Jumat, 12 Juli 2024

ESSAY UAS PSIKOLOGI INOVASI: ALIF YUGO WICAKSONO (21310410184)

 

PERBEDAAN PERSEPSI BERPIKIR KREATIF DAN INOVATIF BAGI MAHASISWA

Psikologi Inovasi UAS

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta MA

 


Alif Yugo Wicaksono

21310410184

 

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

 

            Tugas prakarya seperti membuat karya dari sampah dan mempromosikannya di media sosial memberikan peluang besar bagi mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dan berperilaku inovatif. Namun, kenyataannya, kebanyakan mahasiswa cenderung mengerjakan tugas tersebut dengan upaya seadanya, hanya untuk memenuhi syarat akademis. Sebaliknya, sebagian kecil mahasiswa mampu menciptakan produk-produk yang menarik dan tidak terduga, dengan ketelitian tingkat tinggi. perbedaan cara berpikir kreatif dan perilaku inovatif pada dua jenis mahasiswa tersebut dengan menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995) sebagai berikut:

 


Mahasiswa dengan Upaya Seadanya

 

Stimulus: Tugas prakarya yang harus dibuat dari sampah dan dipromosikan di media sosial.

Pengalaman Sebelumnya: Mahasiswa ini mungkin memiliki pengalaman yang minim dalam bidang prakarya atau kurangnya eksposur terhadap kegiatan yang menuntut kreativitas dan inovasi.

Pengetahuan: Pengetahuan mereka tentang teknik-teknik prakarya dan konsep-konsep kreatif mungkin terbatas. Mereka mungkin belum pernah mempelajari cara mengubah sampah menjadi sesuatu yang bernilai.

Nilai-nilai: Mereka mungkin memiliki nilai yang lebih pragmatis, yaitu mengerjakan tugas sekedar untuk memenuhi syarat akademis tanpa memedulikan kualitas hasil. Fokus mereka adalah lulus dan mendapatkan nilai, bukan proses kreatif itu sendiri.

Proses Persepsi: Mahasiswa ini cenderung melihat tugas prakarya sebagai beban tambahan yang harus diselesaikan dengan cepat dan efisien tanpa terlalu memikirkan aspek kreatif atau inovatif. Persepsi mereka tentang tugas ini adalah sesuatu yang memakan waktu dan energi tanpa manfaat yang jelas.

Output: Hasil prakarya yang seadanya dan kurang menarik. Karya yang dihasilkan cenderung monoton, tanpa ada usaha ekstra untuk membuatnya menarik atau berbeda.

 

Mahasiswa dengan Ketelitian Tingkat Tinggi

 

Stimulus: Tugas prakarya yang harus dibuat dari sampah dan dipromosikan di media sosial.

Pengalaman Sebelumnya: Mahasiswa ini mungkin memiliki pengalaman yang lebih luas dalam bidang prakarya, serta sering terlibat dalam kegiatan yang menuntut kreativitas dan inovasi. Mereka mungkin pernah mengikuti workshop atau pelatihan yang mendorong kreativitas.

Pengetahuan: Mereka memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang berbagai teknik prakarya dan konsep-konsep kreatif. Mereka tahu bagaimana memanfaatkan bahan bekas untuk menciptakan sesuatu yang bernilai dan menarik.

Nilai-nilai: Mereka menghargai kualitas dan detail, serta memiliki komitmen untuk menghasilkan karya yang terbaik. Mereka mungkin juga memiliki minat pribadi dalam bidang prakarya dan percaya bahwa setiap tugas adalah kesempatan untuk belajar dan berkembang.

Proses Persepsi: Mahasiswa ini melihat tugas prakarya sebagai kesempatan untuk mengekspresikan kreativitas dan keahlian mereka. Mereka menikmati proses berpikir out-of-the-box dan menciptakan sesuatu yang unik. Persepsi mereka adalah bahwa tugas ini adalah tantangan yang menyenangkan dan peluang untuk menunjukkan kemampuan mereka.

Output: Hasil prakarya yang sangat rapi, menarik, dan tidak terduga. Karya yang dihasilkan menunjukkan usaha dan ketelitian yang tinggi, serta kemampuan untuk berpikir kreatif dan inovatif.

 

Perbedaan Utama dalam Cara Berpikir Kreatif dan Perilaku Inovatif

 

Cara Berpikir Kreatif:

            Mahasiswa yang mengerjakan tugas dengan upaya seadanya terhambat oleh persepsi bahwa tugas adalah beban. Mereka kurang terlatih untuk mengeksplorasi ide-ide baru atau berbeda. Sebaliknya, mahasiswa yang teliti didorong oleh persepsi bahwa tugas adalah kesempatan untuk berinovasi. Mereka lebih terbuka terhadap eksperimen dan ide-ide baru.

 

Perilaku Inovatif:

            Mahasiswa yang mengerjakan tugas dengan upaya seadanya menunjukkan perilaku inovatif yang minim karena mereka hanya fokus pada penyelesaian tugas secara efisien. Di sisi lain, mahasiswa yang teliti menunjukkan perilaku inovatif yang tinggi karena mereka berusaha mencari cara-cara baru untuk meningkatkan kualitas hasil karya mereka.

 

            Dengan menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell, kita dapat memahami bahwa mahasiswa yang memiliki persepsi positif dan melihat tugas sebagai peluang cenderung lebih kreatif dan inovatif, menghasilkan karya yang jauh lebih baik dibandingkan dengan mereka yang melihat tugas sebagai beban.

 


MacGyver: Menggunakan Otak Sebelum Kekerasan

 

            Tokoh utama dalam "MacGyver," dikenal karena kemampuannya yang unik untuk menyelesaikan masalah dan situasi berbahaya dengan menggunakan benda-benda sehari-hari. Berbeda dengan banyak tokoh aksi lainnya yang mengandalkan kekerasan, MacGyver lebih memilih menggunakan otaknya untuk mengatasi berbagai rintangan. Dari serial ini kita bisa belajar bagaimana berpikir kreatif dan inovatif bisa membantu kita bahkan jika kita sebagai agen rahasia tanpa menggunakan kekerasan, menembak dan sebagainya.

            Pertama, latar belakang pendidikan MacGyver sangat berpengaruh. Dia memiliki pengetahuan yang mendalam dalam bidang sains, teknik, dan teknologi. Pendidikan ini memberinya kemampuan untuk memahami dan memanipulasi lingkungannya dengan cara yang kreatif dan efektif.

            Kedua, MacGyver dikenal karena kemampuannya yang luar biasa dalam improvisasi. Dia mampu menggunakan bahan-bahan apa pun yang tersedia di sekitarnya untuk menciptakan solusi inovatif. Kemampuan ini menekankan kreativitas dan pemikiran cepat. Dalam situasi yang mendesak, MacGyver bisa merancang alat atau senjata dari benda-benda sederhana seperti penjepit kertas, permen karet, atau kabel listrik

            Pelatihan yang diterima MacGyver sebagai agen rahasia dan mantan ahli penjinak bom juga memainkan peran penting dalam caranya berpikir dan bertindak. Dia dilatih untuk berpikir kritis dan tetap tenang di bawah tekanan. Pelatihan ini membantunya untuk menilai situasi dengan logis dan menemukan solusi yang aman dan efektif

            Terakhir, rasa ingin tahu dan kecintaannya pada pemecahan masalah mendorong MacGyver untuk selalu berpikir di luar kotak. Dia menikmati tantangan menemukan solusi kreatif untuk masalah-masalah yang dihadapinya.

            Dengan menggabungkan latar belakang pendidikan, kemampuan improvisasi, kode moral yang kuat, pelatihan yang intensif, dan rasa ingin tahu yang tinggi, MacGyver menjadi contoh sempurna dari seorang pahlawan yang mengandalkan kecerdasan dan kepintaran daripada kekuatan fisik.


Daftar Pustaka

Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29.

https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI


0 komentar:

Posting Komentar