Kamis, 31 Oktober 2024

Essay 2: Wawancara Tentang Disonansi Kognitif Psikologi Inovasi Pengetahuan Bahaya Merokok Pada Perokok Aktif Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A

 

Essay 2: Wawancara Tentang Disonansi Kognitif

Psikologi Inovasi

Pengetahuan Bahaya Merokok Pada Perokok Aktif

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A


Nama: Oktaviana Wahyuningtyas

Nim: 22310410106

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Oktober 2024

 

Teori disonansi kognitif di pelopori oleh Leon Festinger pada tahun 1957 yang mengartikan dionansi kognitif sebagai kesenangan yang terjadi antara dua elemen yang tidak konsissten yang menciptakan ketidaknyamanan psikologis serta motivasi individu untuk mengurangi disonansi kognitif (Festinger, dalam Shaw & Contanzo, 1982). Perilaku disonansi kognitif ini sesuai dengan perilaku merokok.

Merokok adalah salah satu kebiasaan yang sudah sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku merokok tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga orang yang berada di sekitar yang terkena asap rokok. Didalam asap rokok terdapat lebih dari 4000 zat kimia yang berbahaya dan lebih dari 43 zat penyebab kanker.

Pada tanggal 20 Oktober 2024 saya melakukan wawancara di sebuah taman dengan seorang perokok yang berinisial D yang berusia 43 tahun. D bekerja sebagai seorang pedagang keliling. Saat itu saya melihat D sedang melakukan jalan- jalan mengelilingi taman dan saat istirahat D merokok. D mengaku sudah sejak tahun 1999 hingga saat ini D masih merokok. Dulu dalam 1 hari D merokok hanya 1 bungkus saja, namun tahun 2015 sampai sekarang D akan menghabiskan 3 bungkus rokok dalam 1 hari. Saat saya bertanya apakah D mengetahui jika merokok berbahaya dan Dmengaku mengetahui apa saja bahaya merokok dari bungkus rokok, yang memang memiliki peringatan bahaya merokok. Lalu saya bertanya tentang jika D mengetahui tentang bahaya merokok mengapa masih merokok? D menjawab “orang yang gak merokok aja bisa sakit dan belum tentu orang yeng merokok itu terus sakit”. Kalimat tersebut merupakan disonansi kognitif yang dilakukan oleh D.

D merasa jika orang yang merokok itu bisa sehat terus karena sudah kecanduan dari sesasi rokok sendiri. D sudah pernah mencoba untuk berhenti merokok tetapi baru 2 hari tidak merokok D merasakan tidak enak badan dan agak pahit di bagian lidahnya jika tidak merokok. Setelah 2 hari tersebut D merokok lagi. Di akhir wawancara D mengatakan “jika saya masih punya uang dan dapat menghasilkan uang saya akan membeli rokok” sambil tersenyum.

Untuk menekan resiko pengguna rokok pemerintah berupaya untuk menekan angka merokok yang ada di Indonesia. Dengan cara pada setiap bungkus rokok terdapat gambar penyakit yang disebabkan dari rokok tersebut. Setiap orang yang membeli rokok dapat membaca bahaya dan penyakit apa saya jika merokok. Tetapi mereka abai akan hal tersebut dan tetap merokok.

Daftar pustaka:

Shaw, M. E., & Costanzo, P. R. (1982). Theories of social psychology 2nd Ed. Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Tantri, A., Fajar, N. A., & Utama, F. (2018). Hubungan presepsi terhadap peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki di kota Palembang. Jurnal ilmu kesehatan masyarakat 9 (1), 74-82.

 


0 komentar:

Posting Komentar