Kamis, 28 Desember 2023

ESSAY UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN_CLARIS FRANSISCUS OLA RIANTOBI

Nama: Claris Fransiscus Ola Riantobi

NIM : 23310420093

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A

Mata Kuliah : Ujian Akhir Semester Psikologi Lingkungan


“HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN PERILAKU PEMBANGKANGAN MASYARAKAT TERHADAP PERINTAH PENGELOLAAN SAMPAH”

     Persepsi terhadap lingkungan hidup adalah suatu cara seorang individu dalam memahami dan menerima stimulus lingkungan yang sedang dihadapinya. Proses pemahaman ini dapat menjadi lebih mudah jika individu dapat mengaitkan objek-objek yang diamatinya dengan pengalaman tertentu, persoalan yang terjadi, bahkan dampak yang diberikan oleh objek tersebut (Shinta, 2023). Persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan adalah suatu proses dimana individu-individu dapat mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera agar dapat memberikan makna terhadap lingkungan (Wangke, 2010; Taci dkk, 2011).

     Permasalahan jumlah sampah yang tidak terkelola secara baik di Indonesia telah menjadi isu aktual yang hangat dibicarakan dan dibahas. Pemerintah Indonesia memang sudah membuat banyak TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Namun, sampah yang ada di Indonesia masih tetap saja berlimpah-ruah karena sistem pengolahan sampah yang bersifat open dumping. Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin membuat TPA dan TPST cepat penuh. Untuk mengatur perilaku masyarakat agar mereka peduli pada pengolahan sampah maka pemerintah menerbitkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. 

     Faktanya, penerbitan UU ini tetap membuat masyarakat enggan melaksanakan ‘perintah’ undang-undang tersebut. Pembangkangan masyarakat sangat berkaitan erat dengan pengaruh dari budaya yang ada pada daerah tersebut. Orang Indonesia memiliki perilaku atau kebiasaan untuk membuang sampah secara sembarangan atau tidak pada tempatnya. Hal ini berbeda dengan budaya orang Singapura yang selalu membuang sampah pada tempatnya. Di Singapura, orang yang membuang sampah tidak pada tempatnya akan dikenakan sanksi secara langsung karena di setiap sudut jalan terdapat CCTV yang disiapkan oleh pemerintah sehingga dapat langsung dikenakan sanksi pada orang tersebut. Sanksi denda ini sifatnya nyata dan konkret bahwa melakukan pelanggaran pembuangan sampah secara sembarangan akan mendapat sanksi sosial bahkan administratif. Berbeda dengan Singapura, Indonesia tidak menerapkan sanksi sosial dan administratif secara langsung pada individu yang telah membuang sampah secara sembarangan. Persepsi masyarakat Indonesia adalah tidak adanya bukti konkret bahwa ketika membuang sampah secara sembarangan, maka akan dikenakan denda. Hal ini juga disebabkan akibat peraturan konstitusi yang ada diIndonesia dapat dikatakan cukup lemah. Pembangkangan yang terjadi dapat dipengaruhi karena belum adanya individu yang dipenjarakan atau didenda sesuai dengan isi pada UU No. 18 Tahun 2008. Orang Indonesia lebih cenderung untuk mempercayai hal yang sudah konkret terjadi daripada mematuhi aturan yang ada selama individu tersebut belum mengalaminya.


Peranan Unilever terhadap pembinaan bank sampah di masyarakat melalui Piramida Carrol

1. Tanggung Jawab Ekonomi 

Unilever Indonesia memiliki tanggung jawab ekonomi untuk meningkatkan laba atau untung yang diperoleh dan sama seperti masyarakat yang berharap dengan adanya pembinaan bank sampah, mereka dapat mendapatkan keuntungan. Pada website Unilever Indonesia, pembinaan bank sampah dapat meningkatkan penghasilan konsumen hingga 25% perbulan dan untuk pengolahan bank sampah sekitar Rp 200.000-300.000,00 perbulan. Unilever juga mendapatkan profit sebesar 45% dari bank sampah ini.

2. Tanggung Jawab Hukum

Unilever sudah beridiri dan beroperasi dengan dilandasi oleh  Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah. Perusahaan ini sudah mematuhi perintah pada UU dengan mengolah dan mengurangi sampah plastik dengan melakukan kegiatan 3R dan berkomitmen untuk beroprerasi dengan tujuan berkontribusi menjaga kualitas lingkungan dan peningkatan kuliatas kehidupan masyarakat. 

3. Tanggung Jawab Etika

Unilever bersikap etis dan memenuhi misi dalam kerangka persyaratan hukum yang telah ditetapkan oleh sistem hukum masyakat. Unilever memberikan jam kerja kepada karyawannya secara etis dan telah bertindak jujur bahwa 86% produk makanan telah sesuai dengan standar nutrisi dari WHO dan 99% produk makanan sudah sesuai dengan anjuran WHO untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 5 gram.

4. Tanggung Jawab Filantropis 

Unilever memfasilitas kegiatan pembinaan bank sampah secara sukarela untuk membantu masyarakat. Secara konsisten, perusahan ini telah mewadahi 24.500 ton sampah plastik pasca konsumsi melalui lebih dari 500 bank sampah yang tersebar di Indonesia. Dilansir dari website Unilever, ada sekitar 2.237 bank sampah diseluruh Indonesia yang telah diberi pembinaan terkait pemilahan sampah dan menjadi nasabah bank sampah. 


Daftar Pustaka:

Haknuh, M., 2022. 89 Tahun, Unilever Tumbuh Bersama Indonesia. URL: https://www.cnbcindonesia.com/news/20221205174911-4-393959/89-tahun-unilever-tumbuh-bersama-indonesia/3. Diakses tanggal 27 Desember 2023.

Shinta, A., 2023. Persepsi Terhadap Lingkungan. URL: http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html. Diakses tanggal 27 Desember 2023.

Taci, A. L., Fandeli, C., Darmakusuma, D., 2011. Persepsi Masyarakat terhadap Penerapan Pengelolaan Lingkungan Upaya Pemantauan Lingkungan pada Kegiatan Bidang Pariwisata. Majalah Geografi Indonesia, 25(2): 1-10.

Wangke, W., 2010. Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Pengembangan Lapangan UAP dan PLTP Unit 5 dan 6 PT Pertamina Geothermal Energy. Jurnal Agri-Sosioekonomi, 6(3): 39-44.

0 komentar:

Posting Komentar