DISONANSI KOGNITIF PADA PEROKOK ELEKTRIK: MOTIVASI DI BALIK PEMILIHAN ROKOK ELEKTRIK PADA WANITA
PSIKOLOGI INOVASI
ESAI 2-
Wawancara Disonansi Kognitif
Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundita Shinta, MA
EDWIN DWI YUNIARTO
21310410203
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2024
Rokok elektrik, yang dikenal sebagai electronic
cigarette atau ecigarette, merupakan salah satu bentuk terapi
pengganti nikotin (NRT) yang menggunakan tenaga baterai untuk menghasilkan
nikotin dalam bentuk uap. WHO telah mengategorikannya sebagai Electronic Nicotine
Delivery System (ENDS). Secara umum, rokok elektrik terdiri dari tiga
komponen utama seperti battery (bagian
yang berisi baterai), atomizer (bagian yang akan memanaskan dan
menguapkan larutan nikotin) dan catridge (berisi larutan nikotin). Pemikiran orang awam mengenai rokok elektrik atau
vape adalah alat yang digunakan untuk menghirup aerosol yang dihasilkan
melalui pemanasan cairan yang mengandung nikotin, bahan kimia, dan perisa.
Berbeda dengan rokok tradisional yang membakar tembakau, rokok elektrik
menguapkan cairan tersebut, sehingga sering dianggap sebagai pilihan yang lebih
aman oleh sebagian orang. Dengan demikian, orang yang menggunakannya akan
merasa kecanduan dan sulit untuk diberhentikan.
Pada wawancara ini, saya akan membahas disonansi
kognitif yang dialami oleh pengguna rokok elektrik. Saya mewawancarai seorang
perempuan berusia 28 tahun bernama Agustina, yang bekerja di Dealer Honda
dan merupakan pengguna aktif rokok elektrik. Tina mulai merokok menggunakan vape
sejak kuliah, delapan tahun lalu. Awalnya, dia merasa stres karena tugas
akhirnya dan dipengaruhi oleh teman-temannya. Tina menyatakan bahwa sewaktu
kuliah, dia berpikir, "Vape lebih aman dan tidak memiliki bau seperti
rokok biasa. Selain itu, ada banyak pilihan rasa yang bisa dicoba, sehingga
terasa lebih menarik." Hal ini membuatnya tertarik dan sudah nyaman untuk
menggunakan rokok elektrik tanpa mempertimbangkan efek samping yang akan muncul
sehingga menimbulkan kecanduan pada diri Tina hingga sekarang.
Tina menambahkan pendapat bahwa, “Kematian sudah
ditentukan oleh takdir, bukan hanya disebabkan oleh rokok, dan pada akhirnya
semua orang akan mati.” Pandangannya ini membuatnya tetap melanjutkan
penggunaan rokok elektrik.
Tina merasakan bahwa penggunaan rokok elektronik
membantunya mengatasi stres. Dalam lingkungan sosialnya, banyak teman yang juga
menggunakan vape, yang semakin menguatkan keputusannya untuk terus
menggunakannya. Namun, dia juga khawatir tentang potensi ketergantungan nikotin
yang mungkin timbul. Dia menyadari adanya stigma sosial terhadap pengguna vape
yang kadang membuatnya merasa canggung. Ketika berusaha mengurangi
penggunaannya, dia menghadapi kesulitan, terutama saat merasa cemas atau stres,
karena vape menjadi cara untuk menenangkan diri. Tina juga menyatakan, “Anak
dari teman kuliah saya meninggal pada bulan Mei 2023 karena bronkitis akibat
perokok pasif dari rokok elektronik yang digunakan oleh orang tuanya.” Pengalaman
ini semakin menyadarkannya akan bahaya rokok elektronik, baik bagi dirinya
maupun orang-orang di sekitarnya, sehingga menjadi sumber kegelisahan baginya
saat ini.
Hubungan antara pengalaman, pengetahuan, dan
kebiasaan Tina sebagai pengguna rokok elektrik mencerminkan disonansi kognitif,
yang merupakan fenomena psikologis yang kompleks. Pengalaman Tina menunjukkan
konflik antara keinginan untuk berhenti merokok dan kebutuhan untuk mengatasi
stres, yang merupakan inti dari disonansi kognitif. Meskipun menyadari risiko
kesehatan yang serius, ia cenderung merasionalisasi kebiasaan merokoknya, yang
dipengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
banyak perokok elektrik terus melanjutkan kebiasaan mereka, meskipun sadar akan
bahaya yang mengancam.
Dengan demikian, disonansi kognitif tidak hanya
memengaruhi keputusan individu untuk merokok, tetapi juga menyoroti
kompleksitas psikologis yang berkaitan dengan pengalaman, pengetahuan, dan
perilaku dalam konteks kesehatan. Oleh karena itu, pendekatan psikologis
diperlukan untuk membantu perokok elektrik aktif seperti Tina dalam menghadapi
konflik yang ada, sehingga ia dapat mengambil langkah yang tepat untuk lebih
mengutamakan kesehatan dan gaya hidup sehat. Saya berharap Tina dapat
meninggalkan kebiasaan merokok dan terus
belajar untuk mengelola kecanduannya. Selain itu, saya juga berharap masyarakat
dapat lebih memahami risiko yang berkaitan dengan penggunaan vape dan
membuat keputusan yang bijak.
Referensi
Choi.
(2012). Characteristics associated with awareness, perceptions, and use of
electronic nicotine delivery systems among young US midwestern adults. American
Journal of Public Health.
Dawkins.
(2013). Vaping profiles and preferences: an online survey of electronic
cigarette users. Addiction, 1115-1125.
Indra1, M. F., N2, Y. H.,
& Sri Utami3. (2015). Gambaran Psikologis Perokok Tembakau yang Beralih
Menggunakan Rokok Elektronik (Vaporizer). JOM Vol 2 No 2, Oktober 2015,
2(34), 129–152.
Kusumastuti,
N. A., & Haeriyah, S. (2021). Penyuluhan Kesehatan Mengenai Bahaya Rokok
Elektronik dengan Metode Ceramah di Desa Uwung Girang, Kecamatan Cibodas,
Tangerang. Jurnal Pengabdian Masyarakat Progresif SELAPARANG, 4(3), 618.
Purwanti,
I. S., Devhy, N. L. P., Prihatiningsih, D., Bintari, N. W. D., & Widana, A.
G.O. (2021). Pencegahan Perilaku Merokok pada Remaja Melalui Penyuluhan
tentang Bahaya Rokok Elektrik dan Rokok Konvensional. Jurnal Pengabdian
Masyarakat UNDIKMA, 2(2), 259.
Maulana,
M. A., Studi, P., Komunikasi, D., Bandung, N., & Elektrik, R. (2024). Perancangan
kampanye untuk meningkatkan kesadaran bahaya rokok elektrik pada perokok
elektrik wanita. 1–18.
0 komentar:
Posting Komentar