“PENGARUH DISONASI KOGNITIF PADA KECANDUAN PEROKOK”
PSIKOLOGI INOVASI
ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF
DOSEN PENGAMPU: Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.
PRASETYA ARI WIDODO
22310410009
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
OKTOBER/2024
Pada pagi hari tanggal 6 Oktober 2024 saya melakukan wawancara dengan
seseorang tetangga saya yang masih berada satu berdomisili di Bantul,
Yogyakarta. Dia bernama Andi pria berusia 30 tahun yang memiliki usaha bengkel
motor sendiri dan merintis usahanya kurang lebih sudah 4 tahun terakhir. Dalam wawancara,
Andi menceritakan bagaimana disonansi kognitif mempengaruhi keputusan
sehari-harinya terkait kebiasaan merokok.
Disonansi
kognitif muncul ketika seseorang memiliki dua keyakinan atau lebih yang
bertentangan. Dalam kasus Andi, ia menyadari sepenuhnya bahwa merokok dapat
mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, namun ia tetap melanjutkan kebiasaan
tersebut. “Setiap kali saya merokok, saya teringat akan peringatan di kotak
rokok, tetapi saya selalu mencari alasan untuk mengabaikannya,” katanya. Di
sini terlihat jelas bagaimana pengetahuan tentang bahaya merokok bertentangan
dengan kebutuhan psikologis dan emosionalnya.
Selama
wawancara, Andi menceritakan tentang strategi yang ia gunakan untuk mengatasi
rasa bersalahnya. “Saya sering berpikir bahwa banyak orang merokok dan tetap
sehat, jadi mungkin saya juga bisa begitu,” ujarnya. Hal ini adalah salah satu
cara Andi menciptakan rasa nyaman dengan kebiasaan yang sebenarnya merugikan.
Dalam psikologi inovasi, perilaku ini menunjukkan tantangan dalam mengadopsi
metode atau solusi baru yang lebih sehat, seperti program berhenti merokok atau
terapi perilaku kognitif.
Kepentingan
inovasi dalam pendekatan kesehatan terlihat dari upaya pemerintah dan organisasi
non-pemerintah yang mencoba mengubah persepsi masyarakat terhadap merokok.
Salah satu contoh inovasi adalah kampanye yang memanfaatkan media sosial untuk
menyebarkan kesadaran akan bahaya merokok. Hal ini penting untuk mengatasi
disonansi kognitif yang dialami banyak perokok, termasuk Andi.
Di akhir
wawancara, Andi menyatakan keinginannya untuk berhenti merokok. “Saya tahu saya
harus melakukan ini, terutama untuk kesehatan anak saya, tapi kadang-kadang,
rasanya sangat sulit mas” ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun
ada kesadaran dan keinginan untuk berubah, disonansi kognitif sering kali
menjadi penghalang yang signifikan.
Sebagai penutup wawancara
dengan Andi memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana disonansi
kognitif berperan dalam keputusan merokok. Mengatasi konflik antara pengetahuan
dan perilaku adalah kunci untuk mengadopsi inovasi dalam kesehatan. Dalam hal
ini dibutuhkan dukungan sosial dan pendekatan yang inovatif untuk membantu
individu dalam perjalanan mereka menuju kehidupan yang lebih sehat.
Referensi :
-
Dwiastuti, R. &
Santoso, H. B. (2019). Disonansi Kognitif pada Perokok dan Upaya Berhenti
Merokok. Jurnal Psikologi Indonesia, 6(1), 45-60.
-
Hidayat, R. (2021). Peran
Kampanye Media Sosial dalam Mengurangi Kebiasaan Merokok di Kalangan Remaja.
Jurnal Komunikasi dan Media, 9(2), 113-126.
0 komentar:
Posting Komentar