Kamis, 17 Oktober 2024

E2 Psikologi Inovasi_WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF_NAZARUDIN LATIF_22310410082_SP

“PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP KONDISI EMOSIONAL MAUPUN KOGNITIF”

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF

DOSEN PENGAMPU: Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.

 

NAZARUDIN LATIF

22310410082 

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

OKTOBER/2024

Dalam sebuah wawancara dengan Yudi (inisial), seorang pakar kesehatan masyarakat berusia 34 tahun yang juga merupakan konsultan di lembaga kesehatan swasta, diskusi menarik mengenai perilaku merokok di kalangan profesional muda terungkap. Yudi memiliki pemahaman mendalam tentang dampak kesehatan dari merokok, tetapi secara pribadi ia tidak pernah terlibat dalam kebiasaan tersebut. Pertemuan berlangsung di sebuah kafe modern di pusat kota, lingkungan yang dipilih oleh Yudi sendiri karena suasana yang santai, jauh dari kebisingan tempat kerja sehari-hari.

Selama percakapan, Yudi membahas kasus seperti yang dialami Candra (inisial), seorang desainer grafis yang telah merokok selama lebih dari satu dekade. "Banyak yang tahu bahayanya, tetapi sulit bagi mereka untuk benar-benar berhenti karena merokok bukan hanya masalah fisik, tetapi emosional," jelasnya. Yudi menambahkan bahwa banyak perokok terjebak dalam disonansi kognitif, di mana mereka sepenuhnya sadar akan dampak buruk rokok, tetapi tetap melakukannya karena dorongan emosional.

Yudi menjelaskan tentang bagaimana banyak perokok menggunakan defense mechanism untuk membenarkan perilaku mereka. "Orang-orang seperti Candra sering menggunakan rasionalisasi untuk mempertahankan kebiasaan buruk ini," ujarnya. Menurut Yudi, Candra merasa bahwa merokok adalah cara efektif untuk menghadapi tekanan, meskipun secara rasional ia sadar bahwa rokok bukanlah solusi jangka panjang. "Ada rasa tenang yang muncul setelah merokok, meskipun itu sementara. Perasaan ini membuat mereka terus mengulang kebiasaan tersebut meski tahu dampaknya buruk."

Yudi kemudian menjelaskan tentang inovasi terbaru dalam psikologi dan kesehatan yang bisa membantu orang seperti Candra. Ia menyebut teknik-teknik seperti meditasi, olahraga, dan terapi kognitif sebagai metode yang dapat menggantikan kebiasaan merokok dalam menghadapi tekanan emosional. "Inovasi di bidang ini penting, tetapi keberhasilan akhirnya tergantung pada komitmen individu. Tanpa itu, semua metode modern tidak akan berhasil," ungkapnya sambil mengakui tantangan terbesar yang sering dihadapi para perokok.

Yudi juga menekankan peran teknologi dalam mendukung proses berhenti merokok. "Aplikasi penghenti rokok bisa sangat membantu. Teknologi ini memberi tantangan harian, penghargaan kecil, dan dukungan emosional yang diperlukan untuk tetap termotivasi. Ini bisa menjadi alat yang ampuh, terutama bagi generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi," lanjutnya. Aplikasi ini menurutnya menjadi inovasi penting dalam menghadapi ketergantungan rokok di zaman modern.

Wawancara ini menunjukkan betapa rumitnya hubungan antara pengetahuan dan praktik. Meskipun Yudi memiliki pandangan kritis terhadap merokok dan berhubungan dengan banyak kasus serupa, ia mengakui bahwa tantangan terbesar bagi perokok adalah mengatasi ketergantungan emosional yang telah terbentuk selama bertahun-tahun. "Menghentikan kebiasaan merokok bukan hanya soal fisik, tetapi soal mental. Ini tentang menemukan cara lain untuk merasa tenang di tengah tekanan hidup," tutup Yudi, menggemakan kalimat Altif yang menyebut bahwa solusi jangka panjang untuk merokok harus melibatkan perubahan dalam cara seseorang menangani stres dan kecemasan mereka.

0 komentar:

Posting Komentar