Kamis, 10 Oktober 2024

Psi.Inovasi : Wawancara Disonasi Kognitif ( Siti Syarifatuss’adah / 21310410156

 ESAI 2 : WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF


LOGIKA DENGAN NIKOTIN: DINAMIKA PEROKOK AKTIF DALAM DISONANSI KOGNITIF

PSIKOLOGI INOVASI
DOSEN PENGAMPU: Dr. Dra. ARUNDATI SHINTA , MA.




NAMA: SITI SYARIFATUSS’ADAH
NIM    : 21310410156


 FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
OKTOBER 2024

Banyak orang mengetahui bahwa merokok menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, tetapi jumlah dan pravelensi perokok di Indonesia terus meningkat secara signifikan. Dengan para perokok yang mengetahui bahaya yang ditimbulkan pada perilaku merokok ini sehingga memunculkan adanya disonansi kognitif, dimana pada konteks ini seseorang terlibat dalam perilaku yang tidak konsisten terhadap keyakinan mereka. Disonansi kognitif ini merupakan keadaan yang dialami seseorang atau individu yang mana terjadi hubungan yang bertentangan antara elemen-elemen kognitif yang dapat menimbulkan kejanggalan kognitif.  Itervensi berupa informasi tentang dampak buruk dari merokok merupakan paparan yang akan dihindari oleh para perokok. Karena hal ini menciptakan ketegangan yang tidak nyaman dalam diri perokok, lalu sebagian ketegangan dihilangkan dengan menciptakan berbagai macam bentuk penyangkalan atau pengabaian.

Sebut saja IRV seorang buruh tani berusia 26 tahun, ia adalah seorang contoh nyata bagaimana  disonansi kognitif sangat mempengaruhi perilakunya sehari-hari. Ia terjerumus dalam kebiasaan merokok sejak duduk di bangku SMK. Meskipun ia mengetahui dan paham akan dampak negatif yang ditimbulkan bagi kesehatan seperti yang ia sebutkan dampak pada paru-paru, namun kebiasaannya ini terus bertahan karena terpengaruh lingkungan dan keinginan pribadinya. Inilah yang menjadi kesimpulan bahwa situasi dimana pengetahuan dan perilaku seseorang bertentangan, tetapi mereka pun tidak mampu atau enggan untuk berubah.

Selain itu IRV mengaku pernah menbaca artikel tentang bahaya merokok, namun informasi tersebut tidak cukup kuat dalam membantu untuk membuatnya meninggalkan kebiasaan merokok itu. Alasannya yang paling sederhana bahwa, merokok merupakan sebuah solusi instan untuk mengisi waktu senggang dan memberikan perasaan nyaman meskipun ia mengetahui dampak buruk yang bakal ditimbulkannya. “Sebenarnya ada konflik antara apa yang saya ketahui tentang bahaya merokok dengan kebiasaan, tapi saya cuek saja, “ ungkapnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa begitu kuatnya mekanisme pertahanan diri individu tersebut dalam membenarkan tindakan yang bertentangan dengan pengetahuannya. Ketika ditanya lebih lanjut tentang rasa bersalah setelah merokok, IRV mengatakan tidak pernah merasa bersalah, bahkan IRV mengungkapkan bahwa ia merasa nyaman apalagi jika ditemani dengan secangkir kopi.

Disonansi kognitif membuat seseorang seperti IRV sulit untuk maju, Meski ia sudah mendapat dorongan dari keluarga atau kerabatnya untuk berhenti dalam kebiasaan itu, namun keputusam akhirnya lebih kokoh pada dirinya sendiri. Adapun faktor lingkungan memiliki pengaruh besar pada  hal itu. Sebagai seorang buruh tani, ia kerap kali dipengaruhi oleh teman-temannya yang juga merokok. Tempat ia nongkrong dan lingkungan tempatnya dalam mengais rezeki yang sangat mendukung kebiasaan merokok semakin mempersulit upaya perubahan. IRV mengungkapkan, “Kalau ada teman yang merokok, pasti saya ikut-ikutan.” Bahkan jika ia tidak ada rokok ia akan minta ataupun dikasih teman.

Secara psikologis, disonansi ini menghambat perubahan perilaku. IRV menyadari bahwa untuk meninggalkan kebiasaan dalam merokok ia perlu mencari aktivitas pengganti atau keadaan lingkungan yang mendukungnya. Namun, tanpa adanya dorongan yang kuat dari dirinya sendiri serta lingkungan positif yang mendukung, akan sulit baginya untuk terlepas dari kebiasaan yang sudah mendarah daging tersebut.  Jadi pada kesimpulannya, meskipun kebiasaan merokok memberikan kenyamanan jangka pendek, hal ini juga memperlihatkan bagaiamana disonansi kognitif menghambat individu dalam melakukan perubahan yang positif yang seharusnya dilakukan. Maka perlu adanya dukungan lingkungan yang positif, tindakan baik yang efektif, dan kesadaran individu dalam mengatasi disonansi kognitif agar kebiasaan merokok ini dapat ditinggalkan dan kesehatan jangka panjang terjaga.


Daftar Pustaka:

Fitri, R. A. (2013). Gambaran Disonansi Kognitif pada Wanita Perokok Dewasa Muda Berpendidikan Tinggi. HUMANIORA, Vol 4 (1), 547-555.

Fadholi, F., Prisanto, G.F., Ernungtyas, N. F., Irwansyah, I., & Hasna, S. (2020). Disonansi Perokok Aktif di Indonsesia. Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi), Vol 11 (1), 1-15.

Suatan, A. T., & Irwansyah, I. (2021. Studi Review Sistematis: Aplikasi Teori Disonansi Kognitif dan Upaya Reduksinya pada Perokok Remaja. Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi, Vol 5 (1), 72-82.

Ravsanjani, M. I., Tetteng, B., & Fakhri, N. (2023) Disonansi Kognitif pada Perawat yang Merokok. Jurnal Kesehatan Tambusai, Vol 4 (2), 1357-1372.

Reskiaddin, L. O., & Supriyati, S. (2021). Proses Perubahan Perilaku Berhenti Merokok, Studi Kualitatif Mengenai Motif, Dukungan Sosial, & Mekanisme Coping. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion & Behavior, Vol. 3 (1), 58-70.



0 komentar:

Posting Komentar