KONFLIK
KOGNITIF DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
PSIKOLOGI
INOVASI
ESAI 2- WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF
DOSEN
PENGAMPU : Dr.,Dra.ARUDANTI SHINTA,MA.
ERINA
AGUSTIN
22310410098
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2024
Wawancara
kali ini saya lakukan dengan seorang narasumber berinisial B, yang merupakan
petugas kebersihan di sebuah perumahan di Yogyakarta. B telah bekerja selama
lebih dari 15 tahun di bidang pengelolaan sampah. Dalam wawancara ini, saya
ingin menggali lebih dalam tentang persepsi B mengenai sampah dan kaitannya
dengan perilaku masyarakat.
B
memulai ceritanya dengan menggambarkan bagaimana masyarakat di tempat ia
bekerja sebagian besar sudah menyadari pentingnya pengelolaan sampah yang baik.
“Sebenarnya mereka tahu, ada yang bahkan suka kasih tahu saya kalau sampah
harus dipilah. Tapi sayangnya, nggak semua orang beneran mau melakukannya,”
ujar B sambil memperlihatkan beberapa kantong sampah yang masih tercampur
antara sampah organik dan anorganik.
Berdasarkan
pernyataan tersebut, tampak bahwa masyarakat mengalami disonansi kognitif,
yaitu ketidaksesuaian antara pengetahuan mereka tentang pentingnya memilah
sampah dan perilaku mereka yang tidak sesuai dengan pengetahuan tersebut. Di
satu sisi, mereka mengetahui pentingnya memilah sampah untuk mendukung
keberlanjutan lingkungan, tetapi di sisi lain, mereka tetap membuang sampah
secara sembarangan karena merasa memilah sampah adalah hal yang merepotkan atau
memakan waktu.
B
juga menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri dari masyarakat yang sering
dia temui. “Ada yang bilang, ‘Yah, cuma satu plastik ini saja. Nggak akan
berdampak besar kok.’” Kalimat ini mencerminkan rasionalisasi, di mana individu
berusaha membenarkan perilaku yang bertentangan dengan pengetahuannya dengan
argumen yang tampak logis bagi mereka. B menjelaskan bahwa permasalahan ini
semakin kompleks karena banyak orang yang masih bergantung pada petugas
kebersihan untuk menyelesaikan masalah sampah, tanpa benar-benar berpartisipasi
dalam pengelolaannya secara aktif.
Dalam
konteks psikologi inovasi, perilaku masyarakat yang tidak mempraktekan
pengelolaan sampah secara optimal meskipun sudah tahu pentingnya dapat dianggap
sebagai kegagalan dalam mengadopsi inovasi perilaku. Informasi dan program
edukasi sudah ada, tetapi perubahan perilaku belum terjadi secara signifikan. B
mengatakan, “Kadang ada orang yang peduli, tapi karena tetangganya nggak
peduli, mereka jadi ikut-ikutan juga buang sembarangan. Lingkungannya belum
mendukung penuh.”
Wawancara
ini mengungkap bagaimana tantangan dalam pengelolaan sampah tidak hanya
terletak pada kurangnya pengetahuan, tetapi juga pada ketidakmauan individu
untuk merubah kebiasaan mereka. Ketidakselarasan antara pengetahuan dan
tindakan ini menjadi hambatan besar dalam menciptakan lingkungan yang lebih
bersih dan sehat.
Referensi
Jurnal Terkait:
1. Festinger,
L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford
University Press.
Teori ini menjelaskan bagaimana disonansi kognitif terjadi ketika perilaku
seseorang tidak sejalan dengan pengetahuan atau keyakinannya, yang relevan
dengan wawancara tentang perilaku membuang sampah.
2. Prochaska,
J. O., DiClemente, C. C., & Norcross, J. C. (1992). In
search of how people change: Applications to addictive behaviors. American
Psychologist, 47(9), 1102-1114.
Model perubahan perilaku ini relevan dengan adopsi perilaku pengelolaan sampah
yang lebih baik, serta tantangan masyarakat dalam beralih dari kebiasaan lama
yang tidak ramah lingkungan.
3. Schultz,
P. W., & Zelezny, L. (1999). Values as predictors
of environmental attitudes: Evidence for consistency across 14 countries. Journal
of Environmental Psychology, 19(3), 255-265.
Penelitian ini membahas hubungan antara nilai-nilai individu dan perilaku
lingkungan, termasuk pengelolaan sampah, yang mencerminkan ketidakcocokan
antara pengetahuan dan tindakan.
0 komentar:
Posting Komentar