Kesadaran Lingkungan pada Perilaku Pengelolaan
Sampah
Essay
untuk memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Psikologi Lingkungan
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta MA
WILDAN HANIF NURFAUZAN
21310410202
SJ
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Hubungan antara persepsi serta perilaku terkait dengan sampah adalah hal yang sangat krusial buat dipahami dalam konteks penanganan duduk perkara sampah pada Yogyakarta. Persepsi mengacu pada cara individu memahami dan mendapatkan stimulus lingkungan yang dihadapi. Proses pemahaman ini ditentukan sang aneka macam faktor, termasuk budaya, status sosial ekonomi, usia, kepercayaan , dan hubungan antara peran gender, desa/kota, serta suku (Sarwono, 1995).
Dalam perkara pengelolaan sampah di Yogyakarta, persepsi orang terhadap sampah bisa majemuk. Beberapa orang mungkin mempersepsikan sampah menjadi persoalan yang serius yang memerlukan tindakan penanganan yang tepat, sementara yang lain mungkin menganggapnya menjadi hal yang tak terlalu krusial. Faktor-faktor seperti latar belakang budaya dan status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi cara individu memandang sampah dan perilaku yang terkait dengannya.
Contohnya, orang menggunakan status sosial ekonomi rendah mungkin cenderung memakai cara pengelolaan sampah yang kurang ramah lingkungan karena terbatasnya akses terhadap teknologi atau infrastruktur yg memadai. Mereka mungkin lebih cenderung melakukan pembakaran sampah secara masif, yang bisa berdampak negatif di kesehatan dan lingkungan sekitar.
Di sisi lain, orang dengan status sosial ekonomi yg lebih tinggi mungkin mempunyai akses yg lebih baik terhadap metode pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, seperti pengolahan siklus ulang atau penggunaan sampah organik menjadi kompos. Mereka mungkin juga lebih cenderung buat memahami pentingnya praktik-praktik pengelolaan sampah yg berkelanjutan.
Selain itu, usia jua bisa mempengaruhi persepsi dan perilaku terkait menggunakan sampah. Anak-anak mungkin memiliki persepsi yang berbeda wacana sampah dibandingkan menggunakan orang dewasa. Mereka mungkin perlu edukasi serta pengarahan tambahan untuk tahu pentingnya pengelolaan sampah yang benar.
Kepercayaan juga dapat memainkan peran pada persepsi terhadap lingkungan. Beberapa kepercayaan mengajarkan nilai-nilai tentang menjaga alam serta menghormati alam semesta. Hal ini bisa mempengaruhi cara individu memperlakukan sampah serta lingkungan di sekitarnya.
Dalam konteks penanganan sampah di Yogyakarta, krusial bagi pemerintah dan pihak terkait untuk tahu keragaman persepsi serta sikap terkait dengan sampah. Edukasi dan kampanye yang mempertimbangkan faktor-faktor mirip budaya, status sosial ekonomi, dan agama dapat membantu membarui persepsi dan mendorong perilaku yang lebih ramah lingkungan.
Persepsi memainkan kiprah kunci dalam membentuk sikap individu terkait menggunakan sampah, terutama pada konteks prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Korelasi antara persepsi dan sikap terkait sampah bisa adalah sebagai berikut :
1.
Reduce (Mengurangi):
- Persepsi mengenai Konsumsi serta Kebutuhan : Individu yg memiliki persepsi yang bertenaga terhadap pentingnya mengurangi konsumsi hiperbola serta membatasi penggunaan barang-barang sekali pakai cenderung mengadopsi perilaku pengurangan. Mereka mungkin memilih buat membeli produk dengan bungkus yg lebih sedikit atau memilih produk yang tahan lama .
- Pencerahan Terhadap akibat Lingkungan : Individu yang memiliki persepsi yang bertenaga terhadap akibat negatif berasal konsumsi hiperbola terhadap lingkungan, seperti pencemaran serta limbah, lebih mungkin buat mengadopsi sikap pengurangan.
2.
Reuse (menggunakan Ulang):
- Pemahaman mengenai Nilai Barang Bekas : Individu yg mempersepsikan nilai positif pada menggunakan balik barang-barang atau memperbaiki barang yg rusak cenderung mengadopsi perilaku penggunaan ulang. Mereka mungkin menentukan buat memperbaiki atau memodifikasi barang yang telah ada daripada membeli yang baru.
- Persepsi wacana Kreativitas serta penemuan : Bila individu memandang penggunaan ulang menjadi cara buat mengekspresikan kreativitas serta inovasi, mereka lebih mungkin buat mengadopsi sikap ini.
3.
Recycle (Mendaur Ulang):
- Pemahaman mengenai Manfaat Mendaur Ulang : Individu yg mempersepsikan manfaat positif dari mendaur ulang, mirip mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam serta mengurangi limbah padat, lebih mungkin buat mengambil langkah-langkah buat mendaur ulang.
- Kesadaran Terhadap asal Daya dan Limbah : Individu yg mempunyai persepsi yang bertenaga terhadap pentingnya meminimalkan pemborosan sumber daya serta memaksimalkan penggunaan balik material cenderung mengadopsi sikap siklus ulang.
Krusial untuk diingat bahwa persepsi bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi perilaku terkait sampah. Faktor-faktor lain seperti pendidikan, aksesibilitas infrastruktur daur ulang, serta kebijakan pemerintah juga bisa berperan pada membuat sikap individu terkait sampah.
Terkait
dengan prinsip 3R, penting buat terus menaikkan kesadaran rakyat serta
menyampaikan edukasi tentang manfaat asal menerapkan perilaku 3R. Hal ini bisa
membantu memperkuat persepsi positif terhadap praktik-praktik pengelolaan
sampah yang ramah lingkungan.
Referensi:
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan: Suatu Pengantar. Gadjah Mada University Press.
Cahyaningrum, E. (2013). Pengaruh Persepsi Terhadap Terumbu Karang terhadap Sikap Konservasi Nelayan Ikan Hias di Desa Bangsring, Banyuwangi. Institut Pertanian Bogor.
Dewi, R. S., & Iwanuddin. (2005). Persepsi Masyarakat Sekitar Danau Tempe Tentang Konservasi Danau. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 5(3), 237-245.
Fisher, D. R., Bell, P. A., & Baum, A. (1984). Environmental Psychology. Holt, Rinehart and Winston.
Cahyaningrum, R. (2013). Pionir Restorasi Terumbu Karang di Bangsring. Jurnal Psikologi, 40(2).
Siregar, H. (2003). Penduduk Desa dan Kota di Indonesia. Pustaka Sinar Harapan.
Fisher, C. D., Bell, P. A., & Baum, A. (1984). Environmental Psychology. Holt, Rinehart and Winston.
Shinta,
A. (2012). Dosen yang menjemukan sebagai eksperimen perubahan perilaku. Jurnal
Psikologi, 39(1).
0 komentar:
Posting Komentar