ESSAY UTS
PSIKOLOGI LINGKUNGAN
“PERSEPSI DAN
PENYESUAIAN DIRI TERHADAP 
PROBLEMATIKA SAMPAH
DI YOGYAKARTA”
DIANA WIDIASTUTI
NIM 22310410034
Dosen Pengampu : Dr.,
Dra. ARUNDATI SHINTA MA
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Persepsi adalah suatu proses kognitif yang dialami oleh
setiap individu dalam pemilihan, pengorganisasian, penginterprestasian dan
penafsiran masukan-masukan informasi dan sensasi yang diterima melalui
penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan, perasaan dan penghayatan
sehingga menghasilkan suatu gambaran yang bermakna tentang dunia. Persepsi merupakan kesan
yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian dianalisa
(diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut
memperoleh makna. Persepsi sesungguhnya memerlukan proses belajar dan
pengalaman. Persepsi dipelajari melalui interaksi dengan lingkungan sekitar.
Persepsi seseorang timbul sejak kecil melalui interaksi dengan manusia lain
(Riadi, 2020).Hampir semua orang mempunyai persepsi untuk merusak
lingkungan hidup demi mencukupi kebutuhan ekonomi. Hanya segelintir orang saja
yang mempunyai persepsi untuk merawat lingkungan hidupnya. Perbedaan persepsi
tentang kegawatan kondisi lingkungan hidup inilah yang sering menjadi persoalan
dalam masyarakat. Psikologi lingkungan dituntut untuk membantu menumbuhkan
persepsi pro lingkungan hidup di masyarakat
(Shinta, 2013).
Persepsi terhadap lingkungan hidup adalah cara-cara individu
memahami dan menerima stimulus lingkungan yang dihadapinya. Proses pemahaman
tersebut menjadi lebih mudah karena individu mengaitkan objek yang diamatinya
dengan pengalaman tertentu. dengan fungsi objek dan dengan menciptakan
makna-makna yang terkandung dalam objek itu. Penciptaan makna-makna itu
terkadang meluas, sesuai dengan kebutuhan individu (Fisher, Bell, & Baum
dalam Shinta, 2013). 
Persepsi orang terhadap
sampah bisa beragam. Ada persepsi bahwa sampah itu kotor, bau, merusak
pemandangan, menimbulkan penyakit, mengundang serangga menjijikkan. Namun
adakah yang mempersepsikan bahwa sampah itu bisa dimanfaatkan kembali dan bisa
menghasilkan uang.
Beberapa bulan terakhir ini Yogyakarta
dilanda dengan permasalahan sampah. Dimana tempat pembuangan akhir (TPA)
Piyungan akan ditutup secara resmi pada tahun 2024 dikarenakan kapasitasnya
sudah melebihi batas. Tentu saja hal ini membuat panik masyarakatnya. Lalu mau
dibuang kemana lagi sampah kita ? Walhasil marak pembuangan sampah di
pinggir-pinggir jalan oleh warga yang tidak bertanggung jawab dan ‘mau enaknya
saja’. Problem lainnya adalah pembakaran sampah yang dapat menimbulkan berbagai
macam gangguan pernafasan. Jika hal ini terjadi terus-menerus tentu saja akan
merembet pada sektor lainnya. Seperti sektor wisata yang selama ini menjadi
andalan Yogyakarta. Wisatawan mana yang mau bertandang ke tempat yang kotor dan
bau?. Contoh dampak lainnya pada sektor kesehatan, akan semakin banyak terutama
anak-anak yang akan terkena infenksi saluran pernafasan atas (ISPA). 
Permasalahan sampah bukanlah karena TPA
Piyungan overloaded, tetapi lebih kepada permasalahan perilaku masyarakat
Yogyakarta. Seandainya saja 3R Behaviors (Reuse, Reduce, Recycle) bukan
hanya sekedar tagline, namun benar-benar dilakukan oleh semua warga, tentu
permasalahan tumpukan sampah ini tidak akan terjadi. Ditutupnya TPA Piyungan
perlu dihadapi dengan kepala dingin dan sebagai warga Yogyakarta, kita harus
melakukan penyesuaian diri.
Bentuk penyesuaian diri bisa diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu (a) yang adaptive dan (b) yang adjustive (Gunarsa dalam Sobur, 2003). Bentuk penyesuaian adaptive sering dikenal dengan adaptasi. Bentuk penyesuaian ini lebih bersifat badani. Artinya, perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Jika terjadi penumpukan sampah dimana-mana yang tentu saja lingkungan menjadi kotor dan bau, penyesuaian adaptive-nya adalah membiasakan diri dalam lingkungan yang kotor dan bau tersebut. Indera penciuman menjadi ’kebal’ terhadap bau sampah atau indera penglihatan menjadi ‘terbiasa’ melihat sampah menumpuk dimana-mana. Bentuk penyesuaian diri yang adjustive berkaitan dengan psikis kita. Karena berkaitan dengan kehidupan psikis, penyesuaian ini berhubungan langsung dengan tingkah laku terhadap lingkungannya. Misalnya dengan melakukan 3R Behaviors terhadap sampah. Kita bisa menggunakan kembali barang-barang bekas pakai atau sampah yang ada (reuse). Tunjukkan kepedulian kita dengan mengurangi sampah (reduce). Ada kalimat menarik yang saya dapatkan dari dosen Psikologi Lingkungan saya, yaitu Ibu Arundati Shinta “semakin banyak yang kamu konsumsi, semakin banyak sampah yang kamu hasilkan”. Sehingga dengan hidup hemat, sesuai kebutuhan saja, kita bisa turut andil dalam mengurangi sampah yang kita hasilkan. R lainnya adalah mengolah kembali sampah menjadi barang yang berguna, misalnya kulit buah jeruk diolah menjadi sabun, sampah dapur diolah menjadi pupuk, sampah kertas diolah menjadi paper bag, dan sampah kardus diolah menjadi hampers box.
![]()  | 
| Gambar Paper bag Foto : koleksi pribadi  | 
Jika ditanya mulai kapan ? Lakukan
sekarang juga, mulailah dari diri sendiri, lalu tularkan perilaku ini kepada
orang lain. Sudah sejauh mana kamu melakukan 3R Behaviors ?
Daftar Pustaka
Riadi,
Muchlisin (2020). Persepsi (Pengertian, Proses, Jenis dan Faktor yang
Mempengaruhinya). Diakses pada 1 November 2023 dari
https://www.kajianpustaka.com/2020/05/persepsi-pengertian-proses-jenis-dan-faktor-yang-mempengaruhi.html
Shinta,
Arundati (2013). Persepsi Terhadap Lingkungan. Diakses pada 1 November
2023 dari http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/04/persepsi-terhadap-lingkungan.html
Sobur,
Alex (2003). Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung








0 komentar:
Posting Komentar