Kamis, 07 November 2024

Essay 2 wawancara masalah disonansi kognitif_Yoni R. Tamim_22310420092.

Nama : Yoni R. Tamim 

Nim : 22310410092

Mata kuliah : Psikologi Inovasi

Dosen pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A

Bulan & Tahun Terbit : November 2024




Disonansi kognitif adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa tidak nyaman karena adanya ketidaksesuaian antara apa yang ia ketahui dengan tindakan yang ia lakukan. Fenomena ini sering terjadi pada orang yang sadar akan dampak negatif dari kebiasaan mereka, namun tetap sulit mengubah perilaku. Untuk memahami lebih dalam, saya mewawancarai dua orang perokok yang mengakui adanya ketidakselarasan antara pengetahuan dan tindakan mereka.


Responden pertama, seorang pria berusia 30-an, telah merokok selama lebih dari sepuluh tahun. Ketika ditanya tentang pandangannya terhadap merokok, ia mengakui bahwa ia sepenuhnya sadar akan risiko kesehatan yang ditimbulkan. “Saya tahu kok kalau rokok bisa menyebabkan kanker paru-paru, penyakit jantung, dan banyak masalah kesehatan lainnya. Banyak teman saya yang sudah mengingatkan juga,” ujarnya. Namun, meskipun memiliki kesadaran tersebut, ia mengaku merasa sulit berhenti. "Saat lagi stres, rasanya rokok itu jadi pelarian yang paling cepat. Saya tahu ini nggak sehat, tapi rasanya susah banget buat benar-benar berhenti,” katanya sambil tertawa getir. Dia juga menjelaskan bahwa rasa cemas karena merokok sering kali hilang saat dirinya sedang menikmati rokok, yang akhirnya membuatnya merasa sulit lepas dari kebiasaan itu.


Responden kedua adalah seorang wanita yang juga telah lama merokok. Ia berbicara tentang kesadarannya akan efek buruk rokok, terutama setelah ia sering batuk dan merasa sesak. “Saya tahu, apalagi kalau lihat anak-anak saya. Saya nggak mau mereka ikut-ikutan, atau nantinya lihat saya sakit gara-gara merokok,” ungkapnya dengan nada serius. Namun, setiap kali mencoba berhenti, ia merasa muncul dorongan kuat untuk kembali merokok.  “Ada perasaan yang tidak enak kalau nggak merokok, apalagi kalau lagi stres atau banyak pikiran. Rasanya sulit untuk bertahan lama-lama tanpa rokok,” ujarnya. Dia mengakui bahwa ada perasaan bersalah setiap kali ia merokok di depan anak-anaknya, tetapi ia merasa kebiasaan itu sudah terlalu melekat dan sulit untuk ditinggalkan sepenuhnya.


Kedua responden ini menunjukkan bagaimana disonansi kognitif terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun memiliki kesadaran yang penuh tentang dampak buruk rokok, baik dari aspek kesehatan maupun pengaruhnya terhadap orang sekitar, mereka tetap sulit untuk berhenti. Dalam menghadapi disonansi ini, mereka cenderung mencari pembenaran. Pada responden pertama, pembenaran muncul dalam bentuk “menghilangkan stres,” sedangkan pada responden kedua, keinginan untuk “mendapatkan kenyamanan” yang mendesak membuatnya kembali ke kebiasaan merokok.


Dari wawancara ini, saya menyimpulkan bahwa disonansi kognitif adalah salah satu alasan mengapa seseorang sulit mengubah perilaku meskipun memiliki pengetahuan yang cukup tentang efek negatif dari kebiasaannya. Tantangan emosional dan kebutuhan akan kenyamanan sering kali menjadi penghalang yang kuat untuk perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan saja tidak selalu cukup untuk membawa seseorang keluar dari kebiasaan yang merugikan. Dukungan dari lingkungan sekitar, serta motivasi yang kuat, mungkin bisa menjadi langkah awal untuk membantu mereka menghadapi disonansi kognitif dan mencapai perubahan yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar