Belajar Pengelolaan 3R
Sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Randu Alas
Esai 5 : Belajar di
TPST
Psikologi Lingkungan
Aditya Nur Ihsan –
22310410133
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta MA
Permasalahan
dari banyaknya sampah yang tidak terkelola di Yogyakarta adalah masyarakat pada
umumnya hanya membuang sampahnya tanpa mengolahnya. Selain itu, jumlah TPST
juga dirasa masih kurang. Penutupan sementara TPA Piyungan menyisakan tumpukan
sampah di beberapa sudut Jogja. Permasalahan ini akan terus berlanjut jika
persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah tidak berubah. Sosialisasi
harus dilakukan secara intensif, karena
penurunan volume sampah sangat dipengaruhi oleh kesadaran pengelolaan sampah
kota, khususnya sampah rumah tangga.
Randu Alas
merupakan salah satu dari empat TPS 3R pengolahan sampah 3R (reduce, reuse,
recycle) dan satuan kerja kesehatan lingkungan permukiman berbasis masyarakat
Direktorat Jenderal Permukiman dan Pembangunan Penyehatan Lingkungan (Dit.
PPPLP) (Satker PLPBM). diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. TPS 3R
Randu Alas terletak di Desa Sardonoharjo, Dusun Candi Karang, Kecamatan
Ngaglik, Kabupaten Sleman.
TPS 3R
Sebelum dibangunnya Landu Arras, lokasi ini merupakan tempat pembuangan sampah
ilegal. Melihat keadaan tersebut, maka pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun
Warga (RW) yaitu Bapak Tujono dan Bapak Joko Tri Waluyo terpaksa mengajukan
usulan pembuatan TPS kepada Dinas Lingkungan Hidup pada tahun 2016. Sebelum
mengajukan usulan pendirian TPS pada tahun 2015, Bapak Tujono dan Bapak Tri
Joko Tri Waluyo mengelola bank sampah di desa Candi Karang dan memiliki
keterampilan serta pengetahuan dalam pengelolaan sampah.
Di TPST
Randu Alas, sampah organik dari alam
diubah menjadi berbagai produk limbah seperti kompos dan turunannya. Sedangkan
sampah anorganik berasal dari produk
pabrik (kertas, plastik, seng) dan ditimbun oleh TPST bersama para pemulung.
TPST Randu
Alas Proses pembuatan kompos menggunakan
beberapa metode, yaitu (1) metode batako, (2) metode windro (bambu segitiga),
dan (3) metode Takakura (kantong goni juga bisa dibuat dari bambu). Ketiga cara
ini digunakan karena aman dan memungkinkan keluarnya gas metana, sehingga
terhindar dari risiko timbunan gas metana yang menimbulkan bahaya ledakan.
Mikro
Organisme yang digunakan dalam kompos (MOL) diproduksi oleh TPST sendiri di
bawah bimbingan perusahaan LSM Jerman, BORDA. Pada saat pengomposan, daun
diparut kemudian ditambahkan MOL dengan perbandingan 1: 10. Periksa suhu tubuh
Anda setiap hari selama 30 hari. Kompos yang telah dipanen akan diberikan
kepada petani sebagai pupuk tanaman hortikultura dengan harga Rp 1.000 per
kg.Jika petani tidak membeli, hasil panen kompos akan dititipkan ke pihak jasa
lingkungan dengan harga Rp 1.250 per kg.

Untuk
membuat pupuk organik cair, gunakan molase tebu: buah: air dengan perbandingan
1: 3: 10 dan gunakan minimal 5 jenis limbah buah segar untuk hasil yang baik
Masu. TPST ini membudidayakan maggot dan juga
menghasilkan produk maggot kering yang dijadikan makanan burung kicau
dan ikan hias, serta memiliki kandungan protein tinggi yang membuat ikan hias bersinar. Mahasiswa UGM
bernama Rania bekerja sama dengan TPST Randu Alas berhasil menghasilkan air
lindi dari sampah untuk menetralisir bau
dari septic tank dan saluran pembuangan.
Namun,
terdapat kendala teknologi yang belum memenuhi kebutuhan agar pengolahan sampah
menjadi lebih efisien. Kolaborasi yang lebih baik antara pemerintah, akademisi,
dan pelaku juga diperlukan. TPSP menghadapi kendala terkait jumlah personel
yang terbatas (hanya enam orang) dan kurangnya kesadaran serta pemahaman
masyarakat dalam memilah sampah sesuai fungsinya. Pak Joko menambahkan bahwa
karena kondisi darurat dan keterbatasan sumber daya manusia, proyek bisnis TPSP
harus terhenti. Saat ini, TPSP Randu Alas sedang merancang alat pembakaran
sampah ramah lingkungan dengan kapasitas 3 kubik per hari, didukung oleh
beberapa pihak swasta seperti Astra dan bantuan mesin pemilah sampah dari Bapak
Bahrul Hamid Sidoharjo.

Randu Alas
Keberadaan TPST akan sangat membantu mengurangi sampah di Yogyakarta. Dari sini
saya belajar bahwa sampah tidak boleh dibuang begitu saja. Sampah apa pun bisa
bermanfaat jika dibuang dengan benar Secara lebih luas, hal ini memerlukan
kolaborasi antar pemangku kepentingan seperti pemerintah, akademisi, dan
praktisi. Jika ketiga pilar ini bersinergi maka pengelolaan sampah di
Yogyakarta akan semakin optimal.
Sampah
adalah tanggung jawab kita semua, karena setiap orang menghasilkan dan mengangkut sampah. Oleh karena itu,
diperlukan peraturan pemerintah untuk
membuang sampah dengan benar untuk mencegah akibat lain dari pembuangan yang
tidak tepat. Setelah mengumpulkan sampah dari pelanggan, kami memilahnya
berdasarkan jenisnya, misalnya plastik. Ada sekitar 23 standar untuk plastik,
namun jumlahnya sedikit dan jarang karena kurangnya sumber daya manusia. Ada
sampah organik yang mudah terurai dari alam (daun, buah, sisa makanan) dan
sampah anorganik dari produk industri
(plastik, kertas, seng). Sampah anorganik dikumpulkan oleh pemilik sampah untuk
didaur ulang dengan cara dibuang ke pabrik, sampah organik dimasukkan ke dalam
kompos, sampah organik terdapat bakteri
(mol) yang mendorong fermentasi, dan mikroorganisme lokal yang
memfermentasi sampah tersebut. Karena kandungan partikelnya yang tinggi,
ukurannya kecil dan matang lebih awal, dan disebut em4 mingguan di pabrik.








0 komentar:
Posting Komentar