Ujian Akhir Semester
Konservatisme dan Kurangnya Edukasi Tentang UU Pengolahan Sampah Terhadap Masyarakat
Oleh Irmawati 22310410031
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Sampah sejak zaman dahulu memang menjadi sebuahperkara yang rumit untuk menghilangkannya. Dahulu kala seorang manusia purba sudah meninggalkan sebuah sampahyang bernama kjokenmandinger yaitu tumpukkan sampah habispakai seperti makanan. Persepsi atau pandangan seseorangterhadap sampah memang bukanlah hal yang mudah. Mind setmanusia dibentuk untuk menghilangkan sampah yang mengganggu dari dirinya bukan lingkungannya. Tolak ukurtingkat keberhasilan pengelolaan sampah berdasarkan UU No 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, berdasarkan pada volume sampah yang ada di tps, tpa, tpst yang semakin menggunung. Persepsi masyarakat tentang sampah inididasarkan pada kesadaran dan wawasan masyarakat dalam hallingkungan hidup. Kesadaran menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam perubahan lingkungan yang baik. Masyarakat dituntut akan kesadaran dalam menjaga lingkungantidak hanya saat menghilangkan sampah dengan menumbunnya.
Pada dasarnya penimbunan sampah memang digunakanpemerintah dalam menanggulangi sampah organik, namunseiring dengan perkembangan zaman konsumsi sampahanorganik menjadi pokok permasalahannya dikarenakansusahnya terurai dengan tanah yang membutuhkan waktuberpuluh - pulih tahun lamanya. Kita asumsikan sebuah sampahplastik membutuhkan waktu 10 tahun agar bisa terurai dengantanah. Tidak hanya itu masyarakat juga berusaha untuk menjagalingkungan sekitarnya dari sampah dengan cara membakarnya. Pandangan ini menjadi sangat ironi dan dilematis disaat merekahanya memikirkan bagaimana sampah bisa hilang dengansekejap tanpa memikirkan dampak dari pembakaran tersebut. Masyarakat berfikir setiap pagi setelah membersihkanlingkungan sekitar dan melihat sampah menumpukdipekarangan mereka, mata mereka serasa terganggu dengankeberadaan sampah tersebut yang menjadikan mereka lebihcenderung membakarnya. Pada kasus ini masyarakat hanyamemikirkan diri mereka sendiri tanpa memikirkan dampak daripembakaran tersebut.
Pembakaran sampah menghasilkan gas metana, yang berkontribusi pada perubahan iklim. Gas-gas pembakaran, termasuk carbon dioxide, methan, dan clofluorocarbons (CFC), menyebabkan efek rumah kaca dan kerusakan lapisan ozon. Penggunaan bahan bakar minyak generator insinerator di Tempat Pembuangan Sampah Akhir menambah emisi, bersamadengan emisi timbal dari kendaraan bermotor, yang semuanyamemperkuat pemanasan global (Walhi, 2004b).
Tatanan sosial yang ada dimasyarakat juga berpengaruhpada perilaku masyarakat dalam merawat lingkungannya masing – masing. Pada kenyataannya masyarakat yang mengolahsampah secara ramah lingkungan merasa sikap unconform (tidaknyaman) saat akan menegur atau memberi tahu pembakaransampah itu tidak baik yang hanya akan merusak lingkungan juga mengganggu kesehatan. Dalam hal ini budaya sangatlahberpengaruh dalam keberhasilan masyarakat untuk mengolahsampah rumah tangga sesuai dengan UU No 18 Tahun 2008.
Sikap kolot atau konservatisme yang melekat pada masyarakat menjadi titik fokus yang menjadikan regulasipemerintah menjadi mangkir. Dalam upayanya masyarakat akanbersikeras dalam meninggalkan pengolahan sampah dengan caramembakar atau menimbunnya. Dalam hal ini selaku pemerintahharus bisa memberikan ssebuah wawasan dan pengetahuantentang pengolahan sampah secara ramah lingkungan denganmemboyong sejumlah public figure dan harusnya bisa dipantaudalam kegiatan sehari – hari agar bisa berjalan berkelanjutan.
Kurangnya TPST atau TPS disetiap sudut masyarakattermasuk penyebab perilaku masyarakat enggan peduli denganlingkungannya. Serta kuranganya fasilitas pada TPS atau TPA akan menyebabkan perilaku yang menyimpang. Dalam hal inibisa menuntun masyarakat membuang sampah sembarangangan, melakukan pembakaran sampah dll. Sikap menyimpang dan kolot yang melekat pada masyarakat ini menimbulkan sebuahpersepsi lingkungan namun menyimpang yang bisa berakhibatrusaknya lingkungan. Persepsi lingkungan itu sendiri adalah caraindividu memahami dan menerima stimulus lingkungan. Proses ini terjadi ketika individu mengaitkan objek yang diamatidengan pengalaman, fungsi objek, dan menciptakan makna-makna. Contoh konkret adalah pengamatan pohon besar, di mana persepsi dapat bervariasi, seperti melihatnya sebagaitempat peneduh, tempat untuk pesta kebun, objek yang menyeramkan, atau sumber devisa negara melalui penjualan dan kayu bakar.
Sebenarnya persepsi masyarakat dalam hal ini bisa dirubahdengan memberikan penyuluhan juga lembaga – lembaga yang bisa menjadikan masyarakat semangat dan bermotivasi tinggidalam mengelola sampah menjadi produk bernilai tinggi. Selakupemerintah seharusnya membuat sebuah lembaga yang bisamenuntun produk jadi masyarakat yang bisa disalurkan kepadastakeholder tersebut dan dapat mengembalikan fungsilingkungan sepenuhnya. Seperti menggandeng perusahaanUnilever yang bisa mengajak masyarakat dalam Kancah CSR untuk recovery leingkungan dengan memanfaatkan benda habispakai untuk dibuat sebuah kerajinan atau peroduk daur ulangyang mengadaptasi 3R yang ramah lingkungan. Dalam hal iniselaku Unilever memberikan sebuah penyuluhan juga memonitoring dan sebagai perantara memperjualbelikan ataudistributor produk hasil olahan sampah yang dibuat oleh masyarakat. Dalam motivasinya jika masyarakat sudahdibuatkan wadah dan trust adanya sebuah legitimasi kepadaperusahaan besar akan dapat menjadi motivasi tersendiri dalammengolah sampah yang ramah lingkungan.
Kehidupan sosial budaya yang ada dimasyarakat juga diyakini bisa menjadi sebuah penyebab atau pengaruh terhadappandangan masyarakat dalam perilaku menyimpang akan hallingkungan sekitar rumah. Kurangnya kampanye dan edukasiakan hal UU No. 18 Tahun 2008 Juga menjadi pokokpermasalahan terhadap masyarakat yang kurang mengertitentang pasal dan isi dari kebijakan pemerintah tersebut. Sosialisasi dan penyuluhan juga iklan masyarakat juga harusdikerahkan untuk menyebarkan kampanye akan pengolahansampah yang ramah lingkungan dalam skala rumah tangga untukmenjaga keseimbangan ekosistem. Dimungkinkan juga adasebuah sanksi yang bisa membuat efek jera terhadap masyarakatyang agak baper saat ditegur untuk tidak membakar sampahmungkin diberikan denda atau sanksi jika menyimpang darisebuah kebijakan tersebut. Serta dalam hal ini pengawasanpemerintah dan juga perusahaan atau lembaga stakeholder yang mempunyai wewenang dalam memonitoring tingkah lakumasyarakat dalam menjaga lingkungannya.
Salah satu bentuk tanggung jawab dan pemulihanlingkungan terhadap Masyarakat selaku Unilever telahmelakukan berbagai bentuk Upaya seperti bank sampah yang berkelanjutan. Unilever telah mengembangkan 4000 unit bank sampah yang bisa diakses tersebar 18 kota. Adanya bank sampah ini mampu mengurangi volume 18 ton sampahanorganik. Pada dasarnya unilever membangun sebuahkesinambungan terhadap Masyarakat dalam kegiatan bank sampah ini dan merupakan sebuah system dari piramida carroltersebut yang bisa mempengaruhi sebuah nilai produk dariunilever. Konsep Phylanthropy yang dilakukan oleh unilevermemberikan sebuah fasilitas atau infrastruktur yang dibuatmenjadi sebuah bank sampah yang terletak diantara 18 kota di Indonesia dengan mengajak Masyarakat sekitar dalammengelola sampah. Pada tahap keempat pylanthropy inidimampukan juga sebuah Perusahaan besar Unilever menjadisebuah Perusahaan yang peduli akan lingkungan dan Masyarakat. Sehingga secara Bahasa Etika tertinggi yaitupylanthropy ini adalah Kegiatan yang sifatnya membantu & memberdayakan masyarakat. Dana kegiatan itu sifatnyadiberikan langsung namun tidak perlu dikembalikan lagi oleh masyarakat. Selain dana, organisasi juga menyediakan barang-barang, pelayanan, dan tenaga.
Daftar Pustaka
Sari, C. N., Al-illahiyah, L. H., Kaban, B. L., Hasibuan, M. R., Nasution, R. H., & Sari, F. W. (2023). Keterbatasan Fasilitas Tempat Pembuangan Sampah DanTantangan Kesadaran Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah (Studi Kasus Di Desa Jandi Meriah Kec. Tiganderket Kab. Karo). Journal of Human And Education, 2 - 11.
Sukesi, T. W., Mulasari, S. A., Sulistyawati, & Tentama, F. (2017). PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA. Semnas PPM, 135 - 141.
0 komentar:
Posting Komentar