Kamis, 28 Desember 2023

Essay UAS PSI LINGKUNGAN_Rizky Pratama

 

Tantangan Lingkungan di Indonesia dan Peran Unilever dalam Mengatasi Sampah

Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta MA


Nama    : Rizky Pratama

Nim        : 21310410205

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Indonesia, termasuk Yogyakarta dan beberapa kota besar lainnya, saat ini menghadapi tantangan serius akibat meningkatnya jumlah sampah yang tidak terkendali. Meskipun pemerintah telah mendirikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), permasalahan sampah tetap merajalela karena sistem pengolahannya yang kurang efektif. Dalam upaya mengatasi masalah ini, Pemerintah melahirkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. Namun, ironisnya, masyarakat tampak enggan melaksanakan perintah undang-undang tersebut. Dari perspektif sosial budaya, pembangkangan masyarakat dapat dijelaskan melalui persepsi mereka terhadap perilaku, sebagaimana dibahas dalam tulisan dosen berjudul "Persepsi Terhadap Lingkungan" (http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html).

Dalam tulisan dosen tersebut, diungkapkan bahwa persepsi masyarakat terhadap lingkungan dapat mempengaruhi perilaku mereka terhadap berbagai isu lingkungan, termasuk pengelolaan sampah. Persepsi adalah cara orang melihat, menginterpretasi, dan memberikan makna terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam konteks sampah, persepsi masyarakat terhadap urgensi dan dampak lingkungan dari peraturan pengelolaan sampah bisa menjadi faktor penentu dalam kepatuhan atau pembangkangan terhadap undang-undang yang ada.

Hubungan antara persepsi dan perilaku masyarakat yang membangkang terhadap Undang-undang Pengelolaan Sampah dapat dijelaskan dengan adanya kesenjangan antara pemahaman masyarakat terhadap urgensi masalah sampah dan ketidakpatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan. Faktor-faktor seperti kurangnya pemahaman tentang dampak sampah terhadap lingkungan, prioritas kebutuhan sehari-hari yang lebih mendesak, atau norma sosial yang mendukung perilaku tidak peduli terhadap sampah dapat memengaruhi persepsi masyarakat.

Berikut adalah skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Sarwono, 1995).

Gambar 1. Skema persepsi

Gambar 1 menunjukkan bahwa individu menghadapi/mengamati dan ingin memahami suatu objek fisik yang ada di lingkungannya.

Selanjutnya, dalam menjelaskan permasalahan sampah, kita dapat memahaminya melalui lima aspek persampahan, yaitu peraturan, lembaga, keuangan, sosial budaya, dan teknologi. Dalam aspek lembaga, perusahaan seperti Unilever telah memainkan peran penting dalam membantu pemerintah dan masyarakat melalui pembinaan bank sampah. Unilever tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga berusaha memengaruhi perilaku masyarakat melalui prisma tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat dijelaskan melalui konsep Piramida Carroll.

Piramida Carroll merupakan kerangka kerja yang membagi tanggung jawab perusahaan ke dalam empat dimensi: ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Dengan merujuk pada setiap dimensitersebut, kita dapat memahami bagaimana Unilever turut berkontribusi dalam pembinaan bank sampah, yang pada gilirannya membawa dampak positif terhadap masyarakat dan lingkungan

1. Tanggung Jawab Ekonomi

   Sebagai perusahaan multinasional, Unilever memiliki tanggung jawab ekonomi untuk menciptakan nilai ekonomi. Melalui pembinaan bank sampah, Unilever memberikan insentif ekonomi bagi masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sampah. Dengan memberikan pelatihan dan sarana bagi masyarakat untuk mengumpulkan, memilah, dan mengelola sampah, Unilever secara tidak langsung menciptakan peluang ekonomi baru. Masyarakat yang terlibat dalam bank sampah dapat menjual sampah yang terkumpul, menciptakan sumber pendapatan tambahan dan meningkatkan taraf hidup ekonomi mereka.

2. Tanggung Jawab Hukum

   Dalam dimensi ini, Unilever memastikan bahwa kegiatan pembinaan bank sampah sesuai dengan regulasi dan undang-undang yang berlaku. Perusahaan ini beroperasi dalam kerangka kerja hukum yang memastikan kegiatan pembinaan bank sampah tidak hanya memberikan manfaat sosial dan lingkungan, tetapi juga sesuai dengan norma dan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini menciptakan keberlanjutan dan stabilitas dalam upaya pengelolaan sampah.

3. Tanggung Jawab Etika

   Unilever menjalankan tanggung jawab etisnya dengan memotivasi masyarakat untuk peduli terhadap sampah. Melalui kegiatan pembinaan bank sampah, perusahaan ini menciptakan kesadaran akan pentingnya etika lingkungan. Dengan memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam upaya pengelolaan sampah, Unilever membantu menciptakan budaya etis yang berfokus pada keberlanjutan. Ini mencerminkan komitmen Unilever terhadap prinsip-prinsip etika dan moral dalam berbisnis.

4. Tanggung Jawab Filantropi

   Dalam dimensi ini, Unilever melampaui kewajiban hukum dan etika dengan memberikan kontribusi positif sebagai wujud filantropi. Melalui pembinaan bank sampah, Unilever memberikan dukungan yang melebihi keuntungan ekonomi yang bisa diperolehnya. Perusahaan ini berinvestasi dalam masyarakat dan lingkungan dengan memberikan pelatihan, pendidikan, serta infrastruktur untuk mendukung keberhasilan bank sampah. Tindakan ini mencerminkan kepedulian Unilever terhadap kesejahteraan masyarakat dan lingkungan di luar kepentingan bisnisnya.

Dengan mengintegrasikan keempat dimensi dalam Piramida Carroll, Unilever menciptakan dampak positif dan berkelanjutan terhadap masyarakat dan lingkungan melalui pembinaan bank sampah. Tanggung jawab perusahaan yang holistik ini menciptakan sinergi antara kepentingan bisnis, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks pengelolaan sampah, Unilever bukan hanya menjadi perusahaan yang memahami tuntutan keberlanjutan, tetapi juga menjadi agen perubahan yang proaktif dalam membantu masyarakat mengatasi masalah sampah dan merangkul gaya hidup berkelanjutan.

Unilever menjalankan tanggung jawab ekonomi dengan memberikan insentif ekonomi bagi masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sampah melalui bank sampah. Melalui pelatihan, bantuan keuangan, dan infrastruktur yang diberikan, Unilever memberikan kontribusi positif pada keberlanjutan ekonomi masyarakat. Dalam dimensi hukum, perusahaan ini memastikan bahwa kegiatan pembinaan bank sampah sesuai dengan regulasi dan undang-undang yang berlaku. Hal ini menciptakan kerangka kerja hukum yang stabil untuk pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Selanjutnya, tanggung jawab etika Unilever tercermin dalam upayanya untuk memotivasi masyarakat agar peduli terhadap sampah. Melalui kampanye edukasi dan program kesadaran lingkungan, Unilever menciptakan budaya di sekitar bank sampah yang berfokus pada keberlanjutan dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Terakhir, dalam dimensi filantropi, Unilever memberikan dukungan melebihi kewajiban perusahaan dengan memberdayakan masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, dan investasi dalam infrastruktur yang mendukung bank sampah.

Daftar Pustaka

1. Shinta, Arundati. 2013 "Persepsi Terhadap Lingkungan." Kupasiana. Diakses pada 27 Desember 2023 dari http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html.

2. Carroll, A. B. (1991). The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward the Moral Management of Organizational Stakeholders. Business Horizons, 34(4), 39-48. doi:10.1016/0007-6813(91)90005-G.


 

0 komentar:

Posting Komentar