KESADARAN TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DAN
DISONANSI KOGNITIF
PSIKOLOGI INOVASI : ESAI KE-2
Tugas : Wawancara Disonansi Kognitif
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati
Shinta, MA
Oleh : Afini Musyarofah Jundi (22310410113)
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Oktober 2024
Timbunan sampah masih menjadi
masalah yang tak pernah habis untuk dibahas. Penyebab terbesar sampah terus
menumpuk adalah karena minimnya kesadaran masyarakat terkait pengelolaan sampah
sehingga hanya dibuang begitu saja tanpa melalui penyortiran terlebih dahulu. Terkadang
karena kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan sampah itu, dapat menyebabkan
perilaku membuang sampah secara asal dan sembarangan bahkan ada juga yang
membakar sampah dengan alasan kepraktisan. Meskipun mereka tahu bahwa
pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik dan dibuang begitu saja di
kawasan terbuka atau sungai dapat mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan
berdampak ke saluran air tanah, tersumbatnya saluran air bahkan bisa
menyebabkan banjir. Selain itu, pembakaran sampah juga dapat mengakibatkan
pencemaran udara. Adanya ketidaksesuaian antara perkataan dan perilaku
masyarakat terhadap sampah inilah yang kemudian disebut dengan fenomena
disonansi kognitif.
Mengapa disonansi kognitif terhadap
sampah ini kerap kali terjadi? menurut Shinta (2024), Ini adalah persoalan
persepsi, yang mana sampah dipersepsikan sebagai bahan yang tidak berguna. Sedari
kecil mereka sudah dipersepsikan bahwa bila ingin lingkungan hidup yang bersih
maka sampah-sampah harus dimusnahkan. Tetapi mereka tidak diajarkan bahwa
sampah juga bisa bermanfaat, bila dikelola secara ramah lingkungan.
Dengan adanya fenomena disonansi
kognitif ini, saya melakukan wawancara kepada subjek “A.N” terkait perilakunya
terhadap kesadarannya pengelolaan sampah sehari-hari yang selama ini ia
lakukan. Subjek (A.N) merupakan seorang pramuniaga toko sembako di kota Solo
yang menghuni pemukiman padat. Setelah dilakukan wawancara, diketahui bahwa
menurut subjek (A.N) belum pernah mengelola sampah yang dia hasilkan, sehingga
selama ini hanya selalu dibuang begitu saja tanpa dipilah dan bahkan menurutnya
ia lebih sering membakar sampah tersebut daripada membuang ke tempat sampah
TPS. (A.N) mengaku berperilaku demikian karena kurangnya sosialisai dan pelatihan
terkait pengelolaan sampah sehingga ia belum memiliki pengetahuan dalam
mengelola sampah yang baik. Lebih lanjut (A.N) juga menjelaskan di desanya
belum ada fasilitas penunjang seperti bank sampah maupun sarana prasarana yang
memadai untuk menampung sampah-sampah yang dihasilkan. Subjek (A.N) juga
menekankan bahwa ia sebenarnya tahu
dampak dari membakar sampah itu berbahaya bisa menambah polusi, pencemaran
udara bahkan tidak baik bagi kesehatan, tetapi tetap saja dilakukan karena menurutnya
hanya itulah satu-satunya cara yang paling mudah dan cepat untuk membersihkan
sampah supaya tidak menumpuk dan bau.
Untuk menumbuhkan kesadaran
masyarakat dan meminimalisir terjadinya disonansi kognitif terkait sampah ini
perlu dilakukan upaya sosialisasi dan pelatihan yang lebih intensif kepada
berbagai kalangan agar seluruh masyarakat memiliki pemahaman yang lebih mendalam
mengenai dampak negatif sampah dan bagaimana seharusnya sampah itu dikelola.
Peran pemerintah juga diperlukan dalam pembangunan infrastruktur yang memadai
untuk pengelolaan sampah seperti menyediakan bank sampah, menyediakan tempat sampah
yang mudah diakses, dan pelatihan serta edukasi berkala yang konsisten.
Psikologi inovasi juga memiliki
peran penting dalam mengatasi permasalahan tentang sampah ini, karena psikologi
inovasi tidak hanya mengajarkan ide-ide kreatif dan inovatif saja tetapi
mengajarkan individu untuk melakukan perubahan pola pikir dan perilaku menjadi
lebih positif.
Daftar Pustaka
Shinta, A. (2024). Sosialisasi Pengelolaan Sampah Ala Mahasiswa KKN:
Fenomena Disonansi Kognitif. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/1615-sosialisasi-pengelolaan-sampah-ala-mahasiswa-kkn-fenomena-disonansi-kognitif
0 komentar:
Posting Komentar