PSIKOLOGI INOVASI
ESAI 2 WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA
Yusuf Khoirul Anas
22310410003
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
OKTOBER 2024
Pada tanggal 11 Oktober 2024, sebuah wawancara mendalam dilakukan dengan Bapak B, seorang pemilik kos-kosan di kawasan Caturtunggal, Sleman. Melalui pendekatan kualitatif, wawancara ini bertujuan untuk memahami lebih mendalam mengenai kebiasaan merokok Bapak B, khususnya dari perspektif psikologis. Wawancara diawali dengan perkenalan diri dan penjelasan mengenai tujuan penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan, diskusi kemudian difokuskan pada pengalaman merokok Bapak B. Terungkap bahwa Bapak B telah merokok sejak usia 17 tahun dan kebiasaan ini telah berlangsung selama kurang lebih 38 tahun. Ketika ditanya mengenai kesadaran akan bahaya merokok, Bapak B menyatakan bahwa ia memahami risiko kesehatan yang terkait dengan kebiasaan tersebut. Namun, beliau juga mengungkapkan adanya keyakinan bahwa "nikmatnya dunia hanya sementara, nikmatnya ibadah sampai ke surga". Keyakinan ini memberikan justifikasi moral bagi kebiasaan merokoknya.
Analisis lebih lanjut menunjukkan adanya disonansi kognitif pada diri Bapak B. Disonansi ini muncul akibat pertentangan antara pengetahuan tentang bahaya merokok, yang didasarkan pada informasi ilmiah, dengan perilaku merokok yang memberikan kepuasan pribadi. Ketidaksesuaian antara keyakinan kognitif (bahaya merokok) dan perilaku (merokok) ini menciptakan ketidaknyamanan psikologis yang mendorong Bapak B untuk menggunakan berbagai mekanisme pertahanan diri. Salah satunya adalah rasionalisasi, di mana beliau mencari alasan-alasan untuk membenarkan perilakunya, seperti "sekali-sekali tidak apa-apa" atau "nanti kalau sudah tua baru berhenti". Selain itu, mekanisme proyeksi juga teramati, dimana Bapak B cenderung menyalahkan faktor eksternal seperti stres pekerjaan sebagai penyebab kebiasaan merokoknya.
Kalimat "nikmatnya
dunia hanya sementara" yang sering diungkapkan oleh Bapak B berfungsi
sebagai sebuah mekanisme pertahanan psikologis yang kuat. Dengan menciptakan
narasi yang membenarkan tindakannya, Bapak B dapat melindungi dirinya dari perasaan
bersalah dan kecemasan yang timbul akibat kebiasaan merokok.
Kesimpulan
Hasil wawancara dengan Bapak
B menunjukkan bahwa kebiasaan merokok merupakan fenomena yang kompleks,
melibatkan tidak hanya aspek fisik, tetapi juga aspek psikologis yang mendalam.
Disonansi kognitif, atau ketidaksesuaian antara keyakinan dan perilaku,
memainkan peran sentral dalam mempertahankan kebiasaan merokok. Individu yang
merokok seringkali mengalami konflik batin antara pengetahuan tentang bahaya
merokok dan keinginan untuk terus merokok. Untuk mengurangi ketidaknyamanan
psikologis ini, mereka menggunakan berbagai mekanisme pertahanan diri. Untuk
mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif, yang tidak
hanya berfokus pada aspek fisik, tetapi juga pada aspek psikologis, seperti
membantu individu mengatasi disonansi kognitif dan mengubah pola pikir yang
mendukung kebiasaan merokok. Selain rasionalisasi dan proyeksi, mekanisme
penyangkalan juga sering digunakan oleh perokok untuk mempertahankan kebiasaan
mereka. Mereka mungkin meremehkan risiko kesehatan atau menyalahkan faktor
genetik.
0 komentar:
Posting Komentar