Senin, 07 Oktober 2024

E2-WAWANCARA DISONANSI KOGNITIF: Disonansi Kognitif Pada Perokok Elektrik

 

DISONANSI KOGNITIF PADA PEROKOK ELEKTRIK: MOTIVASI DI BALIK PEMILIHAN ROKOK ELEKTRIK PADA WANITA

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI 2- Wawancara Disonansi Kognitif

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundita Shinta, MA

EDWIN DWI YUNIARTO

21310410203

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

2024

Rokok elektrik, yang dikenal sebagai electronic cigarette atau ecigarette, merupakan salah satu bentuk terapi pengganti nikotin (NRT) yang menggunakan tenaga baterai untuk menghasilkan nikotin dalam bentuk uap. WHO telah mengategorikannya sebagai Electronic Nicotine Delivery System (ENDS). Secara umum, rokok elektrik terdiri dari tiga komponen utama seperti  battery (bagian yang berisi baterai), atomizer (bagian yang akan memanaskan dan menguapkan larutan nikotin) dan catridge (berisi larutan nikotin).  Pemikiran orang awam mengenai rokok elektrik atau vape adalah alat yang digunakan untuk menghirup aerosol yang dihasilkan melalui pemanasan cairan yang mengandung nikotin, bahan kimia, dan perisa. Berbeda dengan rokok tradisional yang membakar tembakau, rokok elektrik menguapkan cairan tersebut, sehingga sering dianggap sebagai pilihan yang lebih aman oleh sebagian orang. Dengan demikian, orang yang menggunakannya akan merasa kecanduan dan sulit untuk diberhentikan.

Pada wawancara ini, saya akan membahas disonansi kognitif yang dialami oleh pengguna rokok elektrik. Saya mewawancarai seorang perempuan berusia 28 tahun bernama Agustina, yang bekerja di Dealer Honda dan merupakan pengguna aktif rokok elektrik. Tina mulai merokok menggunakan vape sejak kuliah, delapan tahun lalu. Awalnya, dia merasa stres karena tugas akhirnya dan dipengaruhi oleh teman-temannya. Tina menyatakan bahwa sewaktu kuliah, dia berpikir, "Vape lebih aman dan tidak memiliki bau seperti rokok biasa. Selain itu, ada banyak pilihan rasa yang bisa dicoba, sehingga terasa lebih menarik." Hal ini membuatnya tertarik dan sudah nyaman untuk menggunakan rokok elektrik tanpa mempertimbangkan efek samping yang akan muncul sehingga menimbulkan kecanduan pada diri Tina hingga sekarang.

Tina menambahkan pendapat bahwa, “Kematian sudah ditentukan oleh takdir, bukan hanya disebabkan oleh rokok, dan pada akhirnya semua orang akan mati.” Pandangannya ini membuatnya tetap melanjutkan penggunaan rokok elektrik.

Tina merasakan bahwa penggunaan rokok elektronik membantunya mengatasi stres. Dalam lingkungan sosialnya, banyak teman yang juga menggunakan vape, yang semakin menguatkan keputusannya untuk terus menggunakannya. Namun, dia juga khawatir tentang potensi ketergantungan nikotin yang mungkin timbul. Dia menyadari adanya stigma sosial terhadap pengguna vape yang kadang membuatnya merasa canggung. Ketika berusaha mengurangi penggunaannya, dia menghadapi kesulitan, terutama saat merasa cemas atau stres, karena vape menjadi cara untuk menenangkan diri. Tina juga menyatakan, “Anak dari teman kuliah saya meninggal pada bulan Mei 2023 karena bronkitis akibat perokok pasif dari rokok elektronik yang digunakan oleh orang tuanya.” Pengalaman ini semakin menyadarkannya akan bahaya rokok elektronik, baik bagi dirinya maupun orang-orang di sekitarnya, sehingga menjadi sumber kegelisahan baginya saat ini.

Hubungan antara pengalaman, pengetahuan, dan kebiasaan Tina sebagai pengguna rokok elektrik mencerminkan disonansi kognitif, yang merupakan fenomena psikologis yang kompleks. Pengalaman Tina menunjukkan konflik antara keinginan untuk berhenti merokok dan kebutuhan untuk mengatasi stres, yang merupakan inti dari disonansi kognitif. Meskipun menyadari risiko kesehatan yang serius, ia cenderung merasionalisasi kebiasaan merokoknya, yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak perokok elektrik terus melanjutkan kebiasaan mereka, meskipun sadar akan bahaya yang mengancam.

Dengan demikian, disonansi kognitif tidak hanya memengaruhi keputusan individu untuk merokok, tetapi juga menyoroti kompleksitas psikologis yang berkaitan dengan pengalaman, pengetahuan, dan perilaku dalam konteks kesehatan. Oleh karena itu, pendekatan psikologis diperlukan untuk membantu perokok elektrik aktif seperti Tina dalam menghadapi konflik yang ada, sehingga ia dapat mengambil langkah yang tepat untuk lebih mengutamakan kesehatan dan gaya hidup sehat. Saya berharap Tina dapat meninggalkan kebiasaan merokok  dan terus belajar untuk mengelola kecanduannya. Selain itu, saya juga berharap masyarakat dapat lebih memahami risiko yang berkaitan dengan penggunaan vape dan membuat keputusan yang bijak.

 

Referensi

Choi. (2012). Characteristics associated with awareness, perceptions, and use of electronic nicotine delivery systems among young US midwestern adults. American Journal of Public Health.

Dawkins. (2013). Vaping profiles and preferences: an online survey of electronic cigarette users. Addiction, 1115-1125.

Indra1, M. F., N2, Y. H., & Sri Utami3. (2015). Gambaran Psikologis Perokok Tembakau yang Beralih Menggunakan Rokok Elektronik (Vaporizer). JOM Vol 2 No 2, Oktober 2015, 2(34), 129–152.

Kusumastuti, N. A., & Haeriyah, S. (2021). Penyuluhan Kesehatan Mengenai Bahaya Rokok Elektronik dengan Metode Ceramah di Desa Uwung Girang, Kecamatan Cibodas, Tangerang. Jurnal Pengabdian Masyarakat Progresif SELAPARANG, 4(3), 618.

Purwanti, I. S., Devhy, N. L. P., Prihatiningsih, D., Bintari, N. W. D., & Widana, A. G.O. (2021). Pencegahan Perilaku Merokok pada Remaja Melalui Penyuluhan tentang Bahaya Rokok Elektrik dan Rokok Konvensional. Jurnal Pengabdian Masyarakat UNDIKMA, 2(2), 259.

Maulana, M. A., Studi, P., Komunikasi, D., Bandung, N., & Elektrik, R. (2024). Perancangan kampanye untuk meningkatkan kesadaran bahaya rokok elektrik pada perokok elektrik wanita. 1–18.

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar