UJIAN TENGAH SEMESTER – PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Nama : Mico Alan Sebastian
NIM/Kelas : 22310410013/SJ
Persepsi Individu dalam Pengelolaan Sampah di Yogyakarta: Peran 3R Behaviors
Persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses kategorisasi dan interpretasi yang bersifat selektif (Kotler 1993). Selain itu juga persepsi ini tidak bertahan seumur hidup dapat berubah sesuai dengan perkembangan pengalaman, perubahan kebutuhan, dan sikap dari seseorang baik laki-laki maupun perempuan.
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Sarwono (1999), persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Thoha (1999) yang menjelaskan bahwa persepsi pada umumnya dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dari luar individu atau lingkungannya.
Persepsi memiliki pengertian berupa proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu objek atau peristiwa yang diinformasikan sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterima sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan di mana ia berada sehingga ia dapat menentukan tindakannya (Muchtar 1998). Seperti yang telah dijelaskan oleh Muchtar (1998), persepsi yang telah terbentuk pada individu akan menentukan bagaimana individu tersebut bertindak. Dalam hal ini, persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah akan menentukan bagaimana masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.
Sampah adalah sisa atau barang buangan yang sudah tidak digunakan dan dipakai lagi oleh pemiliknya. Sampah secara umum dibagi menjadi dua yaitu sampah organik dan anorganik. Kedua sampah ini memiliki manfaat untuk kita, namun juga ada dampaknya untuk lingkungan. Sampah organik adalah limbah yang bersal dari sisa makhluk hidup (alam) seperti hewan, manusia, tumbuhan yang mengalami pembusukan atau pelapukan. Sampah ini tergolong sampah yang ramah lingkungan karena dapat di urai oleh bakteri secara lami dan berlangsungnya cepat. Sampah Anorganik adalah sampah yang berasal dari sisa manusia yang sulit untuk di urai oleh bakteri, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama (hinga ratusan tahun) untuk dapat di uraikan.
Masyarakat dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ramai membahas dan memikirkan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah sampah yang diperparah dengan penutupan TPST Piyungan (mulai tanggal 23 Juli hingga 5 September 2023). Pemerintah mulai terlihat huru-hara dalam mengupayakan kebijakan cepat dan tepat untuk segera menyelesaikan masalah sampah. Selan itu, protes warga menimbulkan tekanan emosional terhadap pemerintah yang dikejar waktu, dikejar janji, dan dikejar gengsi sebagai kota yang "istimewa namun sayang darurat sampahnya".
Penumpukan sampah di beberapa titik di kota Jogja memperburuk kecemasan dan diprediksi pemicu gesekan sosial masyarakat dengan topik yang baru akibat sampah. Sampah kini menjadi barang yang ditolak di mana-mana. TPS di tingkat kelurahan ditutup dan sampah warga tak tahu bisa dibuang di mana, akibatnya trotoar kota yang rapi dan indah khas Jogja kini berubah menjadi "bukit-bukit" sampah.
Munculnya masalah sampah di Yogyakarta tentu bukan fenomena baru yang mulai dibicarakan tiga atau empat bulan terakhir. Sejak 2022 sampai 2023 penutupan TPST Piyungan telah dilakukan beberapa kali sebagai upaya pemerintah untuk melakukan perluasan dan pembukaan lahan transisi di TPST Piyungan. Lantas, saat ini tampaknya pertanyaan perlu diajukan kepada pemerintah mengenai kebijakan penutupan TPST Piyungan, apakah telah menyelesaikan masalah, atau malah sebaliknya penutupan itu untuk pembukaan lahan transisi hanya menunda waktu terjadinya masalah darurat sampah di Yogyakarta.
Permasalahan lingkungan merupakan isu yang tidak bisa dihindari. Saat ini sampah merupakan masalah lingkungan yang sangat serius yang di hadapi masyarakat Indonesia pada umumnya. Bisa dikatakan sampah setiap hari di hasilkan oleh ibu-ibu rumah tangga, baik itu sampah organik maupun anorganik. Namun yang memprihatinkan, sampah-sampah yang dihasilkan tersebut malah dibuang sembarangan di berbagai tempat, dan efeknya akan merusak lingkungan yang ada di sekitarnya. Jumlah produksi sampah setiap tahun akan bertambah seiring dengan bertambah jumlah penduduk. Pemerintah saat ini telah berupaya dengan berbagai cara untuk mengatasi masalah sampah. Terutama masalah sampah anorganik. Namun, belum mencapai titik kesempurnaan. Hal ini dikarenakan angka jumlah sampah yang ada di Indonesia sangat tinggi. Sehingga pemerintah kesulitan untuk menentukan cara yang tepat untuk menyelesaikannya.
Persepsi individu masyarakat di wilayah Yogyakarta dalam pengelolaan sampah? Persepsi individu masyarakat di wilayah Yoggyakarta dalam pengelolaan sampah dipengaruhi oleh berbegai faktor. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti usia, jenis, kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, dan pengalaman. Faktor eksternal individu merupakan faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri, seperti peran pemerintah/tokoh masyarakat dalam menghimbau individu untuk melaksanakan pengelolaan sampah serta sarana dan prasarana yang tersedia.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi individu dalam konteks pengelolaan sampah merupakan pendangan individu mengenai pentingnya pengelolaan sampah, yang kemudian mendorong perilaku individu dalam mengelola sampah agar kebersihan lingkungan dapat terus terjaga. Persepsi individu menjadi salah satu penentu tingkat partisipasi individu karena persepsi merupakan proses psikologis yang tidak terlepas dari diri masing-masing individu yang berfungsi membentuk sikap dan menentukan keputusan untuk bertindak. Apabila persepsi individu terhadap pengelolaan sampah baik, maka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah akan meningkat.
Dalam mengatasi permasalahan persampahan, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor18 Tahun 2008, bahwa pengelolaan sampah menurut undang-undang ini dilakukan melalui penanganan dan pengurangan sampah. Dan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2006 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan persampahan bahwa pengurangan sampah dilakukan semaksimal mungkin dari sumbernya, yaitu pengurangan sampah yang dikenal dengan sistem Reduce, Reuse dan Recycle (3R).
Adapun prinsip 3R sebagai
berikut:
1.
Reduce/mengurangi
produk sampah:
-
Hindari pemakaian
dan pembelian produk
yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar.
-
Gunakan
produk yang dapat didaur ulang (refill).
- Jual atau berikan sampah yang sudah terpilah kepada orang yang memerlukan.
2.
Reuse/menggunakan
kembali sampah:
-
Gunakan kembali
wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya.
-
Gunakan
baterai yang dapat dicharger kembali.
- Gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang.
3.
Recycle/daur
ulang sampah:
-
Sampah organik
diolah menjadi kompos
dengan berbagai cara yang telah ada.
- Sampah anorganik diolah menjadi barang yang bermanfaat.
Persepsi Individu dalam Pengelolaan Sampah di Yogyakarta: Peran 3R Behaviors saat ini masih kurang baik, sebagai contoh dengan adanya penutupan TPST Piyungan mengakibatkan permasalahan sampah wilayah Yogyakarta semakin meningkat. Ketergantungan terhadap fasilitas pembuangan sampah yang praktis oleh faktor eksternal (Pemerintah) dalam hal membuang sampah dan kurangnya dorongan faktor internal (dalam diri) terkait pentingnya peran 3R dalam pengolahan sampah menjadi salah satu penyebab permasalahan sampah di wilayah Yogyakarta tidak kunjung tertangani.
Bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan persepsi individu. Oleh karena itu, dibutuhkan lingkungan yang kondusif dan tokoh masyarakat yang dapat berperan sebagai penggerak untuk memajukan suatu daerah. Tokoh yang dihormati oleh masyarakat merupakan modal bagi suatu daerah untuk dapat melakukan program-program pembangunan secara partisipatif untuk mengatasi permasalahan sampah di wilayah Yogyakarta.
Salah satu langkah yang paling penting untuk
mengajak individu untuk melakukan pengelolaan sampah adalah dengan mengubah
persepsi individu terhadap pengelolaan sampah. Perlu adanya penyadaran melalui
sosialisasi dan pemantauan secara berkala agar pengelolaan sampah dengan konsep
3R Behaviors dapat mengubah persepsi individu terhadap pentingnya pengolahan
sampah.
Daftar Pustaka:
Taufiq, A. (2015). Sosialisasi sampah organik dan non organik serta pelatihan kreasi sampah. Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship (AJIE), 4(01), 68-73.
Nugraha,
A., Sutjahjo, S. H., & Amin, A. A. (2018). Analisis persepsi dan
partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga di Jakarta
Selatan. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of
Natural Resources and Environmental Management), 8(1), 7-14.
Aryenti,
A., & Kustiasih, T. (2013). Kajian Peningkatan Tempat Pembuangan Sampah
Sementara Sebagai Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu. Jurnal
Permukiman, 8(2), 89-97.
Yudhistirani,
S. A., Syaufina, L., & Mulatsih, S. (2016). Desain sistem pengelolaan
sampah melalui pemilahan sampah organik dan anorganik berdasarkan persepsi
ibu-ibu rumah tangga. Jurnal Konversi, 4(2), 29-42.
News.detik.com.
(2023, 31 Agustus). Menyelesaikan (Akar) Masalah Sampah di Yogyakarta. Diakses
pada 2 November 2023, dari https://news.detik.com/kolom/d-6903918/menyelesaikan-akar-masalah-sampah-di-yogyakarta.
Asmara,
B. H., & Kurniawan, A. (2015). Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah Dan
Pengelolaan Sampah Di Kabupaten Karanganyar (Kasus di Kecamatan Karanganyar dan
Tawangmangu). Jurnal Bumi Indonesia, 4(4).
Tansatrisna,
D. (2014). Persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah
tangga.
0 komentar:
Posting Komentar