PERBEDAAN PERSEPSI BERPIKIR KREATIF DAN INOVATIF BAGI MAHASISWA
Psikologi Inovasi UAS
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta MA
Alif Yugo Wicaksono
21310410184
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Tugas prakarya seperti membuat karya
dari sampah dan mempromosikannya di media sosial memberikan peluang besar bagi
mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dan berperilaku
inovatif. Namun, kenyataannya, kebanyakan mahasiswa cenderung mengerjakan tugas
tersebut dengan upaya seadanya, hanya untuk memenuhi syarat akademis.
Sebaliknya, sebagian kecil mahasiswa mampu menciptakan produk-produk yang
menarik dan tidak terduga, dengan ketelitian tingkat tinggi.
Mahasiswa
dengan Upaya Seadanya
Stimulus:
Tugas prakarya yang harus dibuat dari sampah dan dipromosikan di media sosial.
Pengalaman
Sebelumnya: Mahasiswa ini mungkin memiliki pengalaman yang minim dalam
bidang prakarya atau kurangnya eksposur terhadap kegiatan yang menuntut
kreativitas dan inovasi.
Pengetahuan:
Pengetahuan mereka tentang teknik-teknik prakarya dan konsep-konsep kreatif
mungkin terbatas. Mereka mungkin belum pernah mempelajari cara mengubah sampah
menjadi sesuatu yang bernilai.
Nilai-nilai:
Mereka mungkin memiliki nilai yang lebih pragmatis, yaitu mengerjakan tugas
sekedar untuk memenuhi syarat akademis tanpa memedulikan kualitas hasil. Fokus
mereka adalah lulus dan mendapatkan nilai, bukan proses kreatif itu sendiri.
Proses
Persepsi: Mahasiswa ini cenderung melihat tugas prakarya sebagai beban
tambahan yang harus diselesaikan dengan cepat dan efisien tanpa terlalu
memikirkan aspek kreatif atau inovatif. Persepsi mereka tentang tugas ini
adalah sesuatu yang memakan waktu dan energi tanpa manfaat yang jelas.
Output:
Hasil prakarya yang seadanya dan kurang menarik. Karya yang dihasilkan
cenderung monoton, tanpa ada usaha ekstra untuk membuatnya menarik atau
berbeda.
Mahasiswa
dengan Ketelitian Tingkat Tinggi
Stimulus:
Tugas prakarya yang harus dibuat dari sampah dan dipromosikan di media sosial.
Pengalaman
Sebelumnya: Mahasiswa ini mungkin memiliki pengalaman yang lebih luas
dalam bidang prakarya, serta sering terlibat dalam kegiatan yang menuntut
kreativitas dan inovasi. Mereka mungkin pernah mengikuti workshop atau
pelatihan yang mendorong kreativitas.
Pengetahuan:
Mereka memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang berbagai teknik prakarya
dan konsep-konsep kreatif. Mereka tahu bagaimana memanfaatkan bahan bekas untuk
menciptakan sesuatu yang bernilai dan menarik.
Nilai-nilai:
Mereka menghargai kualitas dan detail, serta memiliki komitmen untuk
menghasilkan karya yang terbaik. Mereka mungkin juga memiliki minat pribadi
dalam bidang prakarya dan percaya bahwa setiap tugas adalah kesempatan untuk
belajar dan berkembang.
Proses
Persepsi: Mahasiswa ini melihat tugas prakarya sebagai kesempatan untuk
mengekspresikan kreativitas dan keahlian mereka. Mereka menikmati proses
berpikir out-of-the-box dan menciptakan sesuatu yang unik. Persepsi
mereka adalah bahwa tugas ini adalah tantangan yang menyenangkan dan peluang
untuk menunjukkan kemampuan mereka.
Output:
Hasil prakarya yang sangat rapi, menarik, dan tidak terduga. Karya yang
dihasilkan menunjukkan usaha dan ketelitian yang tinggi, serta kemampuan untuk
berpikir kreatif dan inovatif.
Perbedaan
Utama dalam Cara Berpikir Kreatif dan Perilaku Inovatif
Cara
Berpikir Kreatif:
Mahasiswa yang mengerjakan tugas
dengan upaya seadanya terhambat oleh persepsi bahwa tugas adalah beban. Mereka
kurang terlatih untuk mengeksplorasi ide-ide baru atau berbeda. Sebaliknya,
mahasiswa yang teliti didorong oleh persepsi bahwa tugas adalah kesempatan
untuk berinovasi. Mereka lebih terbuka terhadap eksperimen dan ide-ide baru.
Perilaku
Inovatif:
Mahasiswa yang mengerjakan tugas
dengan upaya seadanya menunjukkan perilaku inovatif yang minim karena mereka
hanya fokus pada penyelesaian tugas secara efisien. Di sisi lain, mahasiswa
yang teliti menunjukkan perilaku inovatif yang tinggi karena mereka berusaha
mencari cara-cara baru untuk meningkatkan kualitas hasil karya mereka.
Dengan menggunakan skema persepsi
dari Paul A. Bell, kita dapat memahami bahwa mahasiswa yang memiliki persepsi
positif dan melihat tugas sebagai peluang cenderung lebih kreatif dan inovatif,
menghasilkan karya yang jauh lebih baik dibandingkan dengan mereka yang melihat
tugas sebagai beban.
MacGyver:
Menggunakan Otak Sebelum Kekerasan
Tokoh utama dalam "MacGyver," dikenal karena kemampuannya yang unik untuk menyelesaikan masalah dan situasi berbahaya dengan menggunakan benda-benda sehari-hari. Berbeda dengan banyak tokoh aksi lainnya yang mengandalkan kekerasan, MacGyver lebih memilih menggunakan otaknya untuk mengatasi berbagai rintangan. Dari serial ini kita bisa belajar bagaimana berpikir kreatif dan inovatif bisa membantu kita bahkan jika kita sebagai agen rahasia tanpa menggunakan kekerasan, menembak dan sebagainya.
Pertama, latar belakang pendidikan
MacGyver sangat berpengaruh. Dia memiliki pengetahuan yang mendalam dalam
bidang sains, teknik, dan teknologi. Pendidikan ini memberinya kemampuan untuk
memahami dan memanipulasi lingkungannya dengan cara yang kreatif dan efektif.
Kedua, MacGyver dikenal karena
kemampuannya yang luar biasa dalam improvisasi. Dia mampu menggunakan
bahan-bahan apa pun yang tersedia di sekitarnya untuk menciptakan solusi
inovatif. Kemampuan ini menekankan kreativitas dan pemikiran cepat. Dalam
situasi yang mendesak, MacGyver bisa merancang alat atau senjata dari
benda-benda sederhana seperti penjepit kertas, permen karet, atau kabel listrik
Pelatihan yang diterima MacGyver
sebagai agen rahasia dan mantan ahli penjinak bom juga memainkan peran penting
dalam caranya berpikir dan bertindak. Dia dilatih untuk berpikir kritis dan
tetap tenang di bawah tekanan. Pelatihan ini membantunya untuk menilai situasi
dengan logis dan menemukan solusi yang aman dan efektif
Terakhir, rasa ingin tahu dan
kecintaannya pada pemecahan masalah mendorong MacGyver untuk selalu berpikir di
luar kotak. Dia menikmati tantangan menemukan solusi kreatif untuk
masalah-masalah yang dihadapinya.
Dengan menggabungkan latar belakang
pendidikan, kemampuan improvisasi, kode moral yang kuat, pelatihan yang
intensif, dan rasa ingin tahu yang tinggi, MacGyver menjadi contoh sempurna
dari seorang pahlawan yang mengandalkan kecerdasan dan kepintaran daripada
kekuatan fisik.
Daftar Pustaka
Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi
terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi.
20(1), Maret, 23-29.
https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi
lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI
0 komentar:
Posting Komentar