Selasa, 28 November 2023

ESSAY 5 Pengelolaan Sampah Tingkat TPST Psi.Ling-AISYAH ZULAINA

MANAJEMEN PENGELOLAAN SAMPAH TINGKAT TPST

Psikologi Lingkungan Essay 5 Melakukan Belajar di TPST Randu Alas

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta MA

 



Oleh:

AISYAH ZULAINA

22310410067

Psikologi SJ

 

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta


Kunjungan kelas kami ke TPST Randu Alas pada Sabtu, 28 Oktober 2023 waktu lalu di pagi hari hari sekitar pukul 09.00 WIB bersama dengan Ibu Shinta selaku dosen mata kuliah Psikologi Lingkungan disambut hangat oleh Bapak Sudjono selaku salah satu pengurus dari TPST Randu Alas sekaligus pemandu kami terkait dengan manajemen pengelolaan sampah tingkat TPST Randu Alas. TPST Randu Alas ini ditugaskan untuk mengelola sampah dari warga-warga sekitar kawasan tersebut sekitar ada 5 pendukuhan yang dikelola oleh TPST Randu Alas.

Dalam sejarahnya TPST Randu Alas berdiri mulanya karena adanya lahan kosong berupa tanah kas desa yang tidak dikelola akhirnya warga sekitar menjadikan lahan tersebut sebagai tempat pembuangan sampah liar. Banyak warga yang membuang sampah sembarang di lahan tersebut sehingga mengundang perhatian pengurus kampung. Pengurus kampung khawatir jika aktivitas negatif yakni membuang sampah sembarang di lahan kosong dibiarkan terus-menerus akan mencemari lingkungan dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi warga sekitar. Maka dari itu pengurus kampung berinisiatif untuk mengajukan proposal guna ajuan tempat pengelolaan sampah komunal/kawasan.

Dari Dinas Lingkungan Hidup (LH) ternyata proposal tersebut disetujui dengan catatan bahwa hal itu disetujui karena adanya limpahan dari Kodya. Kenapa? Karena sebenarnya Kodya mendapatkan target/porsi untuk membangun TPST tetapi terkendala pada lahan, minum lahan. Oleh karena itu, dilimpahkan ke TPST Randu Alas.

TPST Randu Alas sendiri akhirnya dibangun pada tahun 2015 dan mulai beroperasi pada 16 Februari 2016. Dalam pengajuan proposal pengurus TPST diwajibkan adanya warga pemanfaat. Tepatnya di kawasan RW 9 dengan kurang lebih sekitar 170 KK. Akan tetapi saat itu sosialisasi ke warga masih sangat kurang maksimal, sedangkan syarat proposal harus dikebut sehingga saat itu harapannya nanti warga akan menyusul. Setelah semua disetujui dan dibangun baru gencarkan lagi sosialisasi lagi ke warga. Pada awal berdiri TPST Randu Alas baru memiliki 25 nasabah, dikarenakan saat itu TPST belum menerapkan warga wajib ikut, jika diwajibkan untuk ikut khawatir tuntutan dari warga itu berat. Alhasil, yang mau, tertarik dan berminat saja sampahnya dikelola. Sosialisasi antar perdukuhan dengan perdukuhan lainnya terus dilakukan hingga saat ini ada 5 perdukuhan yang sampahnya dikelola oleh TPST Randu Alas. Hingga kini ada kurang lebih sekitar 370 KK yang dikelola.

Sebenarnya di kawasan Sardonoharjo ini ada 2 TPST, yang pertama TPST Brahmana Muda untuk kawasan sebelah selatan dan TPST Randu Alas untuk kawasan sebelah Utara. Karena sudah ada pembagian seperti sehingga ada tugas dari Kelurahan yang harus dilaksanakan yaitu untuk mengelola sampah dikawasan Sardonoharjo Utara.

Untuk operator atau pengurus TPST Randu Alas berasal dari SK Kelurahan. TPST Randu Alas memiliki tugas utama yaitu dalam pengelolaan sampah. Pengurus TPST Randu Alas ini berjumlah 6 orang dimana 3 orang itu sebagai pengambil sampah dan 3 lainnya sebagai pemilah. 6 pengurus tersebut mendapatkan upah sesuai UMR, adanya tunjangan BPJS yang dibantu oleh LH Kabupaten karena memiliki resiko yang rawan bakteri dari adanya sampah-sampah yang bisa membahayakan seperrti beling, bekas suntikan dan bekas masker bahkan tusuk sate sekalipun.

Di Jogja sendiri saat ini sedang dalam kondisi darurat sampah karena untuk penanganannya di Jogja itu masih menggunakan prinsip ditimbun/ditumpuk di TPA. Maka dari itu membuat lahan tempat timbunan cepat penuh beda dengan yang dikelola atau didaur ulang dari sampah-sampah yang ada dikawasan sekitar. Dari sampah Sleman, Bantul dan Kodya saat ini TPA sangat terbatas dan kemungkinan tahun depan, di 2024 Januari TPA tersebut akan ditutup karena banyak warga yang memilih menerapkan prinsip timbun sampah. Hal ini menjadi salah satu problematika sendiri, sehingga sosialisasi ke warga untuk menerapkan prinsip pilah-memilah agar diambil oleh pengurus TPST Randu Alas. Sayangnya sudah sekitar 2 bulan sampah yang dikelola oleh Randu Alas tidak bisa dibuang ke TPA. Di Randu Alas juga sedang mengadakan inovasi dengan pembakaran sampah, tetapi hal itu tidak dinilai efektif. Karena asap yang ditimbulkan oleh pembakaran masih mengganggu warga sekitar. Alhasil, TPST Randu Alas berinisiatif membuat cerobong asap yang nantinya asap tersebut akan dinetralkan menggunakan air yang sudah ditampung.

Secara garis besarnya sampah dilingkungan TPST Randu Alas dibedakan menjadi 2 yaitu sampah organic dan sampah anorganik. Sampah organic disini seperti daun-daun, sisa makanan, ranting dan sampah-sampah yang bisa terurai oleh alam dan dengan pengelolaan tertentu bisa dimanfaatkan kembali. Sampah anorganik seperti sampah yang berasalah dari produksi pabrik yaitu plastic, kertas, botol. Penanganan sampah organic di TPST Randu Alas yaitu dengan mengembalikan sampah tersebut ke pabrik-pabrik atau dengan mendaur ulangnya.

Jadi setiap harinya TPST Randu Alas mengambil sampah dari warga menghasilkan sekitar 2 viar dan melakukan pemilahan sampah sesuai dengan kategori dan jenisnya. Dalam waktu-waktu tertentu beberapa jenis sampah dari anorganik diambil oleh juragan-juragan rosok. Dari yang organic di TPST Randu Alas juga mengolahnya menjadi kompos. Pembuatan kompos sendiri dengan penguatan bakteri atau MOL (Molekul Organisme Lokal) sama seperti EM4 kalau dipasaran. Sedangkan MOL di TPST Randu Alas ini dibuat sendiri sebagai salah satu bentuk fermentasi daun-daun. Fermentasi kompos tersebut sekitar 40 hari sudah masak siap digunakan sebagai media tanam atau pupuk. Dalam pembuatan kompos menggunakn teknik bamboo yang dibuat seperti segitiga (Widrow). Dikarenakan dalam membuat kompos memiliki 3 teknik yaitu menggunakan bata berongga, widrow, dan takamura. Memilih dengan teknik Widrow karena dianggap lebih murah, flesibel dan efisien. Permasalahan disini muncul karena organik yang diolh TPST Randu Alad tidak memiliki MPK yang sesuai dengan yang dibutuhkan pada saat diuji Lab. Masalah ini terjadi karena dalam pengumpulan sampah daun-daun selalu berubah jenisnya sehingga tidak bisa membuat kadar MPK yang konsisten. Kompos yang diolah dari TPST Randu Alas di edarkan kembali ke petani-petani sekitar, jika musim panen tiba biasanya juga disetorkan ke LH sebagai media pemupukan taman-taman yang ada di sekitar.

Sosialisasi pemilahan dari sumbernya ini sangat digencarkan karena belum ada 50% warga yang mau memilah sampahnya. Mereka menganggap bahwa dengan membayar iuran mereka tidak lagi mau repot dalam mengurus sampah. Meskipun sudah berkontribusi dengan membayar iuran tetapi harapannya masyarakat mau memilah sampah karena sampah itu urusan bersama. Dengan terpilahnya sampah bisa mempercepat dan tertata dalam penanganan itu sendiri. Untuk limbah makanan di olah menggunakan Maggot. Di TPST Randu Alas sendiri sudah bekerjasama dengan salah universitas di Jogja dalam pengolahan Maggot. Maggot sendiri yang sudah siap panen biasanya bisa dikeringkan dan dikemas untuk dipasarkan seperti utnuk pakan burung.

Selain permasalahan-permasalahan diatas, SDM menjadi salah satu maslah yang krusial di TPST Randu Alas karena untuk merekrut tenaga pengurus baru cukup sulit mengingat bahwa pekerjaan berkaitan dengan sampah sehingga dianggap tidak bergengsi, tempat yang identic dengan kotor dan bau. Sehingga jika dalam SDM kekurangan, kawatirnya sampah di masa depan tambah tidak dapat terkelola dan ditangani. Hal ini menjadikan dan sekaligus titipan bagi generasi muda bisa menciptkan mesin-mesin teknologi sehingga lebih bergengsi dan memiliki daya tarik sendiri bagi masyarakat.

Mulai dari adanya kendala budidaya masyarakat akan memilah sampah, teknologi yang tidak efisien dan ekonomis belum diterapkan karena adanya penggerak yang terlalu besar, serta kurangnya SDM. Maka dari itu, sebaiknya kita dan masyarakat seharusnya memiliki kesdaran penuh akan sampah, bahwa sampah itu terlalu banyak dan juga tidak dpat diatasi oleh pengurus-pengurus TPST yang terbatas. Setidaknya kita mampu memilah sampah dari sumbernya, mampu melakukan prinsip sampah dengan 3R, berkontribusi bukan hanya soal membayar iuran tapi bagaiamana kita sadar akan dampak dari sampah itu sendiri sehingga kita juga mampu untuk memilah dan mengolahnya untuk membantu penanganan sampah. Harapannya akan ada inovasi sehingga banyak masyarakat yang tertarik dalam mengurus sampah di TPST Randu Alas dan lainnya


0 komentar:

Posting Komentar