Senin, 11 Desember 2023

Esai 5 Belajar Di TPST Randu Alas Aditya Nur Ihsan Psikologi Lingkungan SP

 

Belajar Pengelolaan 3R Sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Randu Alas

Esai 5 : Belajar di TPST

Psikologi Lingkungan

Aditya Nur Ihsan – 22310410133

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta MA



Permasalahan dari banyaknya sampah yang tidak terkelola di Yogyakarta adalah masyarakat pada umumnya hanya membuang sampahnya tanpa mengolahnya. Selain itu, jumlah TPST juga dirasa masih kurang. Penutupan sementara TPA Piyungan menyisakan tumpukan sampah di beberapa sudut Jogja. Permasalahan ini akan terus berlanjut jika persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah tidak berubah. Sosialisasi harus  dilakukan secara intensif, karena penurunan volume sampah sangat dipengaruhi oleh kesadaran pengelolaan sampah kota, khususnya sampah rumah tangga.

Randu Alas merupakan salah satu dari empat TPS 3R pengolahan sampah 3R (reduce, reuse, recycle) dan satuan kerja kesehatan lingkungan permukiman berbasis masyarakat Direktorat Jenderal Permukiman dan Pembangunan Penyehatan Lingkungan (Dit. PPPLP) (Satker PLPBM). diselenggarakan oleh  Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. TPS 3R Randu Alas terletak di Desa Sardonoharjo, Dusun Candi Karang, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.

TPS 3R Sebelum dibangunnya Landu Arras, lokasi ini merupakan tempat pembuangan sampah ilegal. Melihat keadaan tersebut, maka pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yaitu Bapak Tujono dan Bapak Joko Tri Waluyo terpaksa mengajukan usulan pembuatan TPS kepada Dinas Lingkungan Hidup pada tahun 2016. Sebelum mengajukan usulan pendirian TPS pada tahun 2015, Bapak Tujono dan Bapak Tri Joko Tri Waluyo mengelola bank sampah di desa Candi Karang dan memiliki keterampilan serta pengetahuan dalam pengelolaan sampah.

Di TPST Randu Alas, sampah organik  dari alam diubah menjadi berbagai produk limbah seperti kompos dan turunannya. Sedangkan sampah anorganik  berasal dari produk pabrik (kertas, plastik, seng) dan ditimbun oleh TPST bersama para pemulung.

TPST Randu Alas Proses pembuatan kompos  menggunakan beberapa metode, yaitu (1) metode batako, (2) metode windro (bambu segitiga), dan (3) metode Takakura (kantong goni juga bisa dibuat dari bambu). Ketiga cara ini digunakan karena aman dan memungkinkan keluarnya gas metana, sehingga terhindar dari risiko timbunan gas metana yang menimbulkan bahaya ledakan.

Mikro Organisme yang digunakan dalam kompos (MOL) diproduksi oleh TPST sendiri di bawah bimbingan perusahaan LSM Jerman, BORDA. Pada saat pengomposan, daun diparut kemudian ditambahkan MOL dengan perbandingan 1: 10. Periksa suhu tubuh Anda setiap hari selama 30 hari. Kompos yang telah dipanen akan diberikan kepada petani sebagai pupuk tanaman hortikultura dengan harga Rp 1.000 per kg.Jika petani tidak membeli, hasil panen kompos akan dititipkan ke pihak jasa lingkungan dengan harga Rp 1.250 per kg.

Untuk membuat pupuk organik cair, gunakan molase tebu: buah: air dengan perbandingan 1: 3: 10 dan gunakan minimal 5 jenis limbah buah segar untuk hasil yang baik Masu. TPST ini membudidayakan maggot dan juga  menghasilkan produk maggot kering yang dijadikan makanan burung kicau dan ikan hias, serta memiliki kandungan protein tinggi yang  membuat ikan hias bersinar. Mahasiswa UGM bernama Rania bekerja sama dengan TPST Randu Alas berhasil menghasilkan air lindi  dari sampah untuk menetralisir bau dari septic tank dan saluran pembuangan.

Namun, terdapat kendala teknologi yang belum memenuhi kebutuhan agar pengolahan sampah menjadi lebih efisien. Kolaborasi yang lebih baik antara pemerintah, akademisi, dan pelaku juga diperlukan. TPSP menghadapi kendala terkait jumlah personel yang terbatas (hanya enam orang) dan kurangnya kesadaran serta pemahaman masyarakat dalam memilah sampah sesuai fungsinya. Pak Joko menambahkan bahwa karena kondisi darurat dan keterbatasan sumber daya manusia, proyek bisnis TPSP harus terhenti. Saat ini, TPSP Randu Alas sedang merancang alat pembakaran sampah ramah lingkungan dengan kapasitas 3 kubik per hari, didukung oleh beberapa pihak swasta seperti Astra dan bantuan mesin pemilah sampah dari Bapak Bahrul Hamid Sidoharjo.

Randu Alas Keberadaan TPST akan sangat membantu mengurangi sampah di Yogyakarta. Dari sini saya belajar bahwa sampah tidak boleh dibuang begitu saja. Sampah apa pun bisa bermanfaat jika dibuang dengan benar Secara lebih luas, hal ini memerlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan seperti pemerintah, akademisi, dan praktisi. Jika ketiga pilar ini bersinergi maka pengelolaan sampah di Yogyakarta akan semakin optimal.

Sampah adalah tanggung jawab kita semua, karena setiap orang menghasilkan  dan mengangkut sampah. Oleh karena itu, diperlukan peraturan  pemerintah untuk membuang sampah dengan benar untuk mencegah akibat lain dari pembuangan yang tidak tepat. Setelah mengumpulkan sampah dari pelanggan, kami memilahnya berdasarkan jenisnya, misalnya plastik. Ada sekitar 23 standar untuk plastik, namun jumlahnya sedikit dan jarang karena kurangnya sumber daya manusia. Ada sampah organik yang mudah terurai dari alam (daun, buah, sisa makanan) dan sampah anorganik  dari produk industri (plastik, kertas, seng). Sampah anorganik dikumpulkan oleh pemilik sampah untuk didaur ulang dengan cara dibuang ke pabrik, sampah organik dimasukkan ke dalam kompos, sampah organik terdapat bakteri  (mol) yang mendorong fermentasi, dan mikroorganisme lokal yang memfermentasi sampah tersebut. Karena kandungan partikelnya yang tinggi, ukurannya kecil dan matang lebih awal, dan disebut em4 mingguan di pabrik.

 

 

0 komentar:

Posting Komentar