HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DENGAN
PERILAKU TERHADAP LINGKUNGAN
Psikologi Lingkungan Essay Ujian Akhir
Semester
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta
MA
NAMA
Bastian Jan Bona Tua Siringoringo
NIM
22310410069
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi
45
Yogyakarta
Dalam
konteks perilaku masyarakat terhadap perintah Undang-undang No. 18 Tahun 2008
Tentang Pengolahan Sampah, persepsi memainkan peran kunci dalam membentuk dan
memengaruhi perilaku mereka. Beberapa konsep psikologis dapat menjelaskan
hubungan antara persepsi dan perilaku yang seringkali mencerminkan
pembangkangan terhadap undang-undang tersebut yaitu:
1. Persepsi
Terhadap Manfaat dan Kerugian (Perceived Benefits and Costs):
-
Jika masyarakat merasa bahwa mengelola sampah sesuai dengan undang-undang tidak
memberikan manfaat yang signifikan bagi mereka secara langsung, mereka mungkin
kurang termotivasi untuk patuh. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa mengikuti
peraturan tersebut memberikan kerugian atau kesulitan yang besar, hal ini dapat
menjadi pemicu pembangkangan.
2. Norma
Sosial (Social Norms):
-
Persepsi terhadap norma sosial juga memainkan peran penting. Jika masyarakat
merasa bahwa mayoritas orang tidak mematuhi peraturan tersebut dan tidak ada
tekanan sosial untuk mengikuti norma yang diatur oleh undang-undang, maka
individu cenderung untuk mengabaikan aturan tersebut.
3.
Kepentingan Pribadi dan Kolektif (Personal and Collective Interests):
-
Persepsi terhadap hubungan antara tindakan individu dan kepentingan pribadi
atau kolektif dapat mempengaruhi perilaku. Jika individu merasa bahwa tindakan
mereka tidak memiliki dampak yang signifikan pada lingkungan atau masyarakat
secara keseluruhan, mereka mungkin kurang termotivasi untuk mengikuti peraturan
tersebut.
4.
Tingkat Kesadaran Lingkungan (Environmental Awareness):
-
Persepsi terhadap tingkat kesadaran lingkungan juga dapat mempengaruhi
perilaku. Individu yang lebih sadar akan dampak negatif sampah terhadap
lingkungan cenderung lebih mungkin untuk mematuhi undang-undang terkait
pengelolaan sampah.
5.
Ketidakpastian dan Ketidakpercayaan (Uncertainty and Distrust):
-
Jika masyarakat merasa tidak yakin atau tidak percaya terhadap efektivitas
sistem pengelolaan sampah yang diatur oleh undang-undang, mereka mungkin enggan
untuk patuh. Ketidakpastian mengenai hasil dari tindakan mereka dapat menjadi
hambatan dalam kepatuhan.
Persepsi
individu terhadap berbagai aspek tersebut dapat saling berinteraksi dan
membentuk sikap serta perilaku terhadap undang-undang pengelolaan sampah. Oleh
karena itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran, memperjelas manfaat,
menciptakan norma sosial positif, dan membangun kepercayaan terhadap sistem
pengelolaan sampah dapat menjadi langkah-langkah yang efektif dalam mengubah
perilaku masyarakat.
1.
Piramida
Carroll adalah suatu konsep yang menggambarkan tanggung jawab sosial perusahaan
dalam empat lapisan atau tingkatan. Lapisan tersebut mencakup tanggung jawab
ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Untuk menjelaskan peranan Unilever
terhadap pembinaan bank sampah melalui Piramida Carroll, kita dapat menguraikan
masing-masing tingkatan tersebut:
-
Unilever sebagai perusahaan bisnis memiliki tanggung jawab utama untuk
menciptakan nilai ekonomi. Melalui inisiatif pembinaan bank sampah, Unilever
dapat memberikan kontribusi pada perekonomian lokal dengan menciptakan peluang
bisnis baru, seperti pengelolaan sampah dan daur ulang.
-
Unilever diharapkan mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku dalam
aktivitas bisnisnya. Dengan mendukung pembinaan bank sampah, Unilever dapat
bekerja sesuai dengan peraturan yang mengatur pengelolaan sampah dan
pelestarian lingkungan.
-
Unilever memiliki tanggung jawab etika untuk bertindak dengan integritas dan
keadilan. Dukungan terhadap pembinaan bank sampah mencerminkan kepedulian
perusahaan terhadap isu-isu lingkungan dan sosial. Unilever dapat mengedepankan
praktik bisnis yang beretika, termasuk dalam hal penanganan sampah.
-
Unilever juga dapat berkontribusi pada masyarakat melalui tanggung jawab
filantropi. Dukungan terhadap bank sampah dapat dianggap sebagai kegiatan
filantropis yang bertujuan untuk memberikan manfaat sosial, terutama dalam hal
pengelolaan sampah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Melalui
kontribusi pada keempat tingkatan tanggung jawab di Piramida Carroll, Unilever
memainkan peran yang lebih holistik dan berkelanjutan dalam mendorong pembinaan
bank sampah. Ini tidak hanya mencakup aspek ekonomi dan hukum, tetapi juga
mencerminkan komitmen etis dan filantropis perusahaan terhadap lingkungan dan
masyarakat secara keseluruhan.
Unilever Indonesia telah membantu Pemerintah Daerah dan mendorong masyarakat untuk peduli sampah melalui pembinaan bank sampah. Unilever Indonesia Foundation telah mengembangkan dan memperkuat program bank sampah sejak 2008 dan telah membina lebih dari 4.000 bank sampah di 37 kota yang tersebar di 12 provinsi. Unilever Indonesia juga memperkuat eksistensi dan peranan bank sampah binaannya melalui upaya digitalisasi, bekerja sama dengan platform Google My Business. Peran Unilever dalam pembinaan bank sampah dapat dijelaskan melalui Piramida Carroll, yaitu tanggung jawab sosial perusahaan yang mencakup tanggung jawab ekonomi, legal, etis, dan filantropi. Dalam hal ini, Unilever Indonesia Foundation membantu masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui program bank sampah, sehingga dapat memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan dalam aspek filantropi.
Referensi :
Luthfi,
Asma, and Atika Wijaya. "Persepsi masyarakat sekaran tentang konservasi lingkungan." Komunitas 3.1
(2011).
Kospa,
Herda Sabriyah Dara. "Kajian persepsi dan perilaku masyarakat terhadap air
sungai." Jurnal Tekno Global 7.1 (2018).
http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
0 komentar:
Posting Komentar