Kamis, 10 Oktober 2024

Psi. Inovasi : Wawancara Disonansi Kognitif ( Widya Mela Nova / 22310410125 )

 KONTRADIKSI PENGETAHUAN DAN KEBIASAAN MEROKOK: TANTANGAN INOVASI PSIKOLOGIS

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI 2 – WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF 

DOSEN PENGAMPU: Dt., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA




Widya Mela Nova

22310410125


FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVRSITAS PROKLAMASI 45

OKTOBER/2024


F (27), seorang staf di salah satu perusahaan di Gresik, adalah salah satu dari banyak orang yang menyadari bahaya merokok namun tetap mempraktikkannya. Di usia muda, ia sudah mengetahui banyak tentang dampak negatif rokok bagi kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Meski begitu, kebiasaan merokok sudah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari. Ketika ditanya mengapa ia masih terus merokok meski paham risikonya, F menjawab, "Saya tahu kalau merokok itu berbahaya, tapi kadang rokok membantu menghilangkan stres setelah bekerja."

Pernyataan ini menunjukkan adanya ketegangan antara pengetahuan yang dimiliki dan tindakan nyata yang dilakukan. F sebenarnya memiliki kesadaran penuh mengenai bahaya rokok, namun tetap memilih untuk merokok. Ini adalah bentuk mekanisme pertahanan diri yang dalam psikologi disebut sebagai rationalization atau rasionalisasi. Dengan rasionalisasi, F menciptakan pembenaran untuk tetap merokok meski ia tahu bahwa tindakannya merugikan kesehatan. Ia menggunakan argumen bahwa merokok adalah cara yang efektif untuk mengurangi tekanan dan stres, meskipun ada cara lain yang lebih sehat untuk mencapai tujuan tersebut.

Lingkungan tempat tinggal F di Gresik juga memberikan pengaruh besar terhadap kebiasaannya. Kota yang dikenal dengan budaya kebersamaan dan santainya ini memiliki banyak tempat yang mendukung kebiasaan merokok, seperti warung kopi dan ruang publik lainnya. "Teman-teman di kantor hampir semua merokok, jadi susah rasanya untuk benar-benar berhenti," kata F. Lingkungan sosial yang merokok memperkuat kebiasaan ini, membuatnya semakin sulit untuk lepas dari ketergantungan tersebut. Di tempat kerja, aktivitas merokok seringkali menjadi sarana interaksi sosial, dan hal ini turut mempersulit usaha F untuk berhenti.

Dalam konteks ini, psikologi inovasi dapat menjadi jawaban atas tantangan yang dihadapi oleh F dan banyak perokok lainnya. Psikologi inovasi tidak hanya berbicara tentang teknologi atau produk baru, tetapi juga mengenai bagaimana seseorang dapat menciptakan perubahan dalam diri sendiri untuk mengubah perilaku. F sebenarnya berada di posisi yang tepat untuk melakukan inovasi dalam dirinya sendiri. Ia sudah memiliki pengetahuan tentang bahaya rokok, namun yang dibutuhkan adalah dorongan untuk mengubah kebiasaannya.

Proses inovasi ini tentunya tidak mudah. F memerlukan motivasi yang kuat dan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Salah satu cara yang bisa diambil adalah mengurangi interaksi sosial di lingkungan yang mendorong kebiasaan merokok, serta mencari aktivitas alternatif yang dapat membantu mengurangi stres tanpa perlu merokok. Dukungan dari teman-teman dan keluarga juga sangat penting dalam proses ini. Jika F mampu menerapkan perubahan ini, ia akan berinovasi secara psikologis dan sosial, menciptakan kebiasaan baru yang lebih sehat dan bermanfaat bagi dirinya.

F menyadari bahwa merokok adalah kebiasaan buruk, namun seperti banyak orang lainnya, ia membutuhkan inovasi dalam pola pikir dan tindakan agar dapat benar-benar menghentikan kebiasaan tersebut. Dengan komitmen yang kuat dan dukungan dari lingkungan, perubahan itu bukanlah sesuatu yang mustahil.



Sumber Referensi:

Helmy, I., & Pratama, M. P. (2018). Pengaruh proactive personality dan pemberdayaan psikologis terhadap perilaku inovatif melalui creative self efficacy. Probisnis, 11(2), 14-21.

Pamungkas, I. (2014). Pengaruh religiusitas dan rasionalisasi dalam mencegah dan mendeteksi kecenderungan kecurangan akuntansi. Jurnal Ekonomi dan bisnis, 15(2), 48-59.

Suatan, A. T., & Irwansyah, I. (2021). Studi review sistematis: Aplikasi teori disonansi kognitif dan upaya reduksinya pada perokok remaja. Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi, 5(1), 72-82.


0 komentar:

Posting Komentar