Kamis, 27 April 2023

MERINGKAS JURNAL

 

Keyakinan Yang Mendukung Tindak Kekerasan Perundungan Berdasarkan Perspektif Perbedaan Jenis Kelamin

Essay 3

Psikologi Sosial

Diana Widiastuti

22310410034

Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Topik

Perspektif perbedaan jenis kelamin, perundungan, penelitian kuantitatif

Sumber

Barualogo, I.S., Kusdiyati, S. & Wahyudi, H. (2023). Keyakinan yang Mendukung Tindak Kekerasan Perundungan Berdasarkan Perspektif Perbedaan Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi Sosial (JPS). 2023, Vol.21, No. 01, 83-97.

Permasalahan

Frekuensi terjadinya kasus perundungan di Indonesia tergolong cukup tinggi. Sepanjang tahun 2011 hingga 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 2,473 laporan kasus perundungan dan KPAI meyakini bahwa kasusnya terus meningkat setiap tahun (Widyanuratikah & Maharani, 2020). Perbedaan jenis kelamin juga dikaitkan dengan keyakinan yang mendukung tindak kekerasan. Tindakan agresif yang dilakukan oleh laki-laki dianggap lebih bisa diterima dibandingkan tindakan agresif yang dilakukan oleh perempuan (Stewart-Williams, 2002). Perbedaan jenis kelamin juga masih menjadi perdebatan dalam kaitannya dengan perundungan, baik dalam konteks sebagai korban maupun pelaku.

Tujuan Penelitian

·     Untuk menganalisis kontribusi keyakinan yang mendukung tindak kekerasan terhadap tindakan perundungan pada siswa laki-laki dan siswa perempuan SD dan SMP.

·     Untuk mengisi kesenjangan informasi mengenai kontribusi keyakinan yang mendukung tindak kekerasan terhadap tindakan perundungan melalui perspektif perbedaan jenis kelamin.

·     Untuk memberikan masukan berharga bagi orang tua dan guru dalam upaya prevensi tindakan perundungan di sekolah.

·     Untuk menggugah para peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan pada pelaku tindakan perundungan agar pemahaman mengenai perundungan menjadi lebih komprehensif dari sudut pandang pelaku.

Isi

· Menanggapi tingginya angka prevalensi kasus perundungan di Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menangani perundungan di sekolah melalui Permendikbud Nomor 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Namun, angka perundungan tetap memiliki kecenderungan mengalami peningkatan. Menurut Komisioner KPAI, salah satu penyebab tingginya angka kejadian perundungan adalah masyarakat yang berubah menjadi lebih agresif dan melakukan tindakan represif yang berulang-ulang, sehingga ditiru oleh anak dan remaja (Widyanuratikah & Maharani, 2020).

·     Perundungan didefinisikan sebagai tindakan agresif yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan kekuatan, yang dilakukan secara berulang kali (Espelage & Hong, 2019; Espelage & Swearer, 2003; Olweus, 1978).

·     Terdapat tiga bentuk perundungan di sekolah, yaitu perundungan fisik (dipukul oleh anak lain di sekolah), perundungan verbal (dipanggil dengan julukan buruk atau diejek oleh anak lain di sekolah), dan perundungan psikologis, misalnya dikucilkan oleh anak lain di kelas (Borualogo & Casas, 2021b).

·     Siswa yang memiliki keyakinan yang mendukung tindak kekerasan menggunakan kekerasan fisik ketika mereka diganggu oleh siswa lain dan meyakini bahwa hanya dengan menggunakan kekerasanlah siswa dapat menghentikan gangguan yang mereka terima (Bosworth et al., 1999). Siswa juga meyakini bahwa akan dianggap sebagai pengecut jika menghindar dari perkelahian (Bosworth et al., 1999). Perbedaan jenis kelamin juga dikaitkan dengan keyakinan yang mendukung tindak kekerasan. Tindakan agresif yang dilakukan oleh laki-laki dianggap lebih bisa diterima dibandingkan tindakan agresif yang dilakukan oleh perempuan (Stewart-Williams, 2002).

Metode Penelitian

·  Populasi penelitian ini adalah siswa SD dan SMP di Kota Bandung. Untuk mendapatkan sampel yang representatif, digunakan teknik sampling klaster bertstrata yang diambil secara acak. Tipe sekolah yang menjadi klaster dalam penelitian ini adalah tipe sekolah berbasis agama dan tidak berbasis agama, serta tipe sekolah negeri dan swasta.

· Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental yang mengkaji kontribusi dari keyakinan yang mendukung tindak kekerasan terhadap perilaku perundungan (fisik, verbal, dan psikologis) pada siswa SD dan siswa SMP yang dianalisis berdasarkan perbedaan jenis kelamin.

·   Alat ukur penelitian ini terdiri dari 6 pertanyaan, yaitu (1) Jika saya menghindar dari perkelahian, saya akan dianggap pengecut/penakut, (2) Tidak apa-apa jika memukul seseorang yang memukul kamu duluan, (3) Jika anak lain mengganggu saya, saya biasanya tidak dapat menyuruhnya berhenti kecuali saya memukulnya, (4) Jika saya menolak untuk berkelahi, teman-teman akan menganggap bahwa saya penakut, (5) Saya tidak perlu berkelahi, karena ada cara-cara lain untuk mengatasi kemarahan, dan (6) Jika saya mau, saya biasanya dapat membicarakan asal muasal penyebab masalahnya dengan seseorang yang mengajak saya berkelahi. Terdapat 5 pilihan skala jawaban pada setiap pertanyaan, yaitu Sangat tidak setuju = 1, Tidak setuju = 2, Agak setuju = 3, Setuju = 4, dan Sangat setuju = 5. Skala jawaban bersifat terbalik untuk pertanyaan nomor 5 dan 6. Semakin tinggi skor mengindikasikan semakin kuatnya keyakinan siswa dalam mendukung tindak kekerasan. Nilai Cronbach’s Alpha alat ukur ini adalah 0.755. Mengacu pada Sugiyono (2008), seluruh pertanyaan dalam alat ukur ini dinyatakan valid karena berada di atas nilai R tabel = 0.081 dengan N > 1,000 dan probabilitas 0.01.

·     Perilaku perundungan diukur menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Cole et al. (2006) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia dengan mengacu pada prosedur adaptasi alat ukur lintas budaya (Borualogo et al., 2019).

·  Analisis data menggunakan regresi linier dengan PROCESS v4.1 untuk menguji jenis kelamin sebagai variabel moderator terhadap keyakinan yang mendukung tindak kekerasan dan tindakan perundungan. Analisis deskriptif juga dilakukan dengan menyajikan frekuensi tindakan perundungan serta nilai rerata (M) dan Standard Deviation (SD) untuk melihat signifikansi perbedaan kekuatan keyakinan yang mendukung tindak kekerasan pada kelompok siswa laki-laki dan siswa perempuan.

·     Hipotesis :

(1) Keyakinan yang mendukung tindak kekerasan (X) berhubungan dengan tindakan perundungan fisik (Y), hanya pada jenis kelamin tertentu (M).

(2) Keyakinan yang mendukung tindak kekerasan (X) berhubungan dengan tindakan perundungan verbal (Y), hanya pada jenis kelamin tertentu (M).

(3) Keyakinan yang mendukung tindak kekerasan (X) berhubungan dengan tindakan perundungan psikologis (Y), hanya pada jenis kelamin tertentu (M).

Hasil

·     Lebih banyak siswa laki-laki yang melakukan tindakan perundungan dibandingkan siswa perempuan pada ketiga tipe perundungan (fisik, verbal, dan psikologis).

·     Tindakan perundungan yang paling banyak terjadi adalah perundungan verbal

· Siswa laki-laki lebih kuat memiliki keyakinan yang mendukung tindak kekerasan fisik, verbal, dan psikologis dibandingkan siswa perempuan.

·  Jenis kelamin tidak menjadi moderator terhadap hubungan antara keyakinan yang mendukung tindak kekerasan dengan tindak perundungan fisik.

·  Tidak adanya interaksi antara jenis kelamin dengan keyakinan yang mendukung tindak kekerasan dan tindakan perundungan fisik.

Diskusi

·  Berita di media massa menunjukkan bahwa tindakan perundungan semakin sering ditayangkan oleh pelaku melalui media sosial untuk mendapatkan perhatian dari publik. Bahkan tidak jarang pelaku perundungannya adalah perempuan (Putri, 2019).

·    Peran jenis kelamin perempuan tidak menekankan pada agresivitas. Perempuan lebih dituntut untuk menunjukkan kualitas kepribadian yang lembut dan menghindari tindakan agresif terhadap orang lain. Ketika pada umumnya siswa perempuan meyakini peran jenis kelamin ini, mereka tidak akan melakukan perundungan secara terbuka, tetapi dengan melakukan pengucilan terhadap siswa lain.

·     Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaku perundungan, baik siswa laki-laki maupun perempuan, sama-sama mendapatkan pengaruh yang sama kuatnya dalam melakukan tindak perundungan verbal. Dan di antara ketiga jenis perundungan (fisik, verbal, dan psikologis), keyakinan yang mendukung tindak kekerasan memberikan kontribusi paling besar terhadap terjadinya perundungan verbal, yaitu sebesar 9.3%.

· Iklim sekolah menjadi prediktor perundungan di mana guru dan seluruh komponen sekolah perlu menciptakan rasa aman agar siswa terhindar dari rasa takut mendapatkan penyerangan. Hasil ini membuka peluang untuk melakukan kajian lanjutan mengenai faktor-faktor lain yang menjadi prediktor perundungan.

· Tindakan prevensi perlu dilakukan terhadap perundungan di sekolah, baik dengan pelakunya laki-laki maupun perempuan.

 

 

 

 

 


0 komentar:

Posting Komentar