Essay 2: Wawancara Tentang Disonansi Kognitif
Psikologi Inovasi
Pengetahuan Bahaya Merokok Pada Perokok Aktif
Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A
Nama: Oktaviana Wahyuningtyas
Nim: 22310410106
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Oktober 2024
Teori
disonansi kognitif di pelopori oleh Leon Festinger pada tahun 1957 yang
mengartikan dionansi kognitif sebagai kesenangan yang terjadi antara dua elemen
yang tidak konsissten yang menciptakan ketidaknyamanan psikologis serta motivasi
individu untuk mengurangi disonansi kognitif (Festinger, dalam Shaw &
Contanzo, 1982). Perilaku disonansi kognitif ini sesuai dengan perilaku
merokok.
Merokok
adalah salah satu kebiasaan yang sudah sering kita temui dalam kehidupan
sehari-hari. Perilaku merokok tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga
orang yang berada di sekitar yang terkena asap rokok. Didalam asap rokok
terdapat lebih dari 4000 zat kimia yang berbahaya dan lebih dari 43 zat
penyebab kanker.
Pada
tanggal 20 Oktober 2024 saya melakukan wawancara di sebuah taman dengan seorang
perokok yang berinisial D yang berusia 43 tahun. D bekerja sebagai seorang
pedagang keliling. Saat itu saya melihat D sedang melakukan jalan- jalan
mengelilingi taman dan saat istirahat D merokok. D mengaku sudah sejak tahun
1999 hingga saat ini D masih merokok. Dulu dalam 1 hari D merokok hanya 1
bungkus saja, namun tahun 2015 sampai sekarang D akan menghabiskan 3 bungkus
rokok dalam 1 hari. Saat saya bertanya apakah D mengetahui jika merokok
berbahaya dan Dmengaku mengetahui apa saja bahaya merokok dari bungkus rokok,
yang memang memiliki peringatan bahaya merokok. Lalu saya bertanya tentang jika
D mengetahui tentang bahaya merokok mengapa masih merokok? D menjawab “orang
yang gak merokok aja bisa sakit dan belum tentu orang yeng merokok itu terus
sakit”. Kalimat tersebut merupakan disonansi kognitif yang dilakukan oleh D.
D
merasa jika orang yang merokok itu bisa sehat terus karena sudah kecanduan dari
sesasi rokok sendiri. D sudah pernah mencoba untuk berhenti merokok tetapi baru
2 hari tidak merokok D merasakan tidak enak badan dan agak pahit di bagian
lidahnya jika tidak merokok. Setelah 2 hari tersebut D merokok lagi. Di akhir
wawancara D mengatakan “jika saya masih punya uang dan dapat menghasilkan uang
saya akan membeli rokok” sambil tersenyum.
Untuk
menekan resiko pengguna rokok pemerintah berupaya untuk menekan angka merokok
yang ada di Indonesia. Dengan cara pada setiap bungkus rokok terdapat gambar
penyakit yang disebabkan dari rokok tersebut. Setiap orang yang membeli rokok
dapat membaca bahaya dan penyakit apa saya jika merokok. Tetapi mereka abai
akan hal tersebut dan tetap merokok.
Daftar pustaka:
Shaw, M. E.,
& Costanzo, P. R. (1982). Theories of
social psychology 2nd Ed. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Tantri, A.,
Fajar, N. A., & Utama, F. (2018). Hubungan presepsi terhadap peringatan
bahaya merokok pada kemasan rokok dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki
di kota Palembang. Jurnal ilmu kesehatan
masyarakat 9 (1), 74-82.
0 komentar:
Posting Komentar