Kamis, 20 April 2023

Essay 2 review film tentang psikologi sosial

Essay 2 review film tentang psikologi sosial

Nama : Maulana Malik Ibrahim
Nim :22310410091
Kelas : reguler A1
Dosen pengampu: Dr.Dra. Arundati Shinta MA





Topik

Cerita akan berfokus akan kehidupan seorang pria bernama Arthur Fleck, seorang pria kesepian yang memiliki sejarah gangguan jiwa dan memiliki sindrom tertawa yang selalu dianggap aneh oleh orang-orang banyak sehingga berpengaruh terhadap kemampuan sosial dan karirnya

Sumber

https://www.catchplay.com/id/video/01794f67-8dfb-4c58-bd65-e965bd2bb6dc

Ringkasan

Diperkenalkan sebagai Arthur Fleck, ia adalah seorang warga Gotham yang memiliki profesi sebagai badut pesta di bawah naungan agensi “Haha’s”. Kita diajak untuk melihat bagaimana kehidupan seorang Arthur Fleck yang sekilas terlihat normal, tetapi memiliki beragam masalah dan konflik tersendiri terutama karena Gotham tengah mendapatkan beragam ancaman, mulai dari ancaman hama tikus dan sampah, hingga situasi yang membuat suasana kian tidak aman dan mencekam untuk sebagian masyarakatnya. Dan hal ini juga diperburuk dengan kondisi kesehatan mental dari Arthur sendiri, yang mengharuskan dirinya untuk berbicara dengan petugas sosial dan meminum obat secara rutin.
Kita juga diajak untuk melihat bagaimana perjuangan Arthur untuk merawat ibunya sendirian tanpa bantuan orang lain di sebuah apartemen tua, juga bagaimana ia kerap berusaha untuk bisa menjenjang ke karir sebagai komedian yang diimpikannya dari segala kesulitan dan masalah yang ia alami setiap harinya.

Ringkasan (Lanjutan)

Mengesampingkan ragam masalah yang ia hadapi, Arthur tetap mencoba untuk melakukan pekerjaannya sembari masih mengurus ibunya tanpa keluhan. Namun hal ini segera berubah pesat seiring berjalannya waktu, terutama ketika Arthur dihadapi sebuah realita yang akhirnya ia sadari, realita di mana ia memutuskan untuk tidak ingin berpura-pura terhadap dirinya sendiri, maupun peduli lagi dengan apapun yang ada di sekitarnyaFilm ini mengisahkan Joker dengan plot dan perspektif yang berbeda, namum tetap bisa memberikan progres alur dan pembangunan karakter yang baik, membuat para penontonnya lebih mengerti alasan Arthur Fleck akhirnya menjadi seorangi “Joker”. Walaupun Joker ini tidak menjadi “gila” dengan cara konvensional seperti yang kita ketahui di dalam buku komiknya, film Joker berhasil memberikan alasan lain mengapa kegilaan tersebut bisa terjadi sejak film ini dimulai melalui kisah yang lebih bisa kita kaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Ada keraguan terdapat pada pemilihan aktor utama untuk Joker di awal film ini mulai diumumkan secara publik, tetapi Joaquin Phoenix berhasil memberikan sosok karakter Arthur Fleck yang hidup penuh dengan konflik, tragis dan ironis, dengan kondisi kesehatan mental yang mulai tidak stabil, hingga akhirnya menjadi sang badut gila Joker. Sulit untuk membandingkan Joker baru ini dengan aktor-aktor yang pernah memerankan Joker sebelumnya, tapi rasanya memilih Joaquin untuk memerankan Joker adalah keputusan yang sangat tepat. Kita bisa melihat di dalam film ini bagaimana kerja keras Joaquin untuk memahami sang karakter secara fisik dan mental, sehingga berhasil untuk menunjukkan perkembangan karakter yang baik disertai kemampuan akting yang memukau.
Elemen fantasi dan fiksi masih ada di dalam film Joker ini, namun bumbu konflik yang lebih realistis menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan karakter dan suasana kelam hingga akhir cerita. Film ini tidak menyuguhkan beragam adegan aksi yang seru, tetapi lebih terfokus ke pada drama kehidupan sebagai masyarakat Gotham yang situasinya tengah tidak kondusif untuk semua orang. Konflik yang lebih bisa dipahami dan dibarengi dengan bagaimana Arthur melihat dunia dan sekelilingnya yang dipengaruhi berat dari kondisi kesehatan mental yang dimilikinya, kita seolah diajak untuk turut jatuh ke dalam kegilaan yang dialaminya sepanjang film berlangsung. Ada rasa simpati lebih besar terhadap karakter Joker kali ini, tetapi juga membuat konflik tersendiri di dalam pikiran Anda bahwa apa yang dilakukan oleh Joker sendiri tidak bisa sepenuhnya dibenarkan.

Harus diakui, suasana kelam telah terasa sejak film ini dimulai, dan akan terus berkembang di sepanjang film hingga pada akhir film, dibumbui dengan scoring yang tepat sasaran, tidaklah mengherankan jika Anda merasa bahwa terlalu banyak aura negatif yang terpancar dari film Joker ini. Akibatnya, sesuatu hal yang mungkin seharusnya tidak memberikan dampak besar kepada para penontonnya, menjadi lebih berarti, mengerikan sekaligus mencekam dengan caranya sendiri. Humor gelap yang ditawarkan pada film ini lebih membuat Anda meringis ketimbang tertawa lebar.

Permasalahan

komedi yang kerap dikeluarkan Fleck justru menjadi bumerang bagi kehidupannya sendiri: pada satu waktu, Fleck merasa kesal dan hina lantaran terus dijadikan bahan tertawaan hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk merencanakan sebuah kejahatan.

Opini saya

Joker adalah sebuah drama psikologis yang membumi, realistis, dan gritty. Film ini bikin saya merenung bahwa mungkin saja ada outsiders macam Arthur Fleck ini. Orang buangan yang selalu dirundung secara sistematis oleh lingkungannya. Dan pada akhirnya menjadi monster yang sangat mengerikan.
Film ini juga sekaligus menjadi tamparan keras pada masyarakat kita yang demikian corrupt dan individualiatis. Sehingga secara tidak langsung sebenarnya kita inilah yang membidani kelahiran monster semacam Joker ini.

0 komentar:

Posting Komentar