“PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP KONDISI EMOSIONAL
MAUPUN KOGNITIF”
PSIKOLOGI INOVASI
ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF
DOSEN PENGAMPU: Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.
NAZARUDIN LATIF
22310410082
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
OKTOBER/2024
Dalam sebuah wawancara dengan
Yudi (inisial), seorang pakar kesehatan masyarakat berusia 34 tahun yang juga
merupakan konsultan di lembaga kesehatan swasta, diskusi menarik mengenai
perilaku merokok di kalangan profesional muda terungkap. Yudi memiliki
pemahaman mendalam tentang dampak kesehatan dari merokok, tetapi secara pribadi
ia tidak pernah terlibat dalam kebiasaan tersebut. Pertemuan berlangsung di
sebuah kafe modern di pusat kota, lingkungan yang dipilih oleh Yudi sendiri
karena suasana yang santai, jauh dari kebisingan tempat kerja sehari-hari.
Selama percakapan, Yudi
membahas kasus seperti yang dialami Candra (inisial), seorang desainer grafis
yang telah merokok selama lebih dari satu dekade. "Banyak yang tahu
bahayanya, tetapi sulit bagi mereka untuk benar-benar berhenti karena merokok
bukan hanya masalah fisik, tetapi emosional," jelasnya. Yudi menambahkan
bahwa banyak perokok terjebak dalam disonansi kognitif, di mana mereka
sepenuhnya sadar akan dampak buruk rokok, tetapi tetap melakukannya karena
dorongan emosional.
Yudi menjelaskan tentang
bagaimana banyak perokok menggunakan defense mechanism untuk membenarkan
perilaku mereka. "Orang-orang seperti Candra sering menggunakan
rasionalisasi untuk mempertahankan kebiasaan buruk ini," ujarnya. Menurut
Yudi, Candra merasa bahwa merokok adalah cara efektif untuk menghadapi tekanan,
meskipun secara rasional ia sadar bahwa rokok bukanlah solusi jangka panjang.
"Ada rasa tenang yang muncul setelah merokok, meskipun itu sementara.
Perasaan ini membuat mereka terus mengulang kebiasaan tersebut meski tahu
dampaknya buruk."
Yudi kemudian menjelaskan
tentang inovasi terbaru dalam psikologi dan kesehatan yang bisa membantu orang
seperti Candra. Ia menyebut teknik-teknik seperti meditasi, olahraga, dan
terapi kognitif sebagai metode yang dapat menggantikan kebiasaan merokok dalam
menghadapi tekanan emosional. "Inovasi di bidang ini penting, tetapi
keberhasilan akhirnya tergantung pada komitmen individu. Tanpa itu, semua
metode modern tidak akan berhasil," ungkapnya sambil mengakui tantangan
terbesar yang sering dihadapi para perokok.
Yudi juga menekankan peran
teknologi dalam mendukung proses berhenti merokok. "Aplikasi penghenti
rokok bisa sangat membantu. Teknologi ini memberi tantangan harian, penghargaan
kecil, dan dukungan emosional yang diperlukan untuk tetap termotivasi. Ini bisa
menjadi alat yang ampuh, terutama bagi generasi muda yang lebih akrab dengan
teknologi," lanjutnya. Aplikasi ini menurutnya menjadi inovasi penting
dalam menghadapi ketergantungan rokok di zaman modern.
Wawancara ini menunjukkan betapa rumitnya hubungan antara pengetahuan dan praktik. Meskipun Yudi memiliki pandangan kritis terhadap merokok dan berhubungan dengan banyak kasus serupa, ia mengakui bahwa tantangan terbesar bagi perokok adalah mengatasi ketergantungan emosional yang telah terbentuk selama bertahun-tahun. "Menghentikan kebiasaan merokok bukan hanya soal fisik, tetapi soal mental. Ini tentang menemukan cara lain untuk merasa tenang di tengah tekanan hidup," tutup Yudi, menggemakan kalimat Altif yang menyebut bahwa solusi jangka panjang untuk merokok harus melibatkan perubahan dalam cara seseorang menangani stres dan kecemasan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar