Rabu, 09 Oktober 2024

E2-WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF “PENGARUH DISONASI KOGNITIF PADA KECANDUAN PEROKOK”

 

“PENGARUH DISONASI KOGNITIF PADA KECANDUAN PEROKOK”

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF

DOSEN PENGAMPU: Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.


PRASETYA ARI WIDODO

22310410009

 

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

OKTOBER/2024

 

Pada pagi hari tanggal 6 Oktober 2024 saya melakukan wawancara dengan seseorang tetangga saya yang masih berada satu berdomisili di Bantul, Yogyakarta. Dia bernama Andi pria berusia 30 tahun yang memiliki usaha bengkel motor sendiri dan merintis usahanya kurang lebih sudah 4 tahun terakhir. Dalam wawancara, Andi menceritakan bagaimana disonansi kognitif mempengaruhi keputusan sehari-harinya terkait kebiasaan merokok.

Disonansi kognitif muncul ketika seseorang memiliki dua keyakinan atau lebih yang bertentangan. Dalam kasus Andi, ia menyadari sepenuhnya bahwa merokok dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, namun ia tetap melanjutkan kebiasaan tersebut. “Setiap kali saya merokok, saya teringat akan peringatan di kotak rokok, tetapi saya selalu mencari alasan untuk mengabaikannya,” katanya. Di sini terlihat jelas bagaimana pengetahuan tentang bahaya merokok bertentangan dengan kebutuhan psikologis dan emosionalnya.

Selama wawancara, Andi menceritakan tentang strategi yang ia gunakan untuk mengatasi rasa bersalahnya. “Saya sering berpikir bahwa banyak orang merokok dan tetap sehat, jadi mungkin saya juga bisa begitu,” ujarnya. Hal ini adalah salah satu cara Andi menciptakan rasa nyaman dengan kebiasaan yang sebenarnya merugikan. Dalam psikologi inovasi, perilaku ini menunjukkan tantangan dalam mengadopsi metode atau solusi baru yang lebih sehat, seperti program berhenti merokok atau terapi perilaku kognitif.

Kepentingan inovasi dalam pendekatan kesehatan terlihat dari upaya pemerintah dan organisasi non-pemerintah yang mencoba mengubah persepsi masyarakat terhadap merokok. Salah satu contoh inovasi adalah kampanye yang memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan kesadaran akan bahaya merokok. Hal ini penting untuk mengatasi disonansi kognitif yang dialami banyak perokok, termasuk Andi.

Di akhir wawancara, Andi menyatakan keinginannya untuk berhenti merokok. “Saya tahu saya harus melakukan ini, terutama untuk kesehatan anak saya, tapi kadang-kadang, rasanya sangat sulit mas” ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran dan keinginan untuk berubah, disonansi kognitif sering kali menjadi penghalang yang signifikan.

Sebagai penutup wawancara dengan Andi memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana disonansi kognitif berperan dalam keputusan merokok. Mengatasi konflik antara pengetahuan dan perilaku adalah kunci untuk mengadopsi inovasi dalam kesehatan. Dalam hal ini dibutuhkan dukungan sosial dan pendekatan yang inovatif untuk membantu individu dalam perjalanan mereka menuju kehidupan yang lebih sehat.

 

Referensi :

-         Dwiastuti, R. & Santoso, H. B. (2019). Disonansi Kognitif pada Perokok dan Upaya Berhenti Merokok. Jurnal Psikologi Indonesia, 6(1), 45-60.

-         Hidayat, R. (2021). Peran Kampanye Media Sosial dalam Mengurangi Kebiasaan Merokok di Kalangan Remaja. Jurnal Komunikasi dan Media, 9(2), 113-126.


0 komentar:

Posting Komentar