Kamis, 10 Oktober 2024

ESAI 2-WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF: "Kenyamanan di Ujung Jari: Menghadapi Realitas Bagaimana Kebiasaan Membeli Makanan Sehari-hari Berkontribusi pada Krisis Sampah Plastik"

 "Kenyamanan di Ujung Jari: Menghadapi Realitas Bagaimana Kebiasaan Membeli Makanan Sehari-hari Berkontribusi pada Krisis Sampah Plastik"

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF

DOSEN PENGAMPU: Dt., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.


Sari Rizka Yani

22310410001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

OKTOBER/2024


Di era modern ini, kebiasaan membeli makanan setiap hari menjadi semakin umum. kenyamanan sering kali menjadi prioritas utama dalam kehidupan sehari-hari. Membeli makanan siap saji atau makanan yang dibungkus plastik menjadi pilihan yang praktis dan cepat, terutama bagi mereka yang memiliki mobilitas tinggi. Namun, di sisi lain, kebiasaan kebiasaan membeli makanan setiap hari yang menggunakan kemasan plastik juga berkontribusi pada masalah besar: krisis sampah plastik. Krisis sampah plastik telah menjadi isu global yang mendesak. Menurut data dari Badan Lingkungan Hidup Dunia (UNEP), diperkirakan bahwa sekitar 300 juta ton plastik diproduksi setiap tahun, dan sebagian besar dari produk tersebut berakhir sebagai limbah. Limbah plastik ini membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, dan selama proses tersebut, ia mencemari tanah, air, serta mengancam kehidupan hewan dan tumbuhan. Masyarakat, yang seharusnya menyadari dampak negatif ini, sering kali terjebak dalam disonansi kognitif; mereka menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh sampah plastik, tetapi tetap melanjutkan perilaku membeli makanan dalam kemasan plastik karena alasan kenyamanan.

   Meskipun banyak yang tahu bahwa sampah plastik berbahaya bagi lingkungan, banyak dari kita tetap memilih kemasan plastik untuk makanan sehari-hari. Dalam wawancara, responden juga menambahkan, "Plastik ini bisa didaur ulang," dan "Penggunaan plastik ini kecil dan tidak akan berdampak banyak." Pernyataan ini menunjukkan adanya disonansi kognitif konflik antara pengetahuan dan perilaku. Meskipun menyadari dampak negatif dari sampah plastik, mereka tetap melanjutkan kebiasaan membeli makanan berkemasan plastik karena merasa bahwa dampaknya tidak signifikan, atau karena adanya harapan bahwa plastik akan didaur ulang.

   Namun, kenyataannya jauh lebih kompleks. Data menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari plastik yang benar-benar didaur ulang, dan sebagian besar berakhir sebagai sampah di tempat pembuangan atau bahkan mencemari lingkungan. Dengan mengandalkan asumsi bahwa plastik yang digunakan "kecil" dan "mudah didaur ulang," individu sering kali mengabaikan akumulasi sampah plastik yang dihasilkan dari pilihan sehari-hari mereka. Hal ini mencerminkan bagaimana individu sering kali mencari justifikasi untuk tindakan mereka meskipun ada kesadaran akan dampak negatifnya.

   Kenyamanan yang ditawarkan oleh makanan siap saji bukan hanya masalah waktu, tetapi juga berhubungan dengan pola pikir yang memprioritaskan kemudahan di atas tanggung jawab lingkungan. Mengubah pola pikir ini sangat penting untuk mengatasi krisis sampah plastik. Meskipun memasak sendiri mungkin memakan waktu, dampak positif yang dihasilkan dari mengurangi penggunaan plastik sekali pakai jauh lebih besar.

   Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa tindakan kita, meskipun tampak sepele, dapat memiliki dampak besar. Mencari alternatif seperti membawa wadah sendiri, memilih makanan yang dikemas dengan bahan ramah lingkungan, atau bahkan memasak di rumah meskipun hanya sesekali, dapat membantu mengurangi penggunaan plastik.

  Mengatasi disonansi kognitif ini adalah langkah penting untuk menciptakan perubahan. Banyak orang lain yang menghadapi dilema serupa, perlu menyadari bahwa tindakan sehari-hari, meskipun tampak kecil, memiliki dampak besar. Mengganti kebiasaan membeli makanan berkemasan plastik dengan opsi yang lebih ramah lingkungan, seperti membawa wadah sendiri atau memilih makanan dengan kemasan yang dapat didaur ulang, bisa menjadi solusi praktis untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

   Pada akhirnya, kenyamanan di ujung jari harus diimbangi dengan kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Kita harus mulai berpikir kritis tentang pilihan yang kita buat setiap hari. Dengan meningkatkan kesadaran dan mengubah pola pikir, kita dapat menciptakan perubahan yang lebih baik untuk masa depan yang berkelanjutan. Mari kita berkomitmen untuk tidak hanya memikirkan kemudahan, tetapi juga dampak dari setiap pilihan yang kita buat, demi masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.

 

0 komentar:

Posting Komentar