WAWANCARA
PEKERJA ANGKUT SAMPAH YANG PEROKOK BERAT
PSIKOLOGI INOVASI
ESAI 2 WAWANCARA TENTANG DISONANSI
KOGNITIF
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA
Nama : Khanifatu Zahro
Nim : 21310410053
FAKULTAS
PSIKOLOGI
PROGRAM
STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
OKTOBER
2024
Identitas
Subjek
Nama
: pak Shodik
Jabatan
: tungkat anggut sampah
Umur
: 43 tahun
Disonansi kognitif pada perokok
terjadi karena ketidakselarasan antara pengetahuan tentang bahaya merokok dan
perilaku merokok. Menurut Festinger (1957), disonansi ini bisa berasal dari
inkonsistensi logika, pendapat umum, budaya, dan pengalaman masa lalu. Untuk
mengurangi ketidaknyamanan ini, perokok sering merasionalisasi perilaku mereka
atau membandingkan rokok dengan kebiasaan yang lebih buruk, seperti narkoba.
Fenomena ini tampak jelas pada salah satu contoh percakapan dengan seorang
petugas angkut sampah berumur 43 tahun yang merupakan perokok berat.
Ketika ditanya tentang kesadaran
akan bahaya merokok, ia dengan tegas mengakui bahwa dirinya tahu betul risiko
kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok, seperti kanker, sesak napas, dan
penyakit jantung. "Iya, Mbak. Saya tahu, katanya rokok itu bisa bikin
kanker, sesak napas, penyakit jantung, segala macam lah, karena udah ada
peringatannya dibungkus rokok" katanya. Meski memiliki pengetahuan
tersebut, ia terus merokok karena merasa rokok memberikan manfaat psikologis,
seperti rasa tenang dan pengurangan stres yang dirasakannya saat bekerja.
"Rokok itu buat saya kayak teman kerja. Kalau lagi capek, stres, rokok itu
yang bikin saya tenang. Sering kali saya dengar teman-teman bilang berhenti
merokok itu penting. Tapi bagi saya, yang penting kerjaan selesai dulu, masalah
kesehatan nanti dipikirin. Lagian, nggak ada dampaknya langsung ke saya, jadi
ya, santai aja" jelasnya.
Disonansi kognitif yang dialaminya
semakin tampak ketika ia mencoba merasionalisasi kebiasaan merokoknya dengan
membandingkan dengan orang lain yang tidak merokok namun tetap menderita
penyakit. "Saya pikir, toh banyak juga orang yang nggak ngerokok tapi
sakit juga," tambahnya. Ini menunjukkan bahwa, meski menyadari bahaya
merokok, narasumber menyepelekan dampak negatifnya dengan berfokus pada
alasan-alasan yang memperkuat kebiasaannya.
Fenomena disonansi kognitif ini umum
terjadi di kalangan perokok Indonesia, yang jumlahnya terus meningkat. Di
Indonesia, fenomena merokok sangat memprihatinkan dengan konsumsi mencapai 215
miliar batang per tahun. Sekitar 60% penduduknya adalah perokok, menjadikan
Indonesia peringkat ketiga tertinggi dunia. Merokok menyebabkan berbagai
penyakit, terutama jika dimulai sejak usia muda. Indonesia menjadi salah satu negara
dengan tingkat perokok tertinggi di dunia, yang sebagian besar terdiri dari
laki-laki.
Meskipun risiko penyakit yang
disebabkan oleh rokok sangat besar, banyak perokok terus merokok dengan
alasan-alasan yang membenarkan tindakan mereka, seperti stres atau tekanan
hidup. Hal ini menunjukkan bagaimana disonansi kognitif dapat mempengaruhi
perilaku sehari-hari seseorang, termasuk dalam hal yang sangat berisiko seperti
merokok. Melalui kasus ini, terlihat bahwa meskipun kampanye kesehatan dan
informasi publik tentang bahaya merokok sudah meluas, masih ada tantangan besar
dalam mengubah perilaku yang dipengaruhi oleh faktor psikologis, emosional, dan
sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Nurmiyanto, A., & Rahmani, D. (2013). Sosialisasi bahaya
rokok guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan besarnya dampak buruk rokok
bagi kesehatan. Jurnal Inovasi dan
Kewirausahaan, 2(3), 224-232.
Prihatiningsih, D., Devhy, N. L. P., Purwanti, I. S.,
Bintari, N. W. D., & Widana, A. G. O. (2020). Penyuluhan bahaya rokok untuk
meningkatkan kesadaran remaja mengenai dampak buruk rokok bagi kesehatan di SMP
Tawwakal Denpasar. Jurnal Pengabdian
Kesehatan STIKES Cendekia Utama Kudus, 3(1), 50-58.
Handayani, S., & Nurchayati. (2024). Disonansi kognitif
pada perempuan berhijab yang merokok. Jurnal
Psikologi: Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan,
11(1), 69-86. https://doi.org/10.35891/jip.v11i1.3728
0 komentar:
Posting Komentar