja

Pengalaman kekerasan emosional pada responden dalam

lingkup keluarga memengaruhi konsep diri dan diri idealnya

sebagai salah satu aspek dalam perkembangan remaja.

Kekerasan emosional yang dialami responden berkaitan dengan

konsep diri yang rendah dan kesulitan menggambarkan diri

secara positif. Sementara itu, ditinjau dari aspek perkembangan

identitas lainnya, ketiga responden merasa sangat jauh dari diri

ideal yang ketiga responden deskripsikan.


6. Pengalaman Perundungan di Sekolah

Penelitian ini menemukan bahwa ketiga responden yang

mengalami kekerasan emosional dalam remaja juga cenderung

mengalami perundungan di sekolah. Bentuk perundungan yang

dialami berupa perundungan verbal (diolok-olok, direndahkan),

perundungan fisik (ditendang), serta dijauhi oleh teman sebaya.

Perundungan yang dialami di sekolah pada ketiga responden ini

turut berkontribusi pada kemunculan dampak-dampak yang

telah disebutkan pada aspek perilaku dan sosioemosional.


7. Pembentukan Resiliensi

Dari ketiga responden yang berpartisipasi pada penelitian ini,

hanya satu responden dari kategori remaja akhir yang

menunjukkan resiliensi terhadap kekerasan emosional dan

perundungan yang dialami.

Diskusi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dinamika psikologis remaja yang mengalami kekerasan emosional melibatkan gambaran relasi keluarga dan yang ditinjau dari faktor relasional dan kontekstual. Faktor-faktor kontekstual yang memprediksi

tindakan kekerasan emosional dalam keluarga antara lain masalah finansial keluarga, nilai dan budaya yang dianut dalam keluarga, pola interaksi antar generasi yang mempertahankan tindakan kekerasan emosional, tempat tinggal yang tidak kondusif, serta lingkungan tempat tinggal yang tidak kondusif.


Sementara itu, faktor relasional yang memprediksi Tindakan kekerasan emosional dalam keluarga antara lain konflik orangtua, ketidakseimbangan peran, kedekatan antar anggota keluarga yang rendah dan tidak konsisten, serta penyelesaian konflik yang tidak efektif. Remaja yang mengalami kekerasan emosional dalam keluarga cenderung merasa tidak berdaya, tidak terbuka dalam hal komunikasi dengan orangtua, membatasi interaksi dengan orangtua, serta memunculkan perilaku menghindari konflik. Selain itu, remaja yang mengalami kekerasan emosional dalam keluarga sekaligus perundungan di sekolah memiliki risiko yang lebih besar untuk melukai diri sendiri, mengembangkan konsep diri yang negatif dalam proses pembentukan identitas, serta mengalami kebingungan identitas sebagai dampak dari pengalaman kekerasan dan perundungan yang dialami.

Kesadaran orangtua mengenai tindakan kekerasan emosional yang dilakukan, kepekaan orangtua terhadap kondisi anak, dukungan emosional dari orangtua, serta pemberian kesempatan pada anak untuk bercerita dan mengemukakan sudut pandang di lingkup keluarga muncul sebagai faktor yang membantu pembentukan resiliensi remaja yang mengalami kekerasan emosional dalam keluarga sekaligus perundungan di sekolah. 


Oleh karena itu, saran dari peneliti kepada orangtua yang memiliki anak usia remaja antara lain menyadari bentukbentuk kekerasan emosional yang tercermin dari pola interaksi, serta secara aktif mengurangi hingga menghentikan Tindakan kekerasan emosional tersebut. Sementara itu, saran bagi remaja yang mengalami kekerasan emosional dalam keluarga yaitu mengembangkan strategi koping yang adaptif dalam menangani dampak kekerasan emosional serta perundungan yang dialami, serta mencari bantuan ke orang-orang yang dipercaya maupun tenaga profesional jika diperlukan.

0 komentar:

Posting Komentar