Kamis, 17 Oktober 2024

E2 Psikologi Inovasi_WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF_KEN GELIS WIDIAHAPSARI_22310410063_SP

ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF : KEBIASAAN MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN : WAWANCARA DENGAN SEORANG TERCIDUK MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN_KEN GELIS WIDIAHAPSARI_22310410063


KEBIASAAN MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN

PSIKOLOGI INOVASI

ESSA1 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF

DOSEN PENGAMPU : DR.,Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.



KEN GELIS WIDIAHAPSARI

22310410063

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

OKTOBER / 2024


Bisa di bilang desa di dekat tempat tinggal saya masih dikelilingi sungai yang menghubungkan antara sungai sungai kecil lainnya ke sungai besar di lain desa namun banyak sekali sampah yang mengapung di bantaran sungai mulai sampah rumah tangga, kotoran sapi atau sampah dari limbah pabrik tau dikawasan tersebut, kali ini saya mewawancarai dengan seorang bapak berusia sekitar 49 tahun yang berinisial  SK, Beliau merupakan asli warga sekitar bantaran sungai di dekat daerah tempat tinggal saya yang tidak sengaja saya temui, Bapak SK merupakan satu contoh buruk yang termasuk kedalam disonansi kognitif bahwa ada banyak alasan yang melarang kita semua untuk membuang sampah sembarangan karena dapat menyebabkan dampak seperti air meluap yang dapat menyebabkan banjir, pemcemaran air yang menyebabkan bau tak sedap maupun habitat seperti ikan dan udang yang hidup di sungai menjadi terancam.

Wawancara ini di buat dengan bertujuan untuk memenuhi tugas Psikologi Inovasi yang masih berkaitan dengan Psikologi Lingkungan untuk mendalami perilaku disonansi kognitif.

Dari wawancara yang diambil pada tanggal 28 September 2024 sekitar jam 15.40 wib,mendapatkan informasi bahwa SK menyadari dan mengakui perbuatan itu salah yang bisa menyebabkan dampak yang buruk bagi lingkungan dan kawasan bantaran sungai namun dengan dalih terpaksa membuang sampah di sungai lebih hemat biaya dan lebih praktis. “ Saya terpaksa membuang sampah di sini,dan bukan hanya saya banyak kok yang membuang sampah di sini,kalau mengenai dampak banjir atau pencemaran ya di doakan saja tidak, selagi itu tidak terjadi ya tidak apa apa” Ungkapnya, kemudian SK menjawab pertanyaan saya yang mulai bimbang “Ya saya tau kalau berdampak banjir atau malah penyumbatan air dan bisa menjadi sarang nyamuk demam berdarah tapi sudah kebiasaan saya di sini, yam au gimana lagi, kalau baung sampah harus di dekat pasar dan itu jauh apalagi harus membayar tiap bulannya”.

Dalam wawancara di atas SK menggunakan defense mechanis atau mekanis pertahanan Denial yang artinya menyangkalan fakta yang berada di hadapannnya. Hal ini juga diperkuat oleh keadaan lingkungan sekitar yang menormalisasikan membuang sampah di bantaran sungai sampai sekarang ini belum ada tindakan dari Lembaga terkait untuk menanggulagi masalah tersebut, selama sudut mata memandang sudah ada beberapa benner yang terpasang dengan tulisan “ Jangan Membuang Sampah Disini Atau Rejeki Kalian Akan Terganggu “ nampaknya usaha yang di keluarkan bagi warga sekitar yang masih peduli akan lingkungan sia sia. Tidak hanya itu sudah ada beberapa warga yang di larikan ke rumah sakit akibat terjangkit demam berdarah, namun itu semua tidak bisa menyadarkan perilaku masyarakat, Masalah ini terjadi bukan hanya masalah factor lingkungan yang berkebiasaan buruk namun juga faktor  ekonomi maupun pemerintahan/ hukum didaerah tersebut.

Dari masalah ini dapat di simpulkan bahwasanya yang memiliki pengetahuan atau pengalaman buruk membuang sampah di sekitar bantaran sungai tidak cukup jera untuk berhenti membuang sampah di sungai, Pemerintahan di desa tersebut harusnya menggerakan komunitas atau peraturan yang bisa menjerakan para pelaku pembuangan sampah serta dukungan dari desa sekitar untuk menciptakan lingkungan yang bersih bebas demam berdarah.

0 komentar:

Posting Komentar