Rabu, 02 Oktober 2024

E2-WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF-Psi.Inovasi: Mekanisme Psikologis Dalam Mengabaikan Resiko Kesehatan_Aisyah Zulaina_22310410067

 

DISONANSI  KOGNITIF PADA PEROKOK: MEKANISME PSIKOLOGIS DALAM MENGABAIKAN RESIKO KESEHATAN

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI 2 – WAWANCARA DISONANSI KOGNITIF

DOSEN PENGAMPU: Dr. Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.

AISYAH ZULAINA

223104100067

KELAS KARYAWAN

 

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

OKTOBER 2024

 

Rokok adalah produk tembakau yang terdiri dari daun tembakau yang telah dikeringkan, dipotong halus, kemudian digulung dalam kertas tipis. Rokok pada umumnya mengadung nikotin yang dapat menyebabkan kecanduan sehingga seseorang sulit untuk berhenti. Selain nikotin sebagai zat adiktif, rokok juga mengadung bahan kimia berbahaya seperti tar, arsenik dan benzena yang dapat merusak paru-paru dan organ tubuh lainnya. Rokok juga dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung, stroke, pernapasan kronis, dan gangguan kehamilan. Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi perokok saja melainkan juga dapat berpengaruh pada oeang-orang disekitar yang terpapar oleh asap tersebut, biasanya dikenal dengan sebutan seconhand smoke. Fenomenanya adalah meskipun rokok secara terang dan jelas dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh perokok itu sendiri dan juga seconhand smoke, masih banyak orang-orang tetap melakukan aktivitas rokok dan tidak dapat berhenti karena sudah kecanduan dan banyak faktor yang mempengaruhi fenomena tersebut.

Pada kesempatan ini, saya akan membahas tentang disonansi kognitif pada perokok aktif. Saya mendapatkan subjek yang bekerja sebagai barista bernama Ucup (23) yang merupakan seorang perokok aktif. Singkatnya dalam wawancara didapatkan informasi bahwa Ucup mencoba sendiri untuk merokok pada saat dirinya stres berat kala itu. Setelah encoba Ucup merasakan efek perasaan lega dan enjoy. Ucup sangat menerti dan mengetahui bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari merokok namun Ucup tetap melanjutkan aktivitas merokoknya. Ucup merasa tidak pernah merasa bertentangan dari pengetahuannya tentang rokok terhadap kebiasaan merokoknya, dikarenakan Ucup berada pada kesadaran penuh dari apa keputusannya. Namun, Ucup pernah melakukan untuk berhenti merokok pada saat ia sedang mendekati seorang perempuan yang ia sukai. Perempuan tersebut memiliki asma dan tidak menyukai laki-laki merokok, namun perempuan tersebut tidak memiliki perasaan yang sama dengan dirinya sehingga dengan adanya rasa penolakan tersebut Ucup melanjutkan kembali kebiasaan merokoknya seperti sebelum mengenal perempuan tersebut.

Selain atas kesadaran penuh yang ia gunakan dalam pengambilan keputusan dan tindakan, Ucup merasa bahwa dengan merokok membawa efek positif untuk dirinya namun hal tersebut juga ia sadari bahwa efek tersebut merupaka bagian dari adiksi yang menyebabkan dirinya dapat membuat kenangan-kenangan palsu. Ucup juga tidak memiliki perasaan menyesal meskipun ada beberapa orang disekitarnya mencoba untuk menghentikannya, namun dia tetap percaya diri bahwa tidak ada orang yang bisa mengehntikannya. Teman sebaya Ucup sebagian ada yang mencoba menghentikan, ada yang menawarkan selalu, untuk keluarga lebih menyerahkan keputusan kepada Ucup sendiri. Ucup sendiri lebih akan berhenti merokok ketika kesehatannya benar-benar menurun.

Hubungan kebiasaan merokok pada Ucup dengan disonansi kognitif berada pada Ucup yang memiliki pengetahuan rokok namun tetap memilih merokok ditambah dengan ucapannya daripada anda mati karena penyakit lain,mendingan mati karena merokok,karena setidaknya pikiran anda jadi sedikit lebih tenang sebagai alibi dengan menyebutkan efek yang dirasakan meskipun mentehaui dampak negatifnya.

Hal tersebut menjadi dua fakta yang bertentangan  untuk mengurangi efek yang ditimbulkan oleh disonansi perokok sering kali menggunakan strategi kognitif seperti merasionalisasikan kebiasaan merokok, meremehkan resiko kesehatan, membandingkan resiko dengan ancaman ain, dan membuat upaya berhenti yang tidak konsisten. Disonansi kognitif ini membuat banyak perokok lebih cenderung melanjutkan kebiasaan mereka daripada mengubah perilaku, meskipun mengetahui konsekuensi kesehatan yang fatal. Beberaa perokok bahkan mungkin lebih merokok sebagai mekanisme untuk mengatasi stres atau kecemasan yang ditimbulkan oleh kesadaran tentang bahaya merokok itu sendiri.

Penelitian tentang disonansi kognitif dan perilaku merokok menunjukkan bahwa individu sering mengurangi dionansi dengan mengubah sikap atau pemikiran mereka, bukan perilaku mereka. Seperti yang dilakukan oleh Ucup, alih-alih untuk berhenti merokok Ucup lebih memilih mengubah cara pandang tentang rokok dan terhadap resiko kesehatan atau mengabaikan informasi atau pengetahuan yang ia miliki.


Referensi:

Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Disonance. Stanford University Press.

McMaster University. (2020). Cognitive Dissonance and Smoking Behavior.

0 komentar:

Posting Komentar