Hubungan Antara Persepsi
Individu
Dengan Perilaku Pengelolaan Sampah
di Yogyakarta
Psikologi
Lingkungan
Esai
- UTS
Puji Astutik
21310410164
Dosen
Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta MA
(sumber
gambar : Tirto.ID)
Permasalahan pengelolaan
sampah di Yogyakarta kian serius. Pada 2024 nanti TPA Piyungan secara resmi
akan ditutup. Kabar buruk ini entah akan ditanggapi serius oleh masyarakat
Jogja dengan perubahan perilaku terkait pengelolaan sampah atau hanya dianggap
peristiwa biasa semata. Yang jelas permasalahan lingkungan terkait pengelolaan
sampah ini akan berdampak besar pada citra jogja sebagai kota pariwisata. Kota
wisata yang asri, nyaman, dan indah pelan-pelan
akan berubah menjadi kota dengan berbagai permasalahan sampah. Kondisi
kota yang berubah tentu saja juga akan berdampak
pada keengganan turis lokal ataupun mancanegara untuk berkunjung ke Jogja, yang
artinya pendapatan dari sektor pariwisata akan menurun drastis. Belum lagi
permasalahan lain pada sektor-sektor lainnya, seperti sektor kesehatan.
Kaitannya dengan sampah, persepsi
individu punya peranan penting. Persepsi adalah kemampuan otak dalam
menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia (Sugihartono et
al, 2007). Persepsi ini berkaitan erat dengan tindakan dan partisipasi
masyarakat dalam perilaku menjaga
kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya. Pelestarian lingkungan hidup
merupakan suatu upaya yang tidak akan mungkin berhasil jika tidak melibatkan
peran dan partisipasi masyarakat banyak. Semua lapisan masyarakat harus
berperan. Persepsi yang telah terbentuk pada individu akan menentukan bagaimana
individu tersebut bertindak (Muchtar, 1998). Meskipun ada juga penelitian yang
menunjukkan bahwa persepsi ini tidak berkorelasi pada perilaku namun tetap saja
persepsi ini penting dalam membentuk perilaku
individu dalam pengelolaan sampah.
Di Yogyakarta sendiri, masih
banyak masyarakat yang berperilaku kurang peduli terhadap kondisi lingkungan
seperti perilaku membuang sampah
sembarangan, bahkan pada fasilitas umum ataupun sungai. Hal ini berhubungan
erat dengan persepsi masyarakat yang sudah mereka adaptasi sedari lama yang
akhirnya membentuk perilaku salah dalam mengelola sampah. Beberapa persepsi
yang salah terkait sampah diantaranya adalah persepsi bahwa memilah sampah itu merepotkan dan tidak ada manfaat ekonominya. Kegiatan
sosialisasi dan pelatihan bisa diterapkan untuk mengubah persepsi masyarakat
ini. Di sisi lain mulai banyak juga masyarakat yang semakin menyadari bahwa perilakunya berdampak pada kelestarian
lingkungan sehingga punya perilaku pengelolaan sampah yang baik. Mereka adalah
bagian dari masyarakat yang pro lingkungan. Perbedaan persepsi ini terjadi
karena ada lima faktor yang berpengaruh terhadap pembentukannya yaitu budaya,
status sosial ekonomi, usia, agama, dan interaksi antara peran gender,
desa/kota, dan suku (Sarwono, 1995). Persepsi ini bisa berubah tergantung dari
pengalaman yang individu lalui.
Disamping persepsi, berbagai
permasalahan sampah yang terjadi sejatinya juga akan membuat masyarakat belajar
untuk beradaptasi. Menurut Bell yang dikutip oleh Altman (1980) menyatakan
bahwa penyesuaian antara individu dengan lingkungannya dikenal dengan istilah
adaptasi. Individu mengubah perilaku agar sesuai dengan kondisi lingkungannya,
sedangkan penyesuaian keadaan lingkungan pada diri individu dikenal dengan
istilah adjustment.
Salah satu bentuk
adaptasi dari permasalahan sampah adalah lewat program perilaku 3R (reduce,
reuse, recycle). Dinas Pekerjaan Umum (2007) menguraikan prinsip 3R ini adalah
(1) Reduce atau reduksi sampah,
merupakan upaya untuk mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan
bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan. Contohnya menggunakan
produk yang bisa diisi ulang dan menghindari penggunaan barang sekali pakai. (2)
Reuse, berarti menggunakan kembali bahan atau material agar tidak
menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan). Contohnya : Menggunakan wadah
kosong untuk fungsi lainnya semisal menggunakan wadah cat untuk pot. (3) Recycle,
yang artinya mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak berguna menjadi bahan
lain atau barang yang baru setelah melaui proses pengolahan. Contohnya mengolah
sampah organik menjadi kompos.
Persepsi terhadap lingkungan hidup penting, sebagai salah satu dasar bagi munculnya perilaku yang lebih pro terhadap pelestarian lingkungan hidup (Shinta, 2013). Mari menjadi bagian dari
masyarakat yang pro lingkungan melalui gerakan 3R (reduce, reuse, dan recycle).
Daftar Pustaka :
Altman, I., Rapoport, A., Joachim, F. 1980.
Human Behavior and Environment, Advances in Theory and Research, 4. Environment
an Culture. New York: Plenum Press.
Dinas Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman Umum 3R
Berbasis Masyarakat di Kawasan Pemukiman. Jakarta (ID): Dinas PU.
Muchtar T. 1998. Hubungan karakteristik elit
formal dan elit informal desa dengan persepsi dan tingkat partisipasi mereka
dalam program P3DT di Kabupaten Sukabumi (tesis). Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan.
Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.
Shinta, A. (2013). Environmental perception
(Persepsi terhadap lingkungan). Kup45iana. Published online on April 9, 2013 at
http://lintaskampusup45.blogspot.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
Sugihartono, Fathiyah KN, Harahap F, Setiawati
FA, Nurhayati SR. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta (ID): UNY Press








0 komentar:
Posting Komentar