Kamis, 02 November 2023

Essay UTS. Psikologi Lingkungan. Septi Iing Hijjriyah. 22310410132. SP

 

Peran Persepsi pada Coping Behavior yang Tercipta di Tengah Masyarakat: Pendekatan Kasus Menyampah di Yogyakarta

Essay Demi Memenuhi Ujian Tengah Semester

Psikologi Lingkungan

Septi Iing Hijjriyah

22310410132

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Yogyakarta sedang tidak baik-baik saja, atau Yogyakarta tengah krisis sampah, mungkin bagian dari deretan statement yang pas jika ditujukan kepada salah satu kota dan atau provinsi di Indonesia yang digadang-gadang istimewa ini. Bagaimana tidak, lontaran kalimat yang berbunyi, Yogyakarta sudah tidak istimewa lagi baru-baru ini saya dengar dari beberapa orang yang tinggal di sekitaran komplek kos saya di Yogyakarta. Bukan tanpa alasan kalimat tadi terlontar begitu saja, melainkan karena satu perkara yang sudah bukan lagi sebuah rahasia, yakni perkara sampah.

Permasalahan lingkungan hidup merupakan masalah yang akan terus berkembang dan berproses. Salah satu masalah lingkungan yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari adalah masalah sampah. Berbagai hasil dari aktivitas manusia dan makin bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan bahan buangan makin hari makin bertambah banyak (Chandra dalam Malee, dkk, 2016:226). Sampah seringkali menjadi persoalan rumit dalam masyarakat, sampah juga dapat menjadi peluang terjadinya pencemaran lingkungan disertai penurunan kualitas lingkungan. Hal tersebut terbilang sudah mulai melanda wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, terutama di beberapa bulan terakhir, di mana titik TPS di area Kota Yogyakarta mulai dipenuhi sampah yang sudah tidak wajar alias melampaui kapasitas yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ditutupnya TPA Piyungan untuk sementara waktu dan digadang akan ditutup secara permanen pada tahun 2024 mendatang. Jika ingin menilik sebentar pada data, adanya penimbunan sampah yang tak terkendali juga terjadi di beberapa titik kota di Indonesia. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLI-IK) diperoleh suatu data yang menunjukkan bahwa jumlah timbunan sampah di Indonesia pada tahun 2015 telah mencapai 175.000 ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun dengan pengelolaan sebagai berikut, diangkut dan ditimbun di TPA sebanyak 69%, dikubur 10%, dikompos dan didaur ulang 7%, dibakar 5%, dan sisanya tidak terkelola 7% (Suyanto dalam Nugraha, dkk, 2018:17). Artinya, volume sampah di Indonesia dikhawatirkan akan semakin meningkat di setiap tahunnya. Apabila permasalahan ini didiamkan, di khawatirkan akan berdampak buruk terjadinya pencemaran lingkungan.

Kurangnya edukasi, pengalaman, dan pemahaman tentang bagaimana cara mengolah sampah dengan baik dan bijak juga terbilang amat minus di tengah-tengah masyarakat kita. Sehingga, tidak heran jika dalam kasus penumpukan sampah di Yogyakarta seperti sekarang, beberapa warga mulai mengambil opsi untuk membakar sampah rumah tangganya dengan alibi tidak ada lagi tempat pembuangan yang layak dan seharusnya. Alih-alih membuahkan hal bijak, dari situ justru mulai berpeluang timbul masalah baru, yaitu terciptanya beberapa gangguan pernapasan seperti infeksi saluran pernapasan (ISPA) di tengah masyarakat karena ulah kepulan asap hasil pembakaran sampah tadi. Nah, adanya kebiasaan-kebiasaan baru seperti ini lah yang akan muncul di tengah masyarakat karena antara persepsi dengan sikap coping behavior terhadap sampah tidak selamanya seragam, namun beragam. Analogi tentang persepsi kurang lebih seperti ini, kelompok A menilai sampah punya nilai harga (value), sedang kelompok B dan lainnya menganggap bahwa sampah itu hanya lah barang kotor dan tak punya nilai sama sekali. Nah, di sini lah kita akan beralih untuk berbicara soal persepsi.

Jika berbicara tentang persepsi, bisa jadi yang tercetus di benak kita ialah melihat, lalu menyimpulkan, atau lebih komplitnya ialah proses pemahaman atau pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Nah, di dewasa ini kita tengah memperbincangkan terkait bagaimana sih persepsi terhadap lingkungan hidup itu. Sebelum jauh membahas segala problematika dan penyelesaiannya, utamanya kita harus paham terlebih dahulu, apa itu persepsi lingkungan hidup. Persepsi terhadap lingkungan hidup adalah cara-cara individu memahami dan menerima stimulus lingkungan yang dihadapinya. Proses pemahaman tersebut menjadi lebih mudah karena individu mengaitkan objek yang diamatinya dengan pengalaman tertentu, dengan fungsi objek, dan dengan menciptakan makna-makna yang terkandung dalam objek itu. Penciptaan makna-makna itu terkadang meluas, sesuai dengan kebutuhan individu (Fisher, Bell, & Baum, 1984). Skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Sarwono, 1995) kurang lebih seperti gambar di bawah ini.

Skema Persepsi

Sedangkan, jika kita beralih dan mulai mempertanyakan di mana letak korelasi antara persepsi dengan perilaku orang-orang terhadap sampah? Tentu hal ini dapat terjawab dengan Teori Behaviorisme yang dipopulerkan oleh Watson, bahwa  respon atau perilaku individu dalam situasi tertentu sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh stimulus atau apa yang diterimanya dari lingkungan. Dalam kasus menyampah (membuang sampah dan enggan mengolah/mendaur) dan penanggulangannya ini, sikap tersebut terbentuk dari hasil pembiasaan yang dibentuk oleh lingkungan. Pembiasaan yang terbentuk hanya sekadar sampai pada tahap membuang/menyampah, tanpa harus tahu dan peduli bagaimana cara mengolahnya agara lingkungan tetap baik-baik saja.

    Banyak coping behavior (tingkah laku atau tindakan penanggulangan; sembarang perbuatan, dalam mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan sesuatu (tugas, masalah) (Chaplin, 2004:112)) yang sebenarnya bisa diterapkan di tengah masyarakat terkait hal ini, salah satunya terdapat hal sederhana yang bahkan mungkin sudah sangat familiar di benak kita tentang bagaimana cara membangun kebiasaan menggunakan metode 3R Behavior;

-Reuse (menggunakan kembali), yaitu penggunaan kembali sampah secara langsung, baik untuk         fungsi yang sama maupun fungsi lain.

-Reduce (mengurangi), yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah.

-Recycle  (mendaur ulang), yaitu  memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses     pengolahan.

   Jadi kesimpulannya, dari kacamata Psikologi, menurut saya manusia pada dasarnya adalah makhluk menyampah. Karena mereka terbiasa membuang dan enggan menanggulangi. Karena yang familiar di memorinya selama ini hanya tahap membuang, sedang yang lain terasa asing baginya. Karenanya, dari proses itu lah mereka akan melakukan adaptasi dan adjustment. Jika tidak mengambil sikap tersebut, maka stress pun akan berpeluang berlanjut seperti yang dikemukakan dalam skema di atas.

     Selain itu, tidak dapat dipungkiri, sampah adalah sesuatu yang melekat, tidak dapat dilepaskan dari hidup manusia. Di mana ada manusia, di situ pasti ada sampah. Sampah merupakan konsekuensi hidup, karena setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Dengan kata lain, sampah sebenarnya bukan musuh manusia. Karena kalau manusia memusuhi sampah, ia sebenarnya memusuhi dirinya sendiri. Sampah kebanyakan lahir dari ketidakmampuan manusia mengatakan cukup terhadap kebutuhannya. Dengan kata lain, sampah banyak yang tercipta dari gaya hidup (life style) manusia yang melampaui kebutuhannya. Semakin maju peradaban hidup manusia, semakin banyak bermunculan kebutuhan yang dirasakan (keinginan) sehingga semakin banyak sampah yang dihasilkannya. Kendati demikian, bukan berarti sampah hanya dipertanggung jawabkan pada masyarakat semata, mereka pun butuh bantuan dari fasilitator untuk memfasilitasi masyarakat demi mencapai tujuan  pengelolaan  sampah  secara  baik  dan  berkesinambungan.

 

Daftar Pustaka

Jurnal Perilaku Mengatasi Masalah (Coping Behavior); http://eprints.umg.ac.id/1828/3/BAB%20II.pdf

Vena, Desta. (2019). Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah di Desa Sementul Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin. Palembang: Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Palembang.

Jurnal Persepsi: http://eprints.radenfatah.ac.id/4135/3/BAB%20II.pdf

Tondok. Marselius Sampe. (2008). 'Menyampah' dari Perspektif Psikologi (2). Surabaya: Harian Surabaya & Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.

Subekti, Sri. (2010). Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 3R Berbasis Masyarakat. Semarang: Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Unpand.

0 komentar:

Posting Komentar