Tantangan Lingkungan
di Indonesia dan Peran Unilever dalam Mengatasi Sampah
Psikologi Lingkungan
Dosen Pengampu : Dr.,
Dra. Arundati Shinta MA
Nama : Rizky Pratama
Nim : 21310410205
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Indonesia, termasuk Yogyakarta dan beberapa kota besar
lainnya, saat ini menghadapi tantangan serius akibat meningkatnya jumlah sampah
yang tidak terkendali. Meskipun pemerintah telah mendirikan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), permasalahan sampah
tetap merajalela karena sistem pengolahannya yang kurang efektif. Dalam upaya
mengatasi masalah ini, Pemerintah melahirkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008
Tentang Pengolahan Sampah. Namun, ironisnya, masyarakat tampak enggan
melaksanakan perintah undang-undang tersebut. Dari perspektif sosial budaya,
pembangkangan masyarakat dapat dijelaskan melalui persepsi mereka terhadap
perilaku, sebagaimana dibahas dalam tulisan dosen berjudul "Persepsi
Terhadap Lingkungan"
(http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html).
Dalam tulisan dosen tersebut, diungkapkan bahwa persepsi masyarakat terhadap lingkungan dapat mempengaruhi perilaku mereka terhadap berbagai isu lingkungan, termasuk pengelolaan sampah. Persepsi adalah cara orang melihat, menginterpretasi, dan memberikan makna terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam konteks sampah, persepsi masyarakat terhadap urgensi dan dampak lingkungan dari peraturan pengelolaan sampah bisa menjadi faktor penentu dalam kepatuhan atau pembangkangan terhadap undang-undang yang ada.
Hubungan antara persepsi dan perilaku masyarakat yang membangkang terhadap Undang-undang Pengelolaan Sampah dapat dijelaskan dengan adanya kesenjangan antara pemahaman masyarakat terhadap urgensi masalah sampah dan ketidakpatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan. Faktor-faktor seperti kurangnya pemahaman tentang dampak sampah terhadap lingkungan, prioritas kebutuhan sehari-hari yang lebih mendesak, atau norma sosial yang mendukung perilaku tidak peduli terhadap sampah dapat memengaruhi persepsi masyarakat.
Berikut
adalah skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam
Sarwono, 1995).
Gambar 1. Skema persepsi
Gambar 1 menunjukkan bahwa individu menghadapi/mengamati dan ingin memahami suatu objek fisik yang ada di lingkungannya.
Selanjutnya, dalam menjelaskan permasalahan sampah, kita dapat memahaminya melalui lima aspek persampahan, yaitu peraturan, lembaga, keuangan, sosial budaya, dan teknologi. Dalam aspek lembaga, perusahaan seperti Unilever telah memainkan peran penting dalam membantu pemerintah dan masyarakat melalui pembinaan bank sampah. Unilever tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga berusaha memengaruhi perilaku masyarakat melalui prisma tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat dijelaskan melalui konsep Piramida Carroll.
Piramida Carroll merupakan kerangka kerja yang membagi tanggung jawab perusahaan ke dalam empat dimensi: ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Dengan merujuk pada setiap dimensitersebut, kita dapat memahami bagaimana Unilever turut berkontribusi dalam pembinaan bank sampah, yang pada gilirannya membawa dampak positif terhadap masyarakat dan lingkungan
1. Tanggung Jawab Ekonomi
Sebagai perusahaan
multinasional, Unilever memiliki tanggung jawab ekonomi untuk menciptakan nilai
ekonomi. Melalui pembinaan bank sampah, Unilever memberikan insentif ekonomi
bagi masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sampah. Dengan memberikan
pelatihan dan sarana bagi masyarakat untuk mengumpulkan, memilah, dan mengelola
sampah, Unilever secara tidak langsung menciptakan peluang ekonomi baru.
Masyarakat yang terlibat dalam bank sampah dapat menjual sampah yang terkumpul,
menciptakan sumber pendapatan tambahan dan meningkatkan taraf hidup ekonomi
mereka.
2. Tanggung Jawab Hukum
Dalam dimensi ini,
Unilever memastikan bahwa kegiatan pembinaan bank sampah sesuai dengan regulasi
dan undang-undang yang berlaku. Perusahaan ini beroperasi dalam kerangka kerja
hukum yang memastikan kegiatan pembinaan bank sampah tidak hanya memberikan
manfaat sosial dan lingkungan, tetapi juga sesuai dengan norma dan regulasi
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini menciptakan keberlanjutan dan
stabilitas dalam upaya pengelolaan sampah.
3. Tanggung Jawab Etika
Unilever
menjalankan tanggung jawab etisnya dengan memotivasi masyarakat untuk peduli
terhadap sampah. Melalui kegiatan pembinaan bank sampah, perusahaan ini
menciptakan kesadaran akan pentingnya etika lingkungan. Dengan memberdayakan
masyarakat untuk terlibat dalam upaya pengelolaan sampah, Unilever membantu
menciptakan budaya etis yang berfokus pada keberlanjutan. Ini mencerminkan
komitmen Unilever terhadap prinsip-prinsip etika dan moral dalam berbisnis.
4. Tanggung Jawab Filantropi
Dalam dimensi ini,
Unilever melampaui kewajiban hukum dan etika dengan memberikan kontribusi
positif sebagai wujud filantropi. Melalui pembinaan bank sampah, Unilever
memberikan dukungan yang melebihi keuntungan ekonomi yang bisa diperolehnya.
Perusahaan ini berinvestasi dalam masyarakat dan lingkungan dengan memberikan
pelatihan, pendidikan, serta infrastruktur untuk mendukung keberhasilan bank
sampah. Tindakan ini mencerminkan kepedulian Unilever terhadap kesejahteraan
masyarakat dan lingkungan di luar kepentingan bisnisnya.
Dengan mengintegrasikan keempat dimensi dalam Piramida Carroll, Unilever menciptakan dampak positif dan berkelanjutan terhadap masyarakat dan lingkungan melalui pembinaan bank sampah. Tanggung jawab perusahaan yang holistik ini menciptakan sinergi antara kepentingan bisnis, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks pengelolaan sampah, Unilever bukan hanya menjadi perusahaan yang memahami tuntutan keberlanjutan, tetapi juga menjadi agen perubahan yang proaktif dalam membantu masyarakat mengatasi masalah sampah dan merangkul gaya hidup berkelanjutan.
Unilever menjalankan tanggung jawab ekonomi dengan memberikan insentif ekonomi bagi masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sampah melalui bank sampah. Melalui pelatihan, bantuan keuangan, dan infrastruktur yang diberikan, Unilever memberikan kontribusi positif pada keberlanjutan ekonomi masyarakat. Dalam dimensi hukum, perusahaan ini memastikan bahwa kegiatan pembinaan bank sampah sesuai dengan regulasi dan undang-undang yang berlaku. Hal ini menciptakan kerangka kerja hukum yang stabil untuk pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Selanjutnya, tanggung jawab etika Unilever tercermin dalam upayanya untuk memotivasi masyarakat agar peduli terhadap sampah. Melalui kampanye edukasi dan program kesadaran lingkungan, Unilever menciptakan budaya di sekitar bank sampah yang berfokus pada keberlanjutan dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Terakhir, dalam dimensi filantropi, Unilever memberikan dukungan melebihi kewajiban perusahaan dengan memberdayakan masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, dan investasi dalam infrastruktur yang mendukung bank sampah.
Daftar Pustaka
1. Shinta, Arundati. 2013 "Persepsi Terhadap Lingkungan." Kupasiana. Diakses pada 27 Desember 2023 dari http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html.
2. Carroll, A. B. (1991). The Pyramid of Corporate Social
Responsibility: Toward the Moral Management of Organizational Stakeholders.
Business Horizons, 34(4), 39-48. doi:10.1016/0007-6813(91)90005-G.
0 komentar:
Posting Komentar