Rabu, 03 Juli 2024

Memahami Psikologi Abnormal: Observasi di Pondok Tetirah Dzikir

 

Memahami Psikologi Abnormal: Observasi di Pondok Tetirah Dzikir

 



 

Disusun Oleh

:

1.      Irmawati

22310410031

 

2.      Ken Gelis Widiahapsari

22410410063

 

3.      Shofia Salsabila Suswoyo

22310410062

 

4.      Widya Mela Nova

22310410125

Program Studi

:

Psikologi

 

Mata Kuliah

:

Psikologi Abnormal

 

Dosen Pengampu

:

FX. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA.

 

 

 

 

 

 

            :

                        :

            :

 

Berdiri pada tahun 2010 dibawah naungan yayasan tetirah dzikir, pondok ini mempunyai perjalanan yang cukup panjang dan penuh perjuangan. Yang dimulai dari tahun 2009, dimana H. Muhammad Trihardono, S.S. yang mana beliau adalah pendiri, ketua, pengelola dan pengurus dari panti rehabilitasi pondok tetirah dzikir memulai perjalanan pondok dengan menerima 1 sampai 2 orang santri awalnya. Dari sedikitnya santri yang mana merupakan tetangga beliau inilah kemudian di terapi lalu sembuh. Sampai akhirnya santri yang berdatangan semakin banyak. Dulunya memang belum dinamakan pondok dan panti karena masih sedikitnya santri mulai dari 1, 2, hingga 20 yang dulunya bertempat di Mlangi, Sleman. Namun, seiring berjalannya waktu dan bertambah banyaknya santri, mulai banyak protes dan keluhan dari warga sekitar yang mengharuskan beliau dan santri untuk pindah. Pondok pun berpindah ke Cangkringan. Lalu, karena adanya erupsi merapi barulah memutuskan pindah ke daerah Kuton yang sampai saat ini ditempati, tepatnya di Desa Kuton, RT. 002, RW. 015, Tegaltirto, Berbah, Sleman, DI Yogyakarta dan kemudian meresmikan pondok dengan nama “Panti Rehabilitasi Pondok Tetirah Dzikir”.

 



 

Adapun para santri yang menetap di pondok, mengalami beberapa gangguan jiwa mulai dari skizofrenia, paranoid, depresi, gangguan kecemasan, bipolar, ada juga pecandu narkoba dan kenakalan remaja. Namun dari banyaknya gangguan, yang paling banyak ditemukan adalah gangguan skizofrenia. Dalam menetapkan diagnosa, pondok juga tidak sembarangan dalam mendiagnosis. Biasanya santri akan dibawa ke psikiater di rumah sakit terlebih dahulu barulah di tetapkan penanganannya harus bagaimana. Namun demikian, tak jarang keluarga atau masyarakat membawa santri tanpa disertai diagnosa dari psikiater atau psikolog, sehingga pondok pun harus melakukannya secara mandiri.  

 

Pada keseharian santri pondok memiliki program ‘dzikir’, jadi sebagian besar kegiatan santri di pondok adalah berdzikir. Dimulai dari pagi hari (subuh), santri akan dibangunkan untuk melaksanakan sholat subuh, dzikir sampai waktu dhuha tiba kemudian sholat dhuha. Setelah itu, santri diarahkan untuk membersihkan kamar, mandi, dsb. Dalam kegiatan ini, pondok memberdayakan santri dengan gangguan yang ringan dan bisa membantu pengurus, untuk mengurus santri lain yang perlu bantuan lebih. Untuk siang hari pengurus menyampikan bahwa siang adalah waktu longgar santri, biasanya setelah sholat dhuhur santri akan dzikir sampai jam 12.30 atau 13.00 WIB, kemudian makan siang dan istirahat. Adapun di sore hari setelah santri melaksanakan sholat ashar dan dzikir, ada tambahan kegiatan yaitu mengaji seperti TPQ yang diadakan setiap seminggu 3 kali. Setelah itu santri diarahkan untuk mandi, persiapan sholat, sholat maghrib, dzikir, dzb. Untuk aktifitas malam hari biasanya akan diadakan kataman, atau terkadang pengajian di luar, dsb.

 

Selain itu, ada juga kegiatan tambahan yang diadakan sesuai jadwal, seperti senam di hari rabu pagi, jalan sehat dihari sabtu pagi, kerja bakti dihari jum’at bersih, amaliyah ziarah ke makam wali dan ulama dan juga manaqib atau pengajian besar setiap 1 bulan sekali di hari minggu. Kadang kala, saat manaqib diluar pondok dan kyai di undang, kyai akan membawa santri sekitar 7-8 orang dengan kategori yang sudah stabil secara emosionalnya.

 



 

Untuk penempatan kamar santri, biasanya santri akan dikategorikan menjadi 2, ada yang kategori ringan dan berat. Kategori ringan akan ditempatkan di kamar bersama dan lebih terbuka. Sementara kategori berat akan ditempatkan di ruang isolasi (ruang kholwat). Untuk ruang isolasi ini memang seharusnya santri dirawat secara individu, namun karena keterbatasan tenaga (pengurus) maka masih dirawat secara bersama. Adapun aktifitas santri kategori berat, Antara lain : saat pagi, mereka akan dikeluarkan dari sel (kamar), kemudian berjemur. Minum obat, dibersihkan, cukur rambut, dsb. Kemudian akan dimasukkan lagi ketika sudah rapi dan bersih untuk mengurangi resiko terganggunya masyarakat atau teman-temannya.

 

Selain ruangan santri yang sakit, pondok juga menyediakan ruangan untuk santri yang sudah sembuh atau biasa disebut ruangan relawan. Difungsikan sebagai tempat tinggal bagi santri yang sudah sembuh namun tidak dapat pulang ke tempat asalnya entah dikarenakan berbagai alasan seperti tidak punya keluarga, keluarga tidak mau menerima kembali, dsb.

 



 

Dalam hal operasional pondok khususnya konsumsi, pondok memiliki area perkebunan dan peternakan yang luas. Isinya meliputi kebun papaya, peternakan kambing, puyuh, dsb. Selain dikonsumsi untuk santri dan warga pondok, hasil panen biasanya juga diperjual belikan keluar pondok. Seperti contohnya pepaya, akan dipanen setiap minggunya dan menghasilkan 40 kg. selain itu ada juga kambing yang diperjual belikan untuk qurban maupun aqiqah. Dan semua itu adalah hasil tangan para santri.

 

Usut punya usut, panti rehabilitasi pondok tetirah dzikir ini pernah diundang sebagai bintang tamu di acara hitam putih pada tahun 2018. Pada saat itu, pimpinan panti yaitu H. Muhammad Trihardana, S.S. mengemukakan tujuan awal berdirinya pondok yang diprakarsai oleh beliau berdasarkan kisah nyata yang beliau alami. Dimana beliau pernah mengalami depresi hingga ingin dibawa ke rumah sakit jiwa oleh keluarganya. Maka dari itu, karena motivasi dalam dirinya beliau bertekad akan membantu orang-orang yang mengalami gangguan jiwa untuk menghadapi susahnya melawan penyakit itu ditambah pandangan orang sekitar terhadap orang yang mengalami gangguan kejiwaan.

 

Kembali ke operasional pondok, untuk kurangnya tenaga pengurus di pondok, pimpinan pun jarang membuka lowongan dan biasanya hanya merekrut santri berdasarkan kemampuannya. Misal ada santri dengan latar belakang seorang supir, maka ketika santri sembuh ia akan dimintai bantuan untuk menjadi supir pondok, dsb. Untuk wilayah atau lahan yang ditempati saat ini, merupakan tanah kas desa yang disewa jangka panjang oleh pondok. Luasnya sekitar 3000 – 4000 Km3.

 

Untuk jadwal kontrol santri biasanya menyesuaikan arahan dokter. Dan lebih diutamakan santri yang mempunyai BPJS. Ini juga yang masih menjadi kekurangan dari pondok yaitu biaya pengobatan. Karena pondok masih bertumpu pada dana eksternal seperti donasi, investasi, dsb, dan juga biaya perawatan yang sangat mahal, mengakibatkan pondok tidak dapat membantu banyak untuk itu.

 



 

Dalam observasi dan kunjungan ini, pengurus juga menyampaikan kesan pesan serta cerita unik yang ia alami selama di pondok. Awalnya pengurus menyampaikan bahwa sangat sulit mengungkapkan kesan dan pesan dengan kata-kata. Namun akhirnya, pengurus mengungkapkan hal yang membuat dirinya senang selama dipondok adalah bisa bertemu dengan banyak orang dan dengan latar belakang serta kisah hidup yang berbeda-beda dan bisa menjadi bahan ajar untuk dirinya, ia juga senang apabila santri yang ia rawat bisa sembuh dari penyakitnya. Adapun susahnya, adalah saat menghadapi santri dengan gangguan jiwa yang parah (berat) dan harus mau. Karena santri bisa saja melakukan hal-hal diluar nalar seperti mengamuk, memukul, dsb.

 

Adapun pengalaman unik yang ia temui, ia pernah berhadapan dengan santri yang ngajak berantem, ada juga santri yang rajin dan bisa membantu pengurus sampai ia merasa terkesan ternyata ODGJ itu bisa saja rukun dengan orang normal, mereka bisa stabil, bisa membantu, bahkan melakukan aktivitas normal juga, luar biasa. Dulu sebelum menjadi pengurus pondok, ia berpikir bahwa ODGJ hanya bisa mengamuk, tidak bisa hidup berdampingan dengan orang normal, apalagi paham dengan arahan kita.

 

Kunjungan diakhiri dengan pesan pengurus untuk keluarga maupun masyarakat yaitu, harus bisa sabra ketika mendapat ujian. Beliau juga memohon pengertian dari masyarakat sekitar atas perilaku santri yang sulit diatur, Karena pondok sebisa mungkin akan bertanggung jawab terhadap segala kerusakan atau kesalahan yang dilakukan oleh santri.

 





0 komentar:

Posting Komentar