PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
PENGELOLAAN SAMPAH
Essay UAS Psikologi
Lingkungan
Dosen Pengampu :
Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A.
Muhamad Ilham Janu
Nanda Syaputra
NIM. 22310410007
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
2023
Soal 1 : Hubungan Antara Persepsi Dengan Perilaku Orang-Orang Yang Sering
Membangkang UU No. 18 Tahun 2008
Seiring dengan semakin
banyaknya penduduk, TPA dan TPST semakin penuh.
Untuk mengatur perilaku masyarakat agar peduli pada sampahnya serta mau
mengolahnya secara ramah lingkungan, ada peraturan yang mengatur yaitu Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. Namun,
masyarakat enggan melaksanakan undang-undang tersebut. Dari aspek sosial
budaya, ‘pembangkangan’ masyarakat tersebut bisa dijelaskan melalui persepsi
masyarakat terhadap perilaku mereka.
Persepsi
masyarakat terhadap sampah dan pengelolaannya dapat mempengaruhi perilaku
mereka dalam membuang sampah dan mematuhi undang-undang pengelolaan sampah. Contohnya, jika masyarakat
menganggap bahwa membuang sampah di tempat yang tidak semestinya tidaklah
berbahaya, mereka mungkin akan membuang sampah di tempat yang tidak semestinya.
Sebaliknya, jika masyarakat menganggap bahwa membuang sampah di tempat yang
tidak semestinya dapat merusak lingkungan, mereka mungkin akan membuang sampah
di tempat yang semestinya dan mematuhi undang-undang pengelolaan sampah.
Faktor lain yang mempengaruhi perilaku
dalam membuang sampah dan mematuhi peraturan
yaitu kebijakan pemerintah,
fasilitas pengelolaan sampah, dan tingkat pendidikan masyarakat mempengaruhi
perilaku dalam membuang sampah dan mematuhi undang-undang pengelolaan sampah.
Gambar
di atas merupakan tabel skema persepsi oleh Paul A. Bell (dalam Sarwono, 1995),
persepsi seseorang terhadap perilaku masyarakat dalam mengelola bank sampah
dapat menimbulkan dampak yang berkelanjutan. Jika seseorang mempersepsikan pengelolaan
sampah dengan benar dan berada dalam batas optimal, maka individu tersebut
berada dalam keadaan seimbang (ho-meostatis). Sebaliknya, apabila persepsi
tersebut tidak dapat diterima dan melampaui batas kemampuan penerimaan
seseorang, maka individu tersebut dapat mengalami stress dan tertekan.
Selanjutnya, stres ini akan diikuti dengan tindakan coping atau antisipasi.
Jika coping berhasil, maka akan terjadi adaptasi efek positif. Sebaliknya, jika
gagal melakukan coping, timbul efek lanjutan negatif, yaitu stres yang lebih
parah.
Kesimpulannya,
pengelolaan sampah memerlukan upaya yang lebih serius dari semua pihak.
Pemerintah harus meningkatkan fasilitas pengelolaan sampah dan mengoptimalkan
kebijakan yang dibuat. Masyarakat harus memahami dan menyadari pentingnya
pengelolaan sampah dan mematuhi undang-undang pengelolaan sampah. Dalam hal
ini, persepsi masyarakat terhadap sampah dan pengelolaannya dapat mempengaruhi
perilaku mereka dalam membuang sampah dan mematuhi undang-undang pengelolaan
sampah.
Soal 2
Piramida Carroll
adalah model yang menggambarkan empat tingkat tanggung jawab sosial perusahaan,
yaitu ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Piramida ini untuk menganalisis
pembinaan bank sampah yang dilakukan oleh Unilever.
1.
Tingkat
ekonomi
Unilever
berupayamenumbuhkan bisnis berkelanjutan, bertanggung jawab, dan memberikan
manfaat pada sosial dan lingkungan. Unilever mengedepankan pendekatan ekonomi
sirkular untuk mengatasi permasalahan sampah, terutama memastikan sampah
plastik berada di dalam ekonomi, dan bukan mencemari alam. Unilever mendukung
masyarakat mengembangkan sistem pengumpulan dan penjualan sampah, sehingga
dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
2.
Tingkat
hukum
Unilever
mematuhi regulasi pemerintah mengenai pengurangan sampah oleh produsen, dengan
menyusun road map yang jelas dan terukur dalam mendukung upaya pengumpulan dan
daur ulang sampah. Unilever berkomitmen mengurangi 50% plastik baru, memastikan
100% kemasan plastik dapat digunakan kembali, didaur ulang, atau diubah menjadi
kompos, dan mengumpulkan dan memproses plastik dari yang dijual.
3.
Tingkat
etika
Unilever
bertanggung jawab melindungi lingkungan dan mencegah degradasi ekosistem.
Unilever meningkatkan kesadaran dan perilaku masyarakat terhadap pengelolaan
sampah, dengan meluncurkan kampanye #GenerasiPilahPlastik.
4.
Tingkat
filantropi
Unilever
berkontribusi melakukan berbagai kegiatan pengelolaan sampah dari sumbernya,
yaitu dari rumah tangga, dengan mengaktifkan program bank sampah. Unilever
membina 3.859 unit bank sampah di 37 kota yang tersebar di 12 provinsi, dan
memperkuat peranan bank sampah binaannya melalui upaya digitalisasi.
Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Unilever
telah menjalankan tanggung jawab sosialnya sesuai dengan piramida Carroll,
dengan memperhatikan aspek ekonomi, hukum, etika, dan filantropi dalam
pembinaan bank sampah. Unilever juga menunjukkan komitmen dan inovasi dalam
menciptakan ekosistem lingkungan yang lestari dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka:
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta:
Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.
Shinta, A. (2012). Strategi mengatasi dosen yang
menjemukan. Kup45iana. Retrieved on April 8, 2013 dari http://lintaskampusup45.blogspot.com/2012/12/strategi-mengatasi-dosen-yang-menjemukan.html
Dunia bersih dari sampah. Unilever dari https://www.unilever.co.id/planet-and-society/aksi-nyata-kami/dunia-yang-bersih-dari-sampah/
Unilever Indonesia Dorong Peran Aktif Masyarakat. dari https://www.unilever.co.id/news/press-releases/2021/unilever-indonesia-dorong-peran-aktif-masyarakat-melalui-generasipilahplastik/
Unilever Indonesia Ungkap Potensi Rantai Nilai Daur Ulang
Sampah. Dari https://www.unilever.co.id/news/press-releases/2020/unilever-indonesia-ungkap-potensi-rantai-nilai-daur-ulang-sampah-plastik/
0 komentar:
Posting Komentar