Nama : Putri Arumsari
Nim : 22310410074
Matkul : Psikologi
Inovasi
Dosen Pengampu : Dr.,
Dra. Arundati Shinta, M.A
Bulan & Tahun Terbit : 25 Oktober 2024
Permasalahan |
Disonansi
kognitif pada perokok terjadi ketika individu menyadari bahwa merokok
berbahaya bagi kesehatan, namun tetap melanjutkan perilaku tersebut.
Ketidaksesuaian antara keyakinan (bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit
serius) dan tindakan (tetap merokok) menimbulkan ketidaknyamanan psikologis.
Untuk meredakan ketegangan ini, perokok mungkin mencari pembenaran, seperti
meremehkan risiko kesehatan atau berfokus pada manfaat jangka pendek,
sehingga perilaku merokok tetap berlanjut meski bertentangan dengan pemahaman
logis. |
Sumber |
Suatan, A. T.,
& Irwansyah, I. (2021). Studi review sistematis: Aplikasi teori disonansi
kognitif dan upaya reduksinya pada perokok remaja. Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi, 5(1), 72-82 |
Hasil Wawancara (Kesadaran
Risiko Kesehatan) |
Subjek
menyadari bahwa merokok memiliki banyak risiko kesehatan serius, seperti
penyakit paru-paru, jantung, dan kanker, serta dampak buruk bagi kesehatan
secara keseluruhan. Meskipun pengetahuan ini kadang membuat subjek merasa
khawatir, ada kalanya subjek menepisnya dengan berpikir bahwa risiko tersebut
mungkin tidak terjadi pada subjek dalam waktu dekat, atau subjek masih
memiliki kesempatan untuk berhenti suatu hari nanti. |
Pengalaman
Konflik Internal |
Subjek sering
merasakan konflik batin terkait kebiasaan merokok, terutama ketika memikirkan
dampaknya bagi kesehatannya dan orang-orang di sekitar. Ada kalanya muncul
rasa bersalah, terutama saat menyadari bahwa merokok membahayakan bukan hanya
diri sendiri tetapi juga mereka yang terkena asapnya. Rasa bersalah ini
membuatnya berpikir untuk berhenti, meskipun keinginan tersebut tidak selalu
bertahan lama. |
Strategi
Menghadapi Disonansi |
Untuk
mengatasi perasaan negatif tentang merokok, subjek sering mencoba mengalihkan
pikiran atau merasionalisasi kebiasaan ini dengan meyakinkan dirinya bahwa
hanya merokok dalam jumlah sedikit atau saat benar-benar stres. Subjek pernah
mencoba berhenti atau setidaknya mengurangi, terutama karena dorongan untuk
hidup lebih sehat dan permintaan dari orang-orang yang peduli padanya. Namun,
pengalaman berhenti ini tidak mudah, karena dorongan untuk merokok selalu
muncul kembali, terutama di saat-saat penuh tekanan. |
Rasionalisasi
Perilaku |
Subjek
memiliki beberapa alasan tetap merokok yaitu anggapan bahwa merokok
membantunya mengurangi stres dan memberikan waktu sejenak untuk relaksasi di
tengah kesibukan. Kepada dirinya sendiri, sering mengatakan bahwa subjek
masih punya kendali atas kebiasaan ini dan bisa berhenti kapan saja. Sementara
kepada orang lain, subjek biasanya merasionalisasi dengan mengatakan bahwa
ini hanya kebiasaan kecil atau sesuatu yang dilakukan "sekali-sekali saja." |
Pengaruh
Sosial dan Lingkungan |
Lingkungan dan
teman-teman memiliki pengaruh besar terhadap kebiasaan merokok. Saat berada
di lingkungan perokok, rasanya lebih mudah untuk merokok bersama mereka, dan
sulit untuk menolak. Ada tekanan sosial yang membuat subjek cenderung
mengikuti kebiasaan tersebut, terutama ketika berkumpul atau beraktivitas
bersama teman-teman perokok. Untuk mengatasinya, subjek biasanya mengikuti
kebiasaan ini saat bersama mereka, tetapi mencoba untuk menguranginya di
waktu-waktu lain. |
Usaha
Perubahan Perilaku |
Subjek pernah
mempertimbangkan untuk berhenti merokok, terutama karena alasan kesehatan dan
kekhawatiran dari orang-orang terdekat. Motivasi utamanya adalah untuk hidup
lebih sehat dan menunjukkan perhatian terhadap orang-orang yang peduli
padanya. Namun, upaya untuk berhenti sulit karena ketergantungan fisik dan
mental yang muncul, serta kebiasaan merokok yang tertanam sebagai cara untuk
mengatasi stres atau kecemasan sehari-hari. |
Perasaan
Setelah Merokok |
Setelah
merokok, subjek sering merasakan campuran perasaan lega dan rasa bersalah.
Ada kepuasan atau ketenangan sementara yang datang setelah merokok, tetapi
tak jarang rasa bersalah pun muncul karena subjek menyadari dampak negatifnya
bagi kesehatan. |
0 komentar:
Posting Komentar