Kamis, 10 Oktober 2024

E2-WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF: “WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF PADA PEROKOK”

 “WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF PADA PEROKOK”

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF

DOSEN PENGAMPU: Dt., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.

AHMAD SETIAWAN

22310410094

Psikologi SJ


FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

OKTOBER 2024


Disonansi kognitif merupakan fenomena psikologis yang sering dialami individu ketika terdapat ketidaksesuaian antara keyakinan dan perilaku mereka. Fenomena ini sangat relevan ketika membahas kebiasaan merokok, di mana banyak perokok mengetahui bahaya kesehatan dari rokok, tetapi tetap melanjutkan kebiasaan tersebut. Untuk memahami lebih dalam tentang disonansi kognitif dalam konteks ini, saya melakukan wawancara dengan seorang ahli psikologi. Disela-sela kegiatan menyempatkan berbincang dengan N seorang mahasiswa semester akhir yang sedang di tempat tongkrongan makan. Di tempat yang cukup ramai yang rata-rata kalangan anak muda karena tempatnya yang estetik dan luas.

Disitu saya berbicara menanyakan tentang Disonansi Kognitif dalam konteks merokok. si N ini berpendapat yaitu "Disonansi kognitif sering muncul pada perokok yang sadar akan risiko kesehatan yang dihadapi. Mereka mungkin percaya bahwa merokok itu berbahaya, tetapi tetap melanjutkan kebiasaan itu karena berbagai alasan, seperti kebiasaan sosial atau stres. Ketidakcocokan ini menciptakan ketegangan yang harus mereka atasi.” ungkapnya. Ketika ditanya mekanisme yang digunakan perokok dalam mengatasi disonansi ini. “Banyak perokok menggunakan mekanisme pertahanan, seperti rasionalisasi. Mereka mungkin berkata, "Saya merokok untuk mengatasi stres," atau "Saya hanya merokok sesekali, jadi tidak akan berbahaya." ungkapnya. Selama wawancara dengan N menceritakan inovasi yang mereka pahami tentang perokok. "Inovasi sangat penting dalam membantu perokok. Misalnya, program-program yang menggunakan teknologi untuk memberikan dukungan emosional dan edukasi tentang bahaya merokok dapat memfasilitasi perubahan perilaku. Dengan menyajikan informasi yang menarik dan dukungan kelompok, kita bisa mengurangi ketidaknyamanan dan meningkatkan motivasi untuk berhenti.” ujarnya.

Kepentingan inovasi ini dalam pendekatan kesehatan terlihat dari upaya dari kalangan instansi tertentu untuk mengajak elemen masyarakat mengubah persepsi terhadap merokok. Salah satunya memberikan perhatian terhadap masyarakat misal dengan memanfaatkan media sosial maupun media massa. Diakhir obrolan singkat ini N berpendapat untuk berkontribusi mengurangi disonansi kognitif terhadap perokok lainnya. “Masyarakat bisa berperan dengan meningkatkan kesadaran akan bahaya merokok melalui kampanye edukasi yang lebih luas. Selain itu, menyediakan tempat-tempat yang mendukung individu untuk berhenti merokok, seperti kelompok dukungan atau program rehabilitasi, dapat membantu mengurangi disonansi kognitif. Mengedukasi masyarakat tentang teknik-teknik mengatasi stres yang lebih sehat juga dapat memberikan alternatif bagi mereka yang merokok sebagai mekanisme untuk mengatasi masalah emosional.” ujarnya.

Melalui wawancara ini, jelas bahwa disonansi kognitif memainkan peran penting dalam perilaku merokok. Bahwa pemahaman tentang disonansi kognitif dan mekanisme pertahanan yang digunakan oleh perokok dapat menjadi kunci untuk mengembangkan strategi inovatif dalam psikologi. Inovasi dalam pendekatan terapi dan edukasi bisa menjadi langkah efektif untuk membantu perokok mengatasi ketegangan antara pengetahuan dan perilaku mereka. Dengan dukungan yang tepat, diharapkan individu dapat mengubah kebiasaan merokok dan mencapai kesejahteraan mental yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar