Nama: Claris Fransiscus Ola Riantobi
NIM : 23310420093
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A
Mata Kuliah : Ujian Akhir Semester Psikologi Lingkungan
“HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN PERILAKU PEMBANGKANGAN MASYARAKAT TERHADAP PERINTAH PENGELOLAAN SAMPAH”
Persepsi terhadap lingkungan hidup adalah suatu cara seorang individu dalam memahami dan menerima stimulus lingkungan yang sedang dihadapinya. Proses pemahaman ini dapat menjadi lebih mudah jika individu dapat mengaitkan objek-objek yang diamatinya dengan pengalaman tertentu, persoalan yang terjadi, bahkan dampak yang diberikan oleh objek tersebut (Shinta, 2023). Persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan adalah suatu proses dimana individu-individu dapat mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera agar dapat memberikan makna terhadap lingkungan (Wangke, 2010; Taci dkk, 2011).
Permasalahan jumlah sampah yang tidak terkelola secara baik di Indonesia telah menjadi isu aktual yang hangat dibicarakan dan dibahas. Pemerintah Indonesia memang sudah membuat banyak TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Namun, sampah yang ada di Indonesia masih tetap saja berlimpah-ruah karena sistem pengolahan sampah yang bersifat open dumping. Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin membuat TPA dan TPST cepat penuh. Untuk mengatur perilaku masyarakat agar mereka peduli pada pengolahan sampah maka pemerintah menerbitkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah.
Faktanya, penerbitan UU ini tetap membuat masyarakat enggan melaksanakan ‘perintah’ undang-undang tersebut. Pembangkangan masyarakat sangat berkaitan erat dengan pengaruh dari budaya yang ada pada daerah tersebut. Orang Indonesia memiliki perilaku atau kebiasaan untuk membuang sampah secara sembarangan atau tidak pada tempatnya. Hal ini berbeda dengan budaya orang Singapura yang selalu membuang sampah pada tempatnya. Di Singapura, orang yang membuang sampah tidak pada tempatnya akan dikenakan sanksi secara langsung karena di setiap sudut jalan terdapat CCTV yang disiapkan oleh pemerintah sehingga dapat langsung dikenakan sanksi pada orang tersebut. Sanksi denda ini sifatnya nyata dan konkret bahwa melakukan pelanggaran pembuangan sampah secara sembarangan akan mendapat sanksi sosial bahkan administratif. Berbeda dengan Singapura, Indonesia tidak menerapkan sanksi sosial dan administratif secara langsung pada individu yang telah membuang sampah secara sembarangan. Persepsi masyarakat Indonesia adalah tidak adanya bukti konkret bahwa ketika membuang sampah secara sembarangan, maka akan dikenakan denda. Hal ini juga disebabkan akibat peraturan konstitusi yang ada diIndonesia dapat dikatakan cukup lemah. Pembangkangan yang terjadi dapat dipengaruhi karena belum adanya individu yang dipenjarakan atau didenda sesuai dengan isi pada UU No. 18 Tahun 2008. Orang Indonesia lebih cenderung untuk mempercayai hal yang sudah konkret terjadi daripada mematuhi aturan yang ada selama individu tersebut belum mengalaminya.
2. Tanggung Jawab Hukum
0 komentar:
Posting Komentar