Minggu, 06 Oktober 2024

Essay 2 Psi.Inovasi Wawancara Disonansi Kognitif : Menerobos Kebiasaan Merokok dan Sikap Bertahan Perokok_Alfian Mauli Awaludin_22310410095

 

PSIKOLOGI INOVASI 

E2: WAWANCARA DISONANSI KOGNITIF 

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, MA. 

 



ALFIAN MAULI AWALUDIN 

22310410095 


Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

2024


“ Disonansi Kognitif : Menerobos Kebiasaan Merokok dan Sikap Bertahan Perokok “ 


Merokok, kebiasaan yang sudah lama menjadi bagian dalam kehidupan di berbagai pelosok dunia, Tak ketinggalan Indonesia juga negara yang termasuk memiliki kebiasaan merokok dengan angka yang tinggi bahkan menduduki peringkat ke 3 Menurut GATS ( Global Adult Tobacco Survey) dengan prevalensi perokok 67,4% pria dan 2,7% wanita, pada tiap tahun nya terdapat 200.000 orang yang terkena penyakit yang disebabkan rokok dengan sekitar 500 orang yang meninggal setiap harinya karena rokok. Meskipun Peringatan keras tentang bahaya rokok mulai dari gambar hingga tulisan dengan huruf tebal terpampang nyata dalam setiap bungkus rokok, masih saja banyak yang mengabaikan fakta dan tetap menjalankan kebiasaannya meskipun mengetahui bahaya yang mengancam jiwa, peringatan-peringatan tersebut seringkali justru tidak mengubah perilaku konsumsi melainkan menciptakan sebuah kontradiksi dalam pikiran mereka yang disebut dengan Disonansi kognitif.

 

Disonansi kognitif sendiri terjadi apabila seseorang dihadapkan pada suatu informasi yang bertentangan dengan tindakan mereka, disisi lain mereka sadar apa yang dilakukannya sangan bertentangan namun disisi lainnya kebiasaan inilah yang memberikan rasa nyaman. dalam Essay ini kita akan menggali lebih dalam tentang bagaimana upaya para perokok dalam mempertahankan kebiasaan mereka meskipun dihadapkan pada fakta yang bertentangan yang melibatkan sikap bertahan (Ego-defensive), yang membela perilaku mereka dan mencegah perubahan. melalui tinjauan tersebut kita akan mencoba mengetahui mengapa peringatan dan fakta yang terpampang nyata tidak cukup dalam menghentikan kebiasaan untuk menghentikan perilaku merokok. 


Pada kesempatan Wawancara kali ini saya mendapatkan subjek (T) 27 tahun (perokok aktif), yang mengungkapkan bagaimana peringatan yang terdapat pada bungkus rokok tidak cukup kuat untuk menghentikan kebiasaannya, hal ini diperoleh dalam wawancara saya ketika bertanya tentang peringatan pada kemasan rokok, dengan kesadaran nya (T) menjawab “ ya, saya sering melihat gambar mengerikan dan peringatan itu, buat saya itu sudah hal biasa, toh sudah setiap hari saya lihat”. Jawaban ini adalah salah satu contoh peristiwa yang disebut dengan disonansi kognitif dimana perokok mengetahui ancaman itu namun mengabaikannya karena terbiasa dalam kesehariannya. menelusuri lebih dalam saat subjek diberikan pertanyaan tentang apa respon terhadap peringatan tersebut (T) mengakui bahwa muncul perasaan kurang nyaman, ia mengakui bahwa kebiasaannya ini tidak baik namun ia jujur dengan merokok segala permasalahan akan hilang sementara dan membuatnya terasa lebih rileks, dalam pernyataan itu dapat disimpulkan terdapat konflik diri  bahwa T telah menerima informasi kesehatan terkait rokok namun disonansi ini lebih sering diatasi dengan pembenaran perilaku dibanding perubahan kebiasaan. merokok sudah dianggap sebagai sumber kenyamanan atau mekanisme nya dalam menghadapi stress yang menyebabkan T mempertahankan kebiasaan merokoknya meski harus menerima konsekuensi kedepannya. 

 

dalam wawancara bersama T juga menunjukan sikap Ego-defensif nya dimana T selalu membentuk suatu pembenaran dalam melindungi diri dari perasaan bersalahnya dengan mengatakan bahwa dirinya selalu menekankan pada diri sendiri bahwa jangan terlalu memikirkan kesehatan, toh banyak orang yang sama dengan dirinya bahkan sampai tua namun masih tetap sehat-sehat saja dan masih tetap merokok, alasan itu yang selalu diputar dalam pikirannya selama ia merasa kegelisahan, pernyataan tersebut dalam mekanisme psikologi disebut dengan Rasionalisasi,dimana perokok menciptakan berbagai alasan untuk mempertahankan kebiasaan nya. dengan inilah mereka (perokok) biasanya melindungi diri mereka dari disonansi kognitif dan menghindari perubahan perilaku kebiasaan yang tidak nyaman. 

kesimpulannya, dengan melalui proses wawancara ini terlihat jika peringatan bahaya yang terdapat pada bungkus rokok tidak selalu efektif dalam mengubah perilaku kebiasaan merokok karena adanya disonansi kognitif yang dialami perokok, sikap Ego-defensif juga menjadi peran utama dalam pembentukan pembenaran untuk individu tetap melanjutkan kebiasaannya  meski dihadapan dengan informasi yang berseberangan. 


Daftar pustaka 


Aronson, Elliot. (1969). The Theory of Cognitive Dissonance: A Current Perspective. Advances in Experimental Social Psychology, Volume 4, 1-36.


Festinger, Leon. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford University Press, California.


Zuhroh, S. (2014). Disonansi kognitif, sikap, dan harga rokok terhadap perilaku konsumsi perokok: Studi pada konsumen rokok di kota Jombang. Seminar Nasional, 28-29 November 2014.

0 komentar:

Posting Komentar