"Dampak Merokok
Terhadap Kesehatan yang Sering Diabaikan”
PSIKOLOGI INOVASI
ESAI 2- WAWANCARA TENTANG
DISONANSI KOGNITIF
DOSEN PENGAMPU: Dt., Dra.
ARUNDATI SHINTA, MA.
Chornelia Minar
Tampubolon
Nim : 22310410078
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
OKTOBER 2024
seseorang yang mengalami
disonansi akan
merubah perilakunya atau mengubah /
menambah elemen kognitif baru yang
mendukung perilakunya (Fotuhi et al.,
2013). Tidak semua rasionalisasi cocok untuk mengurangi disonansi dalam
kasus merokok. Karena banyaknya pesan anti merokok tentang bahaya merokok,
keyakinan yang meminimalkan risiko, seperti bukti medis bahwa merokok
berbahaya, tidak boleh digunakan secara bebas sebagai alasan untuk melarang
seseorang merokok.
Selasa 08 Oktober 2024
di lega-legi kopi saya berkesempatan melakukan wawancara kepada R,
seorang anggota TNI-AD berusia 28 tahun yang sudah cukup lama menjadi perokok.
Kami akan membahas pandangannya tentang kebiasaan merokok dan bagaimana hal ini
berkaitan dengan pengetahuannya mengenai dampak kesehatan yang ditimbulkan.
Saya bertanya kepada R
bagaimana pertama Anda bisa merokok atau apa yang membuat Anda terpengaruh
untuk merokok?
R mengatakan karena
lingkungannya adalah orang-orang perokok dan dia penasaran dan akhirnya terus
menjadi suatu kebutuhan atau candu bagi dirinya.
Saya bertanya lagi kepada
R apakah R tahu apa dampak dari merokok
R menjawab “Saya tahu apa
dampak dari merokok karena di kotak rokok sudah ada gambar dan tertera bacaan
merokok dapat menyebabkan kanker tapi tapi kebiasaan merokok saya sangat sulit
untuk saya hentikan untuk tidak merokok karena itu adalah sebuah kebutuhan
dalam diri saya”
Saya bertanya kepada R
apakah kamu tidak takut terkena kangker?
R mengakatan “untuk
perasaan takut mungkin hanya sedikit saya berpikir bahwa dengan kegiatan saya
yang aktif dengan aktivitas yang mengeluarkan keringat menurut saya dampaknya
rokok tidak terlalu besar”.
Pernyataan R menunjukkan
disonansi kognitif, yaitu ketidaksesuaian antara pengetahuannya tentang bahaya
merokok dan tindakannya untuk merokok. Dia tahu tentang risiko seperti kanker
paru-paru, penyakit jantung, dan penurunan kualitas hidup, tetapi dia memilih
untuk mengabaikannya karena merokok telah menjadi kebiasaan.
R juga menunjukkan
mekanisme pertahanan diri, (defense mechanism) dengan jawab R “kegiatan saya
yang aktif dengan aktivitas yang mengeluarkan keringat menurut saya dampaknya
rokok tidak terlalu besar”.
Dalam menghadapi perilaku
R yang sudah menyadari bahwa resiko dari merokok adalah kanker seperti kanker
paru-paru dan lain-lain jadi memerlukan pendekatan psikologi inovasi yang dapat
memahami berbagai faktor yang mempengaruhi keputusan R untuk terus merokok.
Sudut pandang psikologis
yang relevan itu adalah pengaruh lingkungan di mana pengaruh lingkungan sangat
kuat untuk mempengaruhi seseorang untuk terus merokok karena di mana orang
sekitar lingkungan tersebut adalah seorang perokok.
Daftar Pustaka
Fotuhi, O., Fong, G. T.,
Zanna, M. P., Borland, R., Yong, H. H., & Michael Cummings, K. (2013).
Patterns of cognitive dissonance-reducing beliefs among smokers: A longitudinal
analysis from the International Tobacco Control (ITC) Four Country Survey.
Tobacco Control, 22(1), 52– 58.
Harlianti, T. (2012)Hubungan lingkungan pergaulan dengan teman sebaya tehadap perilaku merokok.Jurnal Psikologi UGM Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar