Rabu, 09 Oktober 2024

ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF_CHELSEA OKTAVIA ANJANI_22310410027

 

“PERILAKU MEROKOK AKTIF SEORANG MAHASISWA DAN KAITANNYA DENGAN DISONANSI KOGNITIF”

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF

DOSEN PENGAMPU: Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.



CHELSEA OKTAVIA ANJANI

22310410027 (KARYAWAN SP)

 

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

OKTOBER 2024

 

Merokok adalah aktivitas yang melibatkan penghisapan asap dari gulungan tembakau yang dibakar, yang dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan individu dan orang di sekitarnya. Berikut adalah beberapa aspek penting mengenai merokok. Merokok dapat didefinisikan sebagai kegiatan menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas atau bahan lainnya, yang kemudian dibakar dan asapnya dihirup ke dalam tubuh. Aktivitas ini melibatkan interaksi antara aspek kognitif, psikologis, dan fisiologis dari individu. Teori disonansi kognitif yang dikemukakan oleh Leon Festinger menyatakan bahwa individu merasa tidak nyaman ketika ada ketidaksesuaian antara keyakinan dan tindakan mereka. Dalam kasus perokok, mereka tahu bahwa merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit serius, namun mereka tetap merokok, menciptakan ketegangan psikologis yang harus diatasi.

 

Pada kesempatan ini saya mewawancari seorang mahasiswa berinisial I tentang disonansi kognitif perilaku merokok di sekitar salah satu kampus negeri yang ada di Yogyakarta. Dari hasil wawancara, dapat diambil kesimpulan bahwa alasan utama I merokok adalah untuk mengisi waktu senggang karena dapat mengalihkan perhatian dan masalah sehari-hari. I menyadari bahwa merokok memiliki resiko penyakit seperti jantung, paru-paru dan kanker, tetapi kadang sulit berhenti karena kecanduan nikotin dari rokok tersebut. I pernah merasa tidak nyaman dengan keputusan merokok, karena terkadang muncul perasaan cemas tentang kesehatan dan orang sekitar yang ikut menghirup asap rokok yang I timbulkan. Pada saat saat tertentu, terutama saat sedang ada pikiran yang membuat I stress keinginan untuk merokok sering lebih kuat, tetapi saat I mendengar kasus kesehatan tentang bahaya merokok membuat I berfikir dua kali dan ingin berhenti.

 

Saya melontarkan perntanyaan kepada subjek (I) seperti, “Bagaimana Anda menjelaskan kepada diri sendiri tentang keputusan untuk terus merokok meskipun tahu risikonya dan apa yang Anda lakukan untuk mengatasi perasaan tidak nyaman tersebut?” lalu I menjawab “ saya sering memberi alasan untuk diri saya sendiri merokok sebagai cara untuk mengatassi stress atau menikmati momen bersama rekan, meskipun saya tau resiko kesehatannya dan itu tidak baik untuk kesehatan. Yang saya lakukan untuk mengatasi perasaan tidak nyaman ialah mencari inovasi dan alternatif sehat untuk mengatasi stres atau kebosanan yang biasanya diatasi dengan merokok seperti rutin berolahraga dan ketika ingin merokok saya mencoba mencari pengganti seperti makan permen”. Harapan I bisa mengurangi atau kalau bisa berhenti merokok karena kasus kesehatan tentang merokok sudah sangat banyak. Pesan I untuk yang belum pernah mencoba merokok sebaiknya jangan mencoba karena nantinya akan ketagihan, dan untuk orang yang sudah menjadi perokok aktif sebaiknya dikurangi karena efek samping dari rokok tersebut nyata adanya.

 

Referensi:

Orcullo, D.J.C., & San, T.H. (2016). Understanding Cognitive Dissonance in

Smoking Behavior: A Qualitative Study. International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 6, June 2016, pp. 480-486.

Sekeroneji, D.P., Saija, A.F., & Kailola, N.E. (2020). Tingkat Pengetahuan Dan

Sikap Tentang Perilaku Merokok Pada Remaja di SMK Negeri 3 Ambon Tahun 2019. Jurnal Pameri, Vol. 2, No. 1, April 2020.

 

0 komentar:

Posting Komentar