"Kenyamanan di Ujung Jari: Menghadapi Realitas Bagaimana Kebiasaan Membeli Makanan Sehari-hari Berkontribusi pada Krisis Sampah Plastik"
PSIKOLOGI INOVASI
ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF
DOSEN PENGAMPU: Dt., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.
Sari Rizka Yani
22310410001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
OKTOBER/2024
Di era modern ini, kebiasaan
membeli makanan setiap hari menjadi semakin umum. kenyamanan sering kali
menjadi prioritas utama dalam kehidupan sehari-hari. Membeli makanan siap saji
atau makanan yang dibungkus plastik menjadi pilihan yang praktis dan cepat,
terutama bagi mereka yang memiliki mobilitas tinggi. Namun, di sisi lain,
kebiasaan kebiasaan membeli makanan setiap
hari yang menggunakan kemasan plastik juga berkontribusi pada masalah besar:
krisis sampah plastik. Krisis sampah plastik telah menjadi isu global yang
mendesak. Menurut data dari Badan Lingkungan Hidup Dunia (UNEP), diperkirakan
bahwa sekitar 300 juta ton plastik diproduksi setiap tahun, dan sebagian besar
dari produk tersebut berakhir sebagai limbah. Limbah plastik ini membutuhkan
waktu ratusan tahun untuk terurai, dan selama proses tersebut, ia mencemari
tanah, air, serta mengancam kehidupan hewan dan tumbuhan. Masyarakat, yang
seharusnya menyadari dampak negatif ini, sering kali terjebak dalam disonansi
kognitif; mereka menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh sampah plastik, tetapi
tetap melanjutkan perilaku membeli makanan dalam kemasan plastik karena alasan
kenyamanan.
Meskipun banyak yang tahu bahwa sampah plastik berbahaya bagi lingkungan,
banyak dari kita tetap memilih kemasan plastik untuk makanan sehari-hari. Dalam
wawancara, responden juga menambahkan, "Plastik ini bisa didaur
ulang," dan "Penggunaan plastik ini kecil dan tidak akan berdampak
banyak." Pernyataan ini menunjukkan adanya disonansi kognitif konflik
antara pengetahuan dan perilaku. Meskipun menyadari dampak negatif dari sampah
plastik, mereka tetap melanjutkan kebiasaan membeli makanan berkemasan plastik
karena merasa bahwa dampaknya tidak signifikan, atau karena adanya harapan
bahwa plastik akan didaur ulang.
Namun, kenyataannya jauh lebih kompleks. Data menunjukkan bahwa hanya
sebagian kecil dari plastik yang benar-benar didaur ulang, dan sebagian besar
berakhir sebagai sampah di tempat pembuangan atau bahkan mencemari lingkungan.
Dengan mengandalkan asumsi bahwa plastik yang digunakan "kecil" dan
"mudah didaur ulang," individu sering kali mengabaikan akumulasi
sampah plastik yang dihasilkan dari pilihan sehari-hari mereka. Hal ini
mencerminkan bagaimana individu sering kali mencari justifikasi untuk tindakan
mereka meskipun ada kesadaran akan dampak negatifnya.
Kenyamanan yang ditawarkan oleh makanan siap saji bukan hanya masalah
waktu, tetapi juga berhubungan dengan pola pikir yang memprioritaskan kemudahan
di atas tanggung jawab lingkungan. Mengubah pola pikir ini sangat penting untuk
mengatasi krisis sampah plastik. Meskipun memasak sendiri mungkin memakan
waktu, dampak positif yang dihasilkan dari mengurangi penggunaan plastik sekali
pakai jauh lebih besar.
Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa tindakan kita, meskipun
tampak sepele, dapat memiliki dampak besar. Mencari alternatif seperti membawa
wadah sendiri, memilih makanan yang dikemas dengan bahan ramah lingkungan, atau
bahkan memasak di rumah meskipun hanya sesekali, dapat membantu mengurangi
penggunaan plastik.
Mengatasi disonansi kognitif ini adalah langkah penting untuk menciptakan
perubahan. Banyak orang lain yang menghadapi dilema serupa, perlu menyadari
bahwa tindakan sehari-hari, meskipun tampak kecil, memiliki dampak besar.
Mengganti kebiasaan membeli makanan berkemasan plastik dengan opsi yang lebih
ramah lingkungan, seperti membawa wadah sendiri atau memilih makanan dengan
kemasan yang dapat didaur ulang, bisa menjadi solusi praktis untuk mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan.
Pada akhirnya, kenyamanan di ujung jari harus diimbangi dengan kesadaran
dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Kita harus mulai berpikir kritis
tentang pilihan yang kita buat setiap hari. Dengan meningkatkan kesadaran dan
mengubah pola pikir, kita dapat menciptakan perubahan yang lebih baik untuk
masa depan yang berkelanjutan. Mari kita berkomitmen untuk tidak hanya
memikirkan kemudahan, tetapi juga dampak dari setiap pilihan yang kita buat,
demi masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
0 komentar:
Posting Komentar