Jumat, 25 Oktober 2024

Essay Ke-2 Wawancara Tentang Disonasi Kognitif

 

Nama : Putri Arumsari

Nim : 22310410074

Matkul : Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A

Bulan & Tahun Terbit : 25 Oktober 2024


Permasalahan

Disonansi kognitif pada perokok terjadi ketika individu menyadari bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, namun tetap melanjutkan perilaku tersebut. Ketidaksesuaian antara keyakinan (bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit serius) dan tindakan (tetap merokok) menimbulkan ketidaknyamanan psikologis. Untuk meredakan ketegangan ini, perokok mungkin mencari pembenaran, seperti meremehkan risiko kesehatan atau berfokus pada manfaat jangka pendek, sehingga perilaku merokok tetap berlanjut meski bertentangan dengan pemahaman logis.

Sumber

Suatan, A. T., & Irwansyah, I. (2021). Studi review sistematis: Aplikasi teori disonansi kognitif dan upaya reduksinya pada perokok remaja. Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi, 5(1), 72-82

Hasil Wawancara

(Kesadaran Risiko Kesehatan)

Subjek menyadari bahwa merokok memiliki banyak risiko kesehatan serius, seperti penyakit paru-paru, jantung, dan kanker, serta dampak buruk bagi kesehatan secara keseluruhan. Meskipun pengetahuan ini kadang membuat subjek merasa khawatir, ada kalanya subjek menepisnya dengan berpikir bahwa risiko tersebut mungkin tidak terjadi pada subjek dalam waktu dekat, atau subjek masih memiliki kesempatan untuk berhenti suatu hari nanti.

Pengalaman Konflik Internal

Subjek sering merasakan konflik batin terkait kebiasaan merokok, terutama ketika memikirkan dampaknya bagi kesehatannya dan orang-orang di sekitar. Ada kalanya muncul rasa bersalah, terutama saat menyadari bahwa merokok membahayakan bukan hanya diri sendiri tetapi juga mereka yang terkena asapnya. Rasa bersalah ini membuatnya berpikir untuk berhenti, meskipun keinginan tersebut tidak selalu bertahan lama.

Strategi Menghadapi Disonansi

Untuk mengatasi perasaan negatif tentang merokok, subjek sering mencoba mengalihkan pikiran atau merasionalisasi kebiasaan ini dengan meyakinkan dirinya bahwa hanya merokok dalam jumlah sedikit atau saat benar-benar stres. Subjek pernah mencoba berhenti atau setidaknya mengurangi, terutama karena dorongan untuk hidup lebih sehat dan permintaan dari orang-orang yang peduli padanya. Namun, pengalaman berhenti ini tidak mudah, karena dorongan untuk merokok selalu muncul kembali, terutama di saat-saat penuh tekanan.

Rasionalisasi Perilaku

Subjek memiliki beberapa alasan tetap merokok yaitu anggapan bahwa merokok membantunya mengurangi stres dan memberikan waktu sejenak untuk relaksasi di tengah kesibukan. Kepada dirinya sendiri, sering mengatakan bahwa subjek masih punya kendali atas kebiasaan ini dan bisa berhenti kapan saja. Sementara kepada orang lain, subjek biasanya merasionalisasi dengan mengatakan bahwa ini hanya kebiasaan kecil atau sesuatu yang dilakukan "sekali-sekali saja."

Pengaruh Sosial dan Lingkungan

Lingkungan dan teman-teman memiliki pengaruh besar terhadap kebiasaan merokok. Saat berada di lingkungan perokok, rasanya lebih mudah untuk merokok bersama mereka, dan sulit untuk menolak. Ada tekanan sosial yang membuat subjek cenderung mengikuti kebiasaan tersebut, terutama ketika berkumpul atau beraktivitas bersama teman-teman perokok. Untuk mengatasinya, subjek biasanya mengikuti kebiasaan ini saat bersama mereka, tetapi mencoba untuk menguranginya di waktu-waktu lain.

Usaha Perubahan Perilaku

Subjek pernah mempertimbangkan untuk berhenti merokok, terutama karena alasan kesehatan dan kekhawatiran dari orang-orang terdekat. Motivasi utamanya adalah untuk hidup lebih sehat dan menunjukkan perhatian terhadap orang-orang yang peduli padanya. Namun, upaya untuk berhenti sulit karena ketergantungan fisik dan mental yang muncul, serta kebiasaan merokok yang tertanam sebagai cara untuk mengatasi stres atau kecemasan sehari-hari.

Perasaan Setelah Merokok

Setelah merokok, subjek sering merasakan campuran perasaan lega dan rasa bersalah. Ada kepuasan atau ketenangan sementara yang datang setelah merokok, tetapi tak jarang rasa bersalah pun muncul karena subjek menyadari dampak negatifnya bagi kesehatan.

0 komentar:

Posting Komentar