Selasa, 29 Oktober 2024

Essay 2 - Wawancara Tentang Disonansi Kognitif

 

Nama : Tegar Chandra Surya Perdana

Nim : 22310410028

Matkul : Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A

Bulan & Tahun Terbit : 29 Oktober 2024



Disonansi Kognitif: Ketika Kebiasaan Sehat Bertentangan dengan Kebiasaan Tidak Sehat

- Seorang Penggemar Gym yang Merokok -


Dalam wawancara ini, saya berbicara dengan Andi, seorang pria yang rutin berolahraga di gym namun juga memiliki kebiasaan merokok. Andi berbagi pengalamannya tentang bagaimana ia mengelola disonansi kognitif yang timbul dari dua perilaku yang tampak bertentangan tersebut.

Andi menjelaskan bahwa ia sudah rutin berolahraga di gym selama 3 tahun terakhir. Motivasinya awalnya adalah untuk terlihat lebih fit dan sehat, serta merasakan manfaat berolahraga bagi produktivitas dan rasa percaya dirinya. Ia juga memperhatikan pola makannya dengan mengonsumsi makanan sehat dan bergizi untuk menunjang aktivitas gym.

"Saya berusaha untuk hidup sehat melalui olahraga dan pola makan yang baik. Gym sudah menjadi bagian penting dari gaya hidup saya sekarang," ungkap Andi.

 Namun, Andi mengakui bahwa ia masih memiliki kebiasaan merokok yang sulit untuk dihilangkan. Hal ini menciptakan disonansi kognitif dalam dirinya, karena ia menyadari bahwa merokok merupakan perilaku yang buruk untuk kesehatan dan bertentangan dengan gaya hidup sehatnya.

 "Di satu sisi, saya sangat sadar akan pentingnya hidup sehat. Tapi di sisi lain, saya masih sulit untuk melepaskan kebiasaan merokok saya. Saya tahu merokok itu buruk, tapi entah kenapa saya masih belum bisa berhenti," ungkap Andi dengan nada frustasi.

 Andi menjelaskan bahwa ia telah beberapa kali mencoba untuk berhenti merokok, namun selalu gagal. Ia pernah mencoba berbagai metode seperti menggunakan plester nikotin dan obat-obatan tertentu, namun pada akhirnya selalu kembali lagi ke rokok.

 "Rasanya sulit sekali untuk benar-benar melepaskan kebiasaan ini. Kadang saya merasa sangat bersalah dan frustrasi dengan diri sendiri," tutur Andi.

Menurut Andi, untuk mengatasi disonansi kognitif yang ia alami, hal yang paling penting adalah kesadaran diri dan komitmen yang kuat untuk benar-benar ingin berubah. Ia perlu memutuskan dengan tegas apakah ia benar-benar ingin hidup sehat sepenuhnya, atau tetap mempertahankan kebiasaan merokoknya.

 "Saya perlu memutuskan dengan tegas apakah saya benar-benar ingin hidup sehat sepenuhnya, atau tetap mempertahankan kebiasaan merokok. Selain itu, dukungan dari orang-orang terdekat juga penting untuk memotivasi saya," ungkap Andi.

 Andi juga mengungkapkan bahwa ia mungkin perlu mencoba berbagai metode berhenti merokok yang lebih komprehensif dan terstruktur untuk menyelaraskan kebiasaan sehat dan tidak sehatnya.

Permasalahan yang diangkat dalam wawancara ini adalah bagaimana Andi, seorang penggemar gym yang rajin berolahraga, mengelola disonansi kognitif yang timbul dari kebiasaan merokoknya yang bertentangan dengan gaya hidup sehatnya. Meskipun Andi telah berusaha untuk berhenti merokok, ia masih belum berhasil melepaskan kebiasaan tersebut secara permanen, sehingga menimbulkan konflik internal dan rasa bersalah dalam dirinya.

 

Daftar Pustaka:

Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Evanston, IL: Row, Peterson.

Elliot, A. J., & Devine, P. G. (1994). On the Motivational Nature of Cognitive Dissonance: Dissonance as Psychological Discomfort. Journal of Personality and Social Psychology, 67(3), 382-394.

Aronson, E. (1969). The Theory of Cognitive Dissonance: A Current Perspective. Advances in Experimental Social Psychology, 4, 1-34.

 


0 komentar:

Posting Komentar